Lulusan Prodi Sejarah Mau Jadi Apa? (Sejarawan, Sastrawan, dan Karyawan)
Lulusan Prodi Sejarah Mau Jadi Apa? Sebuah pertanyaan yang umum diucapkan kepada mahasiswa prodi (program studi) Sejarah (Humaniora).
Lulusan prodi Sejarah (Humaniora), dalam hal ini khususnya Sejarah dan Peradaban Islam, tentu memiliki prospek yang lebih luas dibandingkan dengan lulusan Pendidikan Sejarah. Mereka memiliki peluang pekerjaan yang lebih beragam di berbagai bidang. Tidak terpaku pada satu profesi saja.
Umumnya, para lulusan prodi Sejarah pasti akan menjadi seorang sejarawan, peneliti, atau penulis sejarah. Bukan sebagai profesi utama, tetapi sebagai jati diri dan keahlian yang otomatis sudah melekat pada diri mereka. Para lulusan Sejarah memang dituntut untuk bisa menjadi seperti itu ke depannya. Mau tidak mau.
Baca juga: When We were Young
Walau pun mungkin bukan menjadi penulis sejarah, para lulusan prodi Sejarah tetap saja tidak akan bisa terlepas dari dunia kepenulisan. Bisa saja mereka menjadi penulis naskah, penulis novel, penulis freelance, editor, bahkan penerjemah. Intinya, Sejarah itu tidak terlepas dari Kesusastraan. Keduanya selalu saling berkaitan satu sama lain.
Dan yang lebih penting, para lulusan Sejarah dituntut untuk memiliki – setidaknya – satu karya kepenulisan. Baik itu sebuah artikel, makalah, cerpen, cerbung, antologi, novel, atau pun buku-buku tentang hal-hal yang berkaitan dengan sejarah. Jika belum pernah menuliskan sebuah karya, maka seorang alumni/lulusan Sejarah tidak bisa disebut sebagai Sejarawan.
Jadi, para lulusan prodi Sejarah ke depannya nanti kalau tidak menjadi Sejarawan, ya pastinya akan menjadi Sastrawan. Seharusnya.
Atau yang paling mentok, jika tidak bisa menjadi Sejarawan ataupun Sastrawan, mereka akan menjadi karyawan. Baik karyawan di museum, karyawan di toko buku, karyawan di penerbitan, atau pun karyawan-karyawan di bidang lainnya.