LDK MUI Pusat: Pencopotan Jilbab Anggota PASKIBRAKA Bertentangan dengan Hukum
Munculnya dugaan ada aturan pencopotan jilbab para anggota PASKIBRAKA (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) Nasional tahun 2024 memantik kontroversi publik. Salah satu reaksi terhadap isu tersebut disuarakan oleh Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Pengurus LDK MUI Pusat, Ustadz Wildan Hasan, dalam keterangannya, Rabu (14/8/2024), mengatakan, jika benar itu terjadi, sungguh sangat disayangkan, memprihatinkan, dan melukai umat Islam.
“Tidak ada dasarnya dari aspek apa pun jilbab anggota PASKIBRAKA harus dilepas. Jika terjadi pemaksaan dengan alasan-alasan tertentu, maka dipastikan itu tindakan yang amoral dan bertentangan dengan hukum,” tegas Ustadz Wildan.
Sebelumnya, sempat viral di media sosial dan media massa nasional, kabar tentang adanya dugaan bahwa anggota perempuan PASKIBRAKA 2024 yang sehari-hari mengenakan jilbab diwajibkan mencopot jilbabnya saat pengukuhan sebagai pasukan pengibar bendera pusaka oleh Presiden RI, Joko Widodo, di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diduga sebagai pihak yang berperan di balik peraturan tentang pelepasan jilbab bagi anggota perempuan PASKIBRAKA 2024 yang berhijab.
Warganet (netizen) langsung menyoroti BPIP selaku penanggung jawab program PASKIBRAKA tahun ini. Sebab, kejadian adanya aturan seperti ini baru pertama kali terjadi. Dan kali ini terjadi di bawah naungan mereka.
“Saya tidak habis pikir kok masih ada di negeri ini yang anti jilbab? Anti jilbab kan artinya anti Islam, anti Pancasila, anti UUD, anti demokrasi, anti Hak Asasi Manusia, anti pluralitas, dan tidak toleran. Bagaimana bisa Pembina Ideologi Pancasila tidak pancasilais?” kata Ustadz Wildan Hasan, menanggapi kontroversi itu.
Ustadz Wildan mengingatkan bahwa pancasila itu bermuatan nilai-nilai Islam. Tetapi Pancasila kerap kali dibenturkan dengan Islam. “Apakah bangsa ini mau dibawa surut lagi ke masa gelap otoritarianisme dan Islamophobia?” serunya.
Ia pun menegaskan, pelepasan jilbab anggota PASKIBRAKA adalah preseden buruk bagi kampanye kesetaraan, keberagaman, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal ini juga menunjukkan bahwa selalu ada kalangan yang tidak nyaman dengan ajaran-ajaran Islam sejak penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Sehingga, muncul kasus-kasus intoleransi kepada umat Islam berikutnya.
“Perdebatan M Natsir dan Soekarno terkait Islam dan negara sangat penting untuk dikaji ulang oleh para penyelenggara negara, agar memahami bagaimana pemimpin dapat menjalankan amanah secara adil dan bijaksana terutama berkaitan dengan isu-isu keagamaan,” pesan Ustadz Wildan.