Menara Perubahan Talks Gugah Masyarakat Sipil sebagai Kunci Keberhasilan Pemilu yang Bersih
Hal itu mengemuka dalam diskusi pekanan yang digelar Menara Perubahan Talks, pada Rabu (24/1/2024). Acara diskusi pekanan yang digelar Menara Perubahan Talks itu diadakan setiap Rabu, berlokasi di Rumah Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII), Jakarta Selatan. Kemarin, diskusi pekanan mereka mengangkat tajuk “Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Kemenangan Rakyat”.
Hadir sebagai pembicara Rabu kemarin adalah Dr. Sidratahta Muchtar (Pengamat Gerakan Sosial) dan Ir. Asep Efendi (Ketua Dewan Pembina Menara Perubahan). Di dalam sesi Talkshow, Sidratahta menggugah peran Masyarakat sipil. Ia menjelaskan, dari segi sejarah terdapat hubungan yang kuat antara Indonesia dengan gerakan sosial.
Keberagaman sosial yang lantas melahirkan Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti adanya perubahan-perubahan sosial itu. Akan tetapi, menurut dia, masa reformasi kemudian melahirkan berbagai turbulensi. Di antaranya, lahirlah power over yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan.
Sidratahta pun menjelaskan, saat ini ada dua kubu yang tengah bersaing. Antara kubu yang memiliki misi untuk menyelamatkan demokrasi dengan kubu yang ingin melanggengkan kekuasaan.
“Biasanya setelah 10 tahun, gagasan yang paling menonjol dan gampang diterima itu adalah ketika mendorong perubahan. (yaitu) Bagaimana menerjemahkan konsep kebebasan, konsep keadilan, konsep merevisi kelemahan-kelemahan Presiden sebelumnya,” ucap Sidratahta.
Baca juga: Isi Lengkap Pernyataan Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli (G-45)
Sidratahta pun menyoroti kalangan anak muda. Menurut dia, potensi anak muda sangat besar. Sebab, 50 persen lebih pemilih berasal dari kalangan anak muda. Maka, tidaklah aneh jika anak muda sebagai basis kampanye, karena kampanye identik dengan soal masa depan.
Selain itu, Sidratahta pun menjelaskan, ketika masyarakat ingin melakukan perubahan, perlu adanya kekuatan elite dari lapisan masyarakat sipil yang melihat beberapa hal, di antaranya adalah tentang konsistensi aparatur negara sebagai penyelenggara pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus menjamin integritas data, agar data tidak diselewengkan. Mulai dari pemungutan suara di tingkat TPS hingga data itu sampai di KPU di pusat.
Tentu akan sangat membahayakan jika aparatur negara tidak netral. Sebab, pemerintah atau birokrat yang kita pilih tidak bertahan lama, bisa saja hanya lima tahun mereka berkuasa. Tetapi jika yang tidak netral itu adalah aparatur negara, mereka bisa sampai pensiun tidak diganti, sedangkan mereka memiliki anggaran serta hak untuk mengontrol dan membina.
“Karena Bawaslu-nya lumpuh, tidak punya greget di dalam fungsi ini, maka gerakan sipil ini harus menyempurnakan (fungsi itu). Harus melawan kemungkinan adanya ketidak konsistenan di dalam pelaksanaan tugas Bawaslu di setiap tingkatan,” pesan Sidratahta.