Mazhar Islam yang Hilang

Mazhar (penampilan) seseorang sangat mempengaruhi perilakunya. Bahkan mazhar merupakan salah satu unsur dari serangkaian kerangka pembinaan (tarbiyah) pribadi. Selain itu juga mazhar dapat menjadi tolak ukur dalam menilai kualitas iman seseorang serta menunjukan identitas (jati diri). Oleh karena mazhar ini amat mendasar, maka Rasulullah begitu serius dalam mendidik umatnya agar senantiasa memperhatikan penampilan. Hal ini juga untuk membedakan kita dengan umat lain.

Ciri khas dalam penampilan itu meliputi :

Kebersihan

Allah mengajarkan kita agar sebelum mengerjakan shalat berwudhu terlebih dahulu. Banyak sekali ayat Al-Quran yang menegaskan kecintaan Allah kepada orang-orang yang suka membersihkan diri.

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang suka bertaubat dan mensucikan diri – QS. Al-Baqarah:222

Hadits Rasul juga banyak mengupas tentang masalah ini. Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwasanya Nabi ﷺ‎ mengingatkan kepada kelompoknya (umatnya) yang tercelup dengan warna kuning, maka beliau bersabda : “Sesungguhnya kalian akan mendatangi saudara-saudara kalian. Maka perbaikilah keadaan kendaraan dan pakaian kalian agar kalian tampak mempesona di tengah-tengah manusia. Karena sesungguhnya Allah tidak menyenangi kesembronoan”.

Bahkan ada hadits Rasul yang menerangkan keutamaan bersiwak. Kebersihan lahir tentu mengharuskan syarat kebersihan batin, sehingga tidak digunakan sebagai sarana untuk ujub atau riya’.

Perbedaan dalam pakaian

Pakaian tidak hanya berfungsi untuk menutup aurat. Tapi lebih dari itu, ia juga merupakan perlambangan. Lambang identitas bagi yang mengenakan, ketakwaan dan ketawaduan bisa terlihat dari pakaian. Seperti juga kesombongan dan kemubaziran.

Anas bin Malik Ra. berkata: Nabi Muhammad ﷺ‎ bersabda,

“Siapa yang memakai sutera di dunia, maka tidak akan memakainya di akhirat.” – HR. Bukhari Muslim

Juga diriwayatkan dari muslim dari Abdullah bin Amr ibnu Ash, katanya, “Rasulullah ﷺ‎ pernah melihat dua lembar pakaianku yang tercelup dengan warna kuning, maka beliau bersabda:

“Sesungguhnya ini termasuk pakaian orang-orang kafir, maka janganlah engkau memakainya”. Dalam riwayat lain Amru berkata, “Apakah harus aku harus mencucinya? Maka Nabi ﷺ‎ menjawab, “Bahkan bakar saja”.

Dari Ibnu Umar Ra. berkata, Rasulullah ﷺ‎ bersabda:

“Allah tidak melihat dengan rahmat-Nya pada orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki karena sombong”. – HR. Bukhari, Muslim

Ibnu Umar Ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ‎ pernah membuat cincin emas, dan ketika memakainya meletakkan matanya di bagian dalam telapak tangan, maka orang-orang juga membuat cincin emas itu dan ketika Nabi ﷺ‎ duduk diatas mimbar tiba-tiba ia mencabut cincinya sambil bersabda:

“Demi Allah aku tidak akan memakainya lagi untuk selama-lamanya”. Maka orang-orang juga membuang cincin mereka”. – HR. Bukhari, Muslim

Dalam buku Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Umar Ra. pernah menulis surat kepada kaum muslimin yang bermukim di negeri Persia. Dalam surat tersebut beliau berkata, “Jauhilah olehmu hidup bermewah-mewah dan (memakai) pakaian orang musyrik”.

Memelihara jenggot

Dari Abu Hurairah Ra. berkata, Nabi ﷺ‎. bersabda:

“Tuntunan fitrah itu lima: 1. Khitan, 2. Mencukur bulu sekitar kemaluan, 3. Mencabut bulu ketiak, 4. Memotong kuku, 5. Memotong kumis”. – HR. Bukhari dan Muslim

Dari Ibnu Umar Ra. berkata Rasulullah ﷺ‎ bersabda:

“Kalian harus berbeda dari musyrikin, pelihara (panjangkanlah) jenggotmu dan potong kumismu”. – HR. Bukhari dan Muslim

Diriwayatkan oleh Abu Ishaq dan Ibnu Jarir dan Yazid bin Abi Habib bahwa ada dua orang majusi bertamu ke rumah Nabi. Keduanya mencukur jenggotnya dan memanjangkan kumisnya. Maka Rasulullah ﷺ‎ berkata kepada mereka, “Celakalah kalian siapa yang menyuruh kalian berbuat demikian?” Mereka menjawab, “Rabb kami (yang mereka maksud kaisar kami). Maka Nabi bersabda, “Akan tetapi Rabbku menyuruhku memelihara jenggot dan mencukur kumis”.

Larangan meniru-niru (tasyabbuh) diantaranya:

a. Menyambung rambut dan bertato.

Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Rasulullah ﷺ‎ mengutuk orang yang menyambung rambutnya, yang meminta disambung rambutnya, orang yang bertato dan orang yang meminta dirajah pada kulit badannya. – HR. Bukhari dan Muslim

b. Menyerupai wanita dan sebaliknya.

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ‎ mengutuk laki-laki yang menyerupai (berlagak) seperti wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki. – HR. Bukhari

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Umar Ra. bahwa Rasulullah ﷺ‎ bersabda, “Bukanlah dari golongan kami orang yang menyerupai suatu kaum selain kami. Janganlah kamu menyerupai Yahudi dan Nasrani”.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Abbas Ra. katanya, Rasulullah ﷺ‎ bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk dari golongan mereka”. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Said bin Al Musayyib, ia berkata, “Muawiyah pernah datang ke Madinah dan berkhutbah di depan kami, kemudian beliau mengeluarkan seuntai rambut palsu seraya berkata, “Aku tidak pernah melihat orang berbuat semacam ini kecuali orang Yahudi. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ‎ pernah mengetahuinya dan menamakannya pemalsuan”.

Perintah memakai Jilbab

Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. – QS. Al-Ahzab:59

Dalam suatu riwayat pernah dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk qadha hajat (buang air). Pada waktu itulah kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah ﷺ‎, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab. “Kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunlah ayat ini sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya.

Dari nash-nash tersebut di atas terdapatlah disimpulkan bahwa seorang muslim haruslah memiliki kepribadian khusus, penampilan dan karakteristik berbeda dari semua orang. Kita tidak diperkenankan mengikuti secara membabi buta model pakaian orang lain atau bertingkah laku serta penampilan seperti mereka. Hal ini agar kita dapat menempati barisan terdepan dan menduduki posisi pimpinan dan sebagai panutan bagi seluruh manusia. Bukankah Allah telah berfirman, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. – QS. Ali Imran:110

Penulis : E. Izzati

Disadur dari majalah Sabili Edisi Nomor 21/Th. IV, 1-14 Juli 1992