Laskar Hizbullah: Kontribusi Kiai dan Santri bagi Militer Indonesia
Keinginan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan sesungguhnya sudah bersemayam di hati seluruh komponen bangsa Indonesia selama masa penjajahan. Para pemuda, tokoh-tokoh bangsa, hingga para kiai dan santri, semuanya memimpikan dan memperjuangkan kemerdekaan itu. Maka, ketika Jepang yang menduduki Indonesia sejak 1942 menjanjikan kemerdekaan, bahkan disertai pelaksanaan pelatihan ketentaraan, rakyat pun menyambut dengan antusias.
Pada November 1943, PETA dibentuk. Tetapi PETA bukan satuan khusus bagi pemeluk Islam. Maka, para tokoh Islam di Rapat ormas Majelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi) mengusulkan kepada tentara pendudukan Jepang agar membentuk satuan tentara sukarela bukan wajib militer untuk mempertahankan Pulau Jawa. Rencananya, tentara itu terdiri dari umat Islam dan diatur menurut ketentuan Islam. Usul itu diajukan sebagai hasil pertemuan sepuluh ulama pada 13 September 1943. Sepuluh ulama yang juga menjadi tokoh pendiri Laskar Hizbullah Indonesia tersebut adalah KH Mas Mansyur, KH Adnan, Abdul Karim Amrullah, KH Mansur, KH Mochtar, KH Chalid, KH Abdul Madjid, KH Jacub, KH Djunaedi, dan KH Sodri.
Jepang baru menyetujui usul itu setahun kemudian. Persetujuan Jepang itu baru didapat setelah KH Zaenal Mustafa di Singaparna memimpin pemberontakan dari kalangan santri terhadap Jepang pada 25 Februari 1944. Ketika itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan serta menyatukan dan melatih para kiai dan santri dalam latihan militer. Mereka dikenal sebagai Laskar Hizbullah atau Tentara Hizbullah Indonesia, yang dibentuk pada 8 Desember 1944. Nama yang diberikan Jepang untuk laskar itu adalah Kaikyō Seinen Teishintai (Pasukan Sukarela Pemuda Islam). Fungsinya sebagai pasukan cadangan PETA.
Jihad fi Sabilillah
Laskar Hizbullah adalah laskar rakyat yang anggotanya terdiri dari para kiai, pemuda Islam, dan santri. Laskar Hizbullah dibentuk sebagai laskar kesatuan perjuangan semi militer dari kelompok Islam yang dilandasi niat jihad fi sabilillah, berjuang menegakkan agama dan negara. KH Hasyim Asy’ari lantas mengumpulkan para santri dan pemuda Islam untuk bergabung dalam Laskar santri Hizbullah dan Sabilillah. Para kiai pesantren selain bertugas memelopori dan menggerakkan perjuangan santri, juga mendirikan laskar tersendiri bernama Barisan Kiai yang dipimpin langsung KH Abdul Wahab Chasbullah. Pembentukan Laskar Hizbullah juga merupakan strategi yang sudah lama dirintis Barisan Kiai.
Ketika itu, KH Wahab Chasbullah sebagai Ketua Barisan Kiai juga turun ke medan perang, mendampingi para komandan Hizbullah dan Sabilillah. Antara lain di front Malang, Mojokerto, Magelang, termasuk Ambarawa, dan daerah-daerah lainnya. Nah, selama ini kontribusi penting Barisan Kiai tersebut memang kurang terungkap, karena keberadaan Barisan Kiai memang sangat dirahasiakan. Anggotanya pun terdiri dari para kiai sepuh di berbagai daerah yang memang tidak pernah muncul di permukaan.
Berbeda dengan PETA yang berada di bawah komando Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, komando Hizbullah dikoordinasikan oleh Partai Masyumi. Pusat pelatihan PETA ada di Kota Bogor. Pusat Pelatihan Hizbullah terletak di Cibarusah, yang kala itu masuk wilayah Bogor. Sekarang, Kecamatan Cibarusah termasuk wilayah Kabupaten Bekasi.
Desember 1944 hingga Januari 1945, Pusat Pimpinan Barisan Hizbullah dibentuk guna mempersiapkan perekrutan dan pembukaan pusat pelatihan. Ketuanya adalah KH Zainul Arifin Pohan dengan wakil Mohamad Roem. Komandan Pelatihan dijabat oleh KH Mas Mansyur dengan wakil Prawoto Mangkusasmito. Pelatihannya berada di bawah pengawasan Kapten Motoshige Yanagawa.
Setelah perekrutan, pada 28 Februari 1945 pelatihan anggota Laskar Hizbullah mulai dilaksanakan di Cibarusah. Para santri yang sebelumnya banyak belajar tentang kitab-kitab mulai berlatih militer. Salah seorang tokoh di balik pelatihan itu adalah KH R. Ma'mun Nawawi yang lebih dikenal sebagai Mama Cibogo. Cibogo adalah nama sebuah desa di Kecamatan Cibarusah. Ada 500 orang peserta pelatihan yang pertama. Mereka berasal dari berbagai pesantren di Pulau Jawa dan Madura. Para kiai menjadi motivator mereka dalam setiap sesi latihan.
Setelah 3 bulan, mereka dinyatakan lulus dari pelatihan. Sertifikat kelulusan mereka ditanda tangani langsung oleh KH Hasyim Asy’ari yang waktu itu adalah Rais Akbar NU dan Ketua Umum Majelis Syuro Masyumi. Mereka lantas dikembalikan ke daerah asal masing-masing untuk membentuk satuan Hizbullah dengan anggota pemuda setempat. Konon, selama satu tahun pertama jumlah anggota Hizbullah mencapai 25.000 personel.
Banyak Kontribusi Penting
Ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada Agustus 1945, PETA dibubarkan. Sebab, organisasi PETA berada di bawah komando Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Laskar Hizbullah tidak dibubarkan, karena organisasinya berada di bawah Partai Masyumi. Aktivitasnya pun tetap berlanjut di era pemerintahan Indonesia merdeka. Selama berlangsungnya Revolusi Nasional Indonesia, Laskar Hizbullah kemudian turut berjuang di berbagai pertempuran bersama Badan Keamanan Rakyat (BKR) serta laskar-laskar atau badan perjuangan rakyat lain.
Di awal revolusi, berbagai satuan Hizbullah di berbagai daerah turut melucuti persenjataan tentara Jepang untuk mempersenjatai diri. Tak jarang hal ini menimbulkan bentrok dengan tentara Jepang. Tentara Hizbullah pun tercatat berperan besar dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan. Beberapa pertempuran besar yang para personel dari Laskar Hizbullah ikut terlibat di antaranya adalah Bandung Lautan Api, Pertempuran Lima Hari, Pertempuran Ambarawa, dan Pertempuran Surabaya.
Ketika berlangsung Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Laskar Hizbullah dari berbagai daerah turut berperan aktif. Kedahsyatan pertempuran itu tak lepas dari Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945. Kelompok santri ikut memberi bala bantuan dengan bergerak dalam Barisan Hizbullah dan Sabilillah. Pertempuran heroik di Surabaya yang diawali tewasnya komandan pasukan sekutu, Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sother Mallaby, itu pun berakhir dengan kemenangan Indonesia. Pertempuran yang cukup menghentakkan pihak sekutu itu menjadi kontribusi besar Laskar Hizbullah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Laskar Hizbullah juga terlibat dalam Pertempuran Ambarawa, 20 Oktober hingga 15 Desember 1945, bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di dalam pertempuran itu, pihak Indonesia berhasil mendesak Sekutu hingga mundur ke Semarang. Namun, sekitar 17 orang anggota Laskar Hizbullah gugur dalam pertempuran itu, termasuk komandannya, Khudhori.
Aktivitas Hizbullah sebagai pasukan independen selesai tanggal 3 Juni 1947. Ketika itu, Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dengan menggabungkan kekuatan militer formal Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan laskar-laskar rakyat, termasuk Laskar Hizbullah.
Namun tak dapat disanggah, banyak kontribusi penting yang telah diberikan Laskar Hizbullah bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Juga dalam proses pembentukan Tentara Nasional Indonesia.