Melawat Ke Ambon: Sebuah Catatan Perjalanan

Ambon - Siapa yang tak ingin berkunjung ke sana? Kota yang telah akrab di telinga orang Indonesia bahkan semenjak masa kanak-kanak. Bukan saja karena nama kota ini sering disebut dalam pelajaran sejarah, tetapi lagu daerah ambon seperti: Ayo Mama, Sarinande, Burung Tantina, dan lain-lain, telah begitu akrab di telinga di masa-masa termanis dalam hidup kita.

Dari berbagai hal, kota ini memang memiliki banyak pesona yang diam-diam menyalakan hasrat hati siapa pun untuk berkunjung. Seperti yang kerap terlihat di layar televisi, pemandangan laut yang dikelilingi bukit-bukit hijau, hamparan pantai yang indah serta warna air laut yang masih biru, memanjakan mata dengan eksotime alam yang relatif masih murni.

Bagi para pelancong sejarah, kota Ambon juga memiliki banyak jejak penting. Sebagaimana kita ketahui, setelah sukses menapaki Malaka pada tahun 1511 masehi, maka target perburuan rempah-rempah orang Portugis berikutnya adalah Kepulauan Maluku, yang di dalamnya termasuk kota Ambon. Portugis sudah mulai mendarat di Maluku pada tahun 1512, tepatnya di Pulau Banda. Kawasan Ambon mulai mereka sentuh pada tahun 1513. Ambon mengabadikan jejak bangsa Portugis dalam beberapa peninggalan sejarah berupa benteng Victoria, benteng Amsterdam, serta berbagai senjata dan perlengkapan benteng yang digunakan pada masa itu.

Maluku secara umum dan Kota Ambon, sudah barang tentu memiliki magnet tersendiri bagi para pebisnis di industri kelautan. Laut Maluku diyakini memiliki potensi hayati yang sangat besar dan beragam, hingga saat ini belum dikelola secara maksimal.

Penulis merasa beruntung dapat berkunjung ke Kota Ambon atas biaya dinas. Ada pekerjaan di kota ini selama 4 hari. Di sela-sela waktu waktu kosong itulah, penulis sempatkan diri mengenali Kota Ambon dengan berjalan kaki dari penginapan. Tentu tidak banyak sudut kota yang bisa dijangkau di tengah kepadatan kegiatan kerja.

Masjid Raya Al Fatah.

Kebetulan tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Sore menjelang maghrib, kami sempatkan diri untuk berkunjung. Masjid yang megah dengan gaya arsitektur Timur Tengah. Dua menara besar di sisi kanan dan kiri masjid, di tengahnya melengkung indah kubah masjid dengan ornamen kuning coklat.

Masjid Raya Al Fatah di Kota Ambon - Foto oleh M. Hilal / Sabili.id

Masjid ini memang menjadi salah satu ikon Kota Ambon dan menjadi tujuan wisata religi yang kerap menjadi target utama kunjungan para wisatawan. Bukan sekedar untuk mengagumi keindahan dan kemegahannya, banyak juga pelancong yang menyempatkan diri untuk mampir ke masjid ini karena pertimbangan sejarah.

Masjid ini telah dirintis pendiriannya semenjak tahun 1936 masehi. Konon, untuk menggantikan posisi Masjid Jami Kota Ambon yang sudah mulai terasa sempit. Ada dua peristiwa sejarah yang penting yang memiliki pertalian langsung dengan masjid ini.

Pertama, masjid ini diberi nama sebagai Masjid Al Fatah oleh aktor sejarah yang sangat penting di negara kita, yakni Presiden Soekarno.

Penamaan itu beliau lakukan pada saat peletakan batu pertama perluasan bangunan masjid pada tanggal 1 Mei 1963. Tanggal dan tahun tersebut ternyata bertepatan dengan penyerahan Irian Barat ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kedua, aspek historis yang juga lekat dengan masjid ini adalah pada saat terjadi konflik di Maluku. Masjid Al Fatah menjadi benteng sekaligus pusat komando kaum muslimin pada saat itu. Bukan untuk mengenang konfliknya, tetapi untuk mengenang berbagai mukjizat yang diyakini terkadi di kawasan masjid ini. Misalnya, kemunculan pasukan berkuda dan bersorban putih pada saat kaum muslimin terkepung di masjid ini. Konon, pasukan berjubah putih inilah yang membantu kaum muslimin mampu memukul mundur para pengepungnya.

Masjid yang terletak di seberang Jalan Sultan Babullah, Kota Ambon, memiliki luas lahan 5000 m2. Luas bangunannya sendiri mencapai 2.200 m2. Masjid ini mampu menampung 1000 orang jamaah lebih. Letaknya yang berada di jantung Kota Ambon membuat masjid ini selalu ramai dipadati jamaah.

Sore hari saat kami berkunjung, kebetulan langit Ambon lagi cerah. Sehingga suasana sore di depan masjid terasa indah. Lapangan masjid yang luas dengan deretan kursi-kursi besi di beberapa sisinya memang mendukung untuk healing sambil menatap keindahan masjid yang sedang bermandikan cahaya senja.

Banyak penduduk setempat dan mungkin juga musafir yang nampak duduk-duduk santai di selasar masjid. Selasar yang cukup luas, membentuk sebuah lorong yang menghubungkan bangunan utama masjid dengan tempat wudhu, kamar mandi, dan ruang belajar di lorong sebelah kanan.

Uniknya, di belakang selasar itu ada tanah kurang lebih 20 x 15 meter yang difungsikan sebagai taman. Ada banyak pepohonan di taman itu. Di sisi-sisi taman juga dilengkapi dengan kursi-kursi besi. Taman ini sangat mendukung untuk kegiatan membaca atau menulis, atau menghafalkan ayat Al-Quran. Mitra kerja kami, yang juga mengantar kami jalan-jalan, ternyata menyelesaikan tesisnya sebagian besar di taman ini. Taman mungil ini menjadi sentuhan yang indah dan melengkapi kemegahan masjid.

Alhamdulillah, kami berkesempatan untuk sholat maghrib berjamaah di masjid Al Fatah. Selesai shalat, tak jauh dari masjid, ada banyak pilihan untuk urusan isi perut. Makan ikan tentu saja, ikan segar tinggal pilih, kemudian di masak di tempat, selanjutnya tinggal menikmati.

Gong Perdamaian Dunia.

Lokasi tidak begitu jauh dari Masjid Al Fatah. Bisa ditempuh dengan jalan kaki, kurang dari 20 menit. Gong Perdamaian Dunia di Ambon adalah salah satu dari banyak Gong Perdamaian yang tersebar di berbagai negara. World Peace Gong, adalah simbol persaudaraan dan perdamaian.

World Peace Gong di Kota Ambon - Foto oleh M. Hilal / Sabili.id

Pendirian monumen berupa Gong Perdamaian di Kota Ambon tidak terlepas dari sejarah konflik Sara yang pernah menghancurkan kota ini. Di Bangun pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada tanggal 25 November 2009. Selain di Ambon, Gong Perdamaian di Indonesia juga didirikan di Bali, Kota Palu, Ciamis, dan Kota Blitar.

Memiliki bentuk bangunan yang mirip, yakni sebuah gong besar dengan dengan tulisan World Peace Gong dan dikelilingi gambar bendera negara-negara pendukung perdamaian, dua pilar penyangga. Ukuran Gong atau diameternya mungkin juga berbeda satu sama lain.

Gong Perdamaian di Kota Ambon berdiri di tengah Taman Pelita, di pusat Kota Ambon. Posisi Gong Perdamaian layaknya sebuah monumen, agak berada di ketinggian. Untuk mencapai posisi Gong Perdamaian, mesti menapaki undukan yang lumayang tinggi dari dasar atau jalan taman. Tempat ini memang menjadi salat satu tempat favorit untuk pengambilan foto.

Konsep monumen yang menyatu dengan taman kota sudah barang tentu dilengkapi dengan tempat nongkrong yang bikin kerasan. Bentuk bangunan yang melingkar di tata menjadi taman yang asyik untuk joging atau sekedar jalan-jalan santai.

Jika butuh ngopi sambil bincang-bincang ringan, beberapa kedai UMKM yang dibina oleh pemerintah setempat siap memenuhi keinginan anda dengan aneka minuman, makanan ringan, hingga makan berat. Beberapa makanan khas Ambon semacam Pisang Asar, Gogos, dan kue Ampas Tarigu, jika beruntung bisa anda dapatkan di sini.

Nah, yang menarik. Di bawah monumen Gong Perdamaian ternayata ada bangunan. Mengambil jalan agak melingkar, di sisi kanan bawah Gong, akan ada pintu masuk yang di atasnya tertulis “Museum Gong Perdamaian Dunia Ambon”.

Rupanya ruang yang persis berada di bawah monumen tersebut berbentuk segi delapan. Ruang melingkar mengitari sebuah dinding yang menjadi tempat meletakkan sebuah plakat bertulis “World Peace Gong” yang dilengkapi nama-nama negara yang mungkin hadir dalam peresmian tersebut. Ada 35 nama negara yang tercantum di sana, di antaranya: China, India, Mozambique, Mesir, Jerman, Aljazair, dan lain-lain.

Di setiap sesi dinding museum tertempel aneka peristiwa yang terkait dengan isu perdamaian. Ada foto deklarasi damai, ada juga gambar peringatan hari perdamaian internasional, Perjanjian Malino, foto-foto ritual cuci negeri, dan ada juga foto sebuah angkot warna kuning yang di duga sebagai pemicu konflik Sara di Ambon pada tahun 1999.

Karena memang dalam kunjungan dinas, tak banyak tempat yang kami kunjungi. Semoga kunjungan ke masjid Al Fatah dan monumen Gong Perdamaian Dunia mampu terus menghidupkan silaturrahmi dan rasa persaudaraan di antara kita.