Mantan Misionaris : Bohongnya Kebahagiaan dari Pernikahan Beda Agama
Masjid Darussalam, Kota Wisata, Kabupaten Bogor, menyelenggarakan acara Mualaf Festival bertema "Mensyukuri Nikmatnya Hidayah dan Kemerdekaan untuk Memperkokoh Persatuan”, pada 19-20 Agustus 2023. Acara dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 itu didukung oleh Muallaf Centre Masjid Darussalam Kota Wisata, Forum Arimatea, Dompet Dhuafa, dan Corps Da’i Dompet Dhuafa (Cordofa). Mualaf Festival diisi ragam kegiatan, semisal pemutaran film “Eropa Menuju Islam”, kajian islami, testimoni mualaf, penyampaian kajian spesial, serta pemberian beberapa penghargaan semisal “Mualaf Award”, “Kristolog Award”, dan penghargaan untuk lembaga pembina mualaf terbaik.
Sejumlah tokoh Islam hadir sebagai pembicara dalam dua hari kegiatan tersebut. Di antaranya KH Cholil Nafis, Ustadz Oemar Mita, Ustadz Abu Deedat, Habib Mukhsin Al-Athos, dan tokoh-tokoh mualaf semisal Ustadzah Dewi Purnamawati, Drg. Carissa Granni, Ustadz Syamsul Arifin Nababan, Mr. Jerry D. Gray, dan lain-lain. Dan salah satu tema yang diangkat dalam kajian spesial di Mualaf Festival tersebut adalah “Nikah Beda Agama Menurut Pandangan Berbagai Agama” yang menghadirkan Ustadzah Dewi Purnamawati sebagai pembicara.
Dra. Dewi Purnamawati adalah mantan misionaris Kristen. Ia juga mantan aktivis gereja. Tahun 1999, ia resmi menyatakan keislamannya. Dewi lahir dari keluarga aktivis Kristen di Solo. Ayahnya dulu seorang muslim namun tahun 1971 mengubah keyakinan menjadi Kristen dan menjadi aktivis penginjilan (misi menyebarkan ajaran Kristen) yang militan. Sebagai mantan misionaris dan aktivis gereja, wanita kelahiran Solo, tahun 1962, itu pernah mengatakan, “Kalau Yesus memang Tuhan, mengapa para Nabi sebelumnya, antara lain Adam, Nuh, Ibrahim, Ishak, Ismail, dan lainnya tidak menyembah Yesus?”
Tampil sebagai pembicara di Mualaf Festival pada Sabtu, 19 Agustus 2023, Dewi Purnamawati menyebut, bahagia dalam pernikahan berbeda agama adalah kebohongan besar. Menurut dia, pernikahan berbeda agama menjadi fenomena yang kadang terjadi, dengan sebab utama adalah pacaran. Kisah dalam berpacaran yang tidak mengenal pengaruh agama kerap kali membuat pasangan seolah merasa bahagia. Namun, pada saat sudah menikah, hal yang tidak diinginkan akan terjadi. Banyak perdebatan dan kekacauan yang disebabkan perbedaan prinsip aqidah.
Baca Juga : Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Perkawinan Beda Agama
Dewi berkisah, pernikahan kedua orang tuanya yang berbeda agama memang diawali kemesraan dan kebahagiaan sebagaimana layaknya sepasang pengantin. Namun, kebahagiaan itutak berselang lama. Perbedaan keyakinan membuat mereka berdua selalu bertengkar. Hal ini akhirnya menyebabkan Ayah Dewi resmi murtad dan mengikuti agama istrinya.
“Orang yang menikah berbeda agama dalam Islam, mengindikasikan bahwasannya si pelaku adalah orang yang lemah imannya,bukan karena tekadnya untuk kelak mengislamkan pasangan,” katanya.
Padahal, Islam telah menyebutkan kasus pernikahan berbeda agama dalam firman Allah Swt,
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." – QS. Al-Baqarah: 221
Dewi memaparkan, agama lain pun menolak pernikahan berbeda agama. Orang yang menikah berbeda agama secara tidak langsung menunjukkan lemahnya iman orang tersebut. Tengok saja bibel yang menyebutkan hal itu dalam Nehemia 13:25.
“Aku menyesali mereka, kukutuki mereka, dan beberapa orang diantara mereka kupukuli dan kucabut rambutnya dan kusuruh mereka bersumpah demi Allah, demikian: ‘Jangan sekali-kali kamu serahkan anak-anak perempuanmu kepada anak-anak lelaki mereka, atau mengambil anak-anak perempuan mereka sebagai isteri untuk anak- anak lelakimu atau untuk dirimu sendiri!’”
Ia menyebut, umat Hindu pun menolak pernikahan beda agama. Mengutip Dirjen Bimas Hindu, IBG Yudha Triguna, ia mengatakan, dalam agama Hindu, setiap perkawinan disarankan untuk satu agama. Menurut dia, jika ada umat Hindu melakukan perkawinan dengan calon pasangan yang berbeda agama, maka terlebih dahulu calonnya itu wajib melaksanakan Sudi Widani, yaitu sebuah proses upacara bahwa yang bersangkutan resmi menyatakan diri sebagai umat Hindu.
Tak hanya itu. Di agama Konghucu, menurut Pengurus Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Chandra Setiawan, ritual peneguhan perkawinan hanya bisa dilakukan untuk orang yang meyakini Konghucu. Agama Konghucu, kata dia, tidak bisa memberikan peneguhan perkawinan terhadap pasangan yang tidak meyakini kebenaran. Chandra menyatakan, "Jika tidak meyakini konghucu, (perkawinannya) tidak bisa diteguhkan secara konghucu."
Beberapa hal ini, papar Dewi, menunjukkan, pernikahan berbeda agama mendapat banyak penolakan dari berbagai agama. Ketika seseorang tetap melakukannya, itu menunjukkan bahwa ia memiliki iman yang lemah karena menyelisihi agamanya. Hal itu menunjukkan pula bahwa banyak kebahagiaan yang akhirnya harus terberantas karena perbedaan prinsip aqidah. Sekaligus juga menunjukkan bahwa kebahagiaan dalam pernikahan berbeda agama adalah kebohongan besar. Justru sebaliknya, pernikahan berbeda agama kerap kali digunakan seagai modus untuk kegiatan pemurtadan.
Baca Juga : Perkawinan Beda Agama Melanggar Hak Asasi Manusia
Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang merupakan rujukan fatwa penduduk Islam di Indonesia, menyebutkan dalam Fatwa MUI Nomor 4/MUNAS/26-29 Juli 2005 tentang Perkawinan Beda Agama. Pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan laki-laki muslim dengan Ahlul Kitab, menurut qaul mu'tamad, adalah haram dan tidak sah.
Di bagian akhir sesinya, Dewi menyampaikan, pernikahan berbeda agama sesungguhnya hanya berdasarkan hawa nafsu dan tidak didasari cinta serta tanggung jawab. Hawa nafsu yang tak terbendung juga menunjukkan lemahnya kualitas iman seseorang.
"Terakhir, keluarga yang dibangun atas prinsip-prinsip aqidah yang berbeda hanyalah mengikuti hawa nafsu. Perkawinan lintas agama, bagi seorang muslim, menunjukkan lemahnya kualitas keimanan," tutup Dewi.