Gaya Hidup Minimalis ala Rasulullah SAW
Saudiah Mawaddah, S.Si., M.Si (Alumni Institut Teknologi Bandung)
Aliran minimalis mulai populer di kalangan masyarakat Eropa dan Amerika pada akhir tahun 1950-an dan mulai berkembang pada tahun 1960-an. Salah satu pelopor gerakan minimalis adalah Ludwig Mies van der Rohe seorang arsitek asal Jerman dengan motonya "Less is more". Ludwig Mies berhasil meletakkan prinsip dasar desain minimalis, yakni desain yang fokus pada fungsi ruang dan menghapus ornamen yang dianggap tidak penting dan mubazir.
Aliran minimalis ternyata mudah diterima masyarakat luas karena prinsipnya yang sederhana. Aliran ini bahkan mulai menjalar diberbagai aspek kehidupan termasuk "Gaya Hidup Minimalis". Gaya hidup yang mengedepankan kesederhanaan dan membatasi kepemilikan barang yang tidak penting.
Salah satu pelopor Gaya Hidup Minimalis adalah Marie Kondo, seorang wanita asal Jepang yang berhasil "mendakwahkan" pemikirannya melalui Bukunya "The Life Changing Magic of Tidying Up ; The Japanese Art of Decluttering and Organizing". Buku ini telah terjual lebih dari 5 juta kopi dan dinobatkan menjadi buku paling laris nomor 1 oleh New York Times.
Selain Marie Kondo ada beberapa tokoh minimalis lainnya yang ikut berkontribusi menerbitkan bukunya, salah satunya Buku "Seni Hidup Minimalis" Karya Francine Jay. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dianggap sebagi buku terpopuler. Menurut penulis, buku "Seni Hidup Minimalis " termasuk buku yang bagus dan sangat baik diterapkan di kehidupan sehari-hari. Namun walaupun demikian, sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita bisa memilih dan memilah agar ilmu yang kita amalkan sejalan dengan syariat-Nya.
Pada dasarnya menjadi minimalis berarti melepaskan keterikatan diri dengan barang dan menyederhanakan standar dan gaya hidup.
Selaku seorang muslim sudah seharusnya kita sadar bahwa konsep minimalis ini sudah terlebih dahulu diajarkan Rasulullah SAW!
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. Al Furqan: 67)
Tapi mirisnya kita tidak kunjung mengamalkannya di dalam kehidupan sampai "faham minimalis ini" masuk. Bukan berarti tidak boleh kita mengamalkannya, hanya saja sangat disayangkan, ketika trend-trend baru muncul kita begitu cepat mengadopsinya dan cenderung berbondong-bondong ikut-ikutan hanya karena trend ini terkesan keren dan kekinian yang seakan-akan mengikuti perkembangan zaman.
Sadarkah kita terkadang hati ini begitu keras sehingga sangat sulit menerima ayat-ayat dari Allah yang sudah jelas kebenarannya. Kita cenderung cepat takjub dengan ilmu Barat ( Ilmu non muslim lainnya) yang "katanya" modern dan kekinian.
Padahal sebagai muslimin menjadi minimalis bukan lagi pilihan ataupun ikut-ikutan trend, melainkan suatu keharusan yang harus dijalani hingga akhir hayat.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra: 26-27).
Sebagai muslimin sudah seharusnya kita berada ditaraf mengamalkannya dan menjadikannya habit yang melekat. Tapi pada kenyataannya kaum muslimin masih saja terjebak dalam perlombaan menumpuk harta dan melakukan pemborosan yang sia-sia.
(ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, Lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. QS At- Taubah 35
Syaikh al-Utsaimin Rahimahullah berkata, "Di antara perbuatan yang termasuk israf (berlebih-lebihan) adalah mengoleksi pakaian tanpa adanya kebutuhan mendesak. Kebanyakan wanita di zaman ini, saat muncul model pakaian baru, mereka bergegas membelinya, sampai rumahnya penuh dengan berbagai jenis pakaian tanpa adanya kebutuhan," (Syarah Kitab Riyadhussolihin, Vl 550).
Penulis teringat ungkapan dari seorang tokoh cendekiawan kelahiran Mesir 1849, Muhammad Abduh mengenai kaum muslimin, yang mana bagi penulis ini cukup mewakili keadaan kaum muslimin secara garis besar dan seharusnya menjadi temparan besar bagi kita.
"Aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat İslam."
Sekali lagi, sangat disayangkan ketika kaum muslim mulai bangga mengadopsi pemikiran-pemikiran yang dianggap modern yang tidak jarang pemikiran tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Walaupun terkadang ada yang sejalan, namun pemikiran tersebut sifatnya rapuh, tidak kokoh dan cenderung berubah-ubah. Sehingga tidak bisa dipakai menjadi acuan secara keseluruhan, untuk sekelompok tertentu mungkin baik, namun belum tentu baik untuk sekelompok lainnya.
Seorang muslim seharusnya bangga dengan ajaran agamanya sehingga istilah-istilah yang diajarkan nabi sepatutnya sudah membumi. Seperti sifat qana'ah dan zuhud, sifat-sifat inilah yang sejatinya didakwahkan kaum minimalis dan Islam sudah tuntas membahasnya.
“Berpeganglah kalian kepada sifat qana’ah, karena sesungguhnya qana’ah itu harta yang tak akan habis”. (HR. Thabrani)
Menurut Syeikh Abu Zakaria Ansari, Qana'ah itu berarti merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, terutama dalam pemenuhan keperluan hidup yang berupa makanan, pakaian, dan lain-lain.
“Zuhudlah dari dunia, niscaya Allāh akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada pada manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR Ibnu Mājah)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
"Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat"
Maka sudah saatnya kita kembali mencintai ilmu yang telah dijabarkan di dalam Al-qur'an, dijelaskan di dalam Hadist, dan dikisahkan dalam sirah-sirah Nabawiyah.
Penulis ingin memberikan sedikit gambaran mengenai kehidupan Nabi melalui hadist yang diriwayatkan oleh para sahabat
“Tempat tidur Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam dari kulit yang diisi dengan sabut” (HR. Bukhari no. 6456, Muslim no. 2082).
Umar bin Khattab datang ketika Rasulullah SAW sedang tidur di atas tikar yang membuat bekas pada kulit di bagian sisi. Sontak Umar pun berkata, “Wahai Nabi Allah! Andaikan engkau menggunakan permadani tentu lebih baik dari tikar ini”. Maka beliau pun bersabda: “Apa urusanku terhadap dunia? Permisalan antara aku dengan dunia bagaikan seorang yang berkendaraan menempuh perjalanan di siang hari yang panas terik, lalu ia mencari teduhnya di bawah pohon beberapa saat di siang hari, kemudian ia istirahat di sana lalu meninggalkannya” (HR. At Tirmidzi 2/60, Al Hakim 4/310, Ibnu Majah 2/526. dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1/800).
Bukan Rasulullah tidak mampu untuk hidup dalam kemewahan, hanya saja beliau ingin memberikan sebaik-baik contoh kepada umatnya. Kita ketahui bersama bahwa sedekahnya Rasulullah untuk dakwah sangat besar.
Ketika Bani Hasyim diboikot selama sekitar tiga tahun, Rasulullah dan bunda Khadijah menggunakan hartanya untuk menolong kaum muslimin. Rasulullah juga beberapa kali memerdekakan budak dan menyedekahkan hartanya yang tidak sedikit jumlahnya.
Rasulullah adalah sebaik-baik suri tauladan. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum muslimin mengimaninya secara hati, lisan, dan perbuatan.
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS Ibrahim: 7).
Jika kaum non muslimin saja bisa totalitas hidup untuk dunianya, maka kita sebagai muslimin harusnya malu karena kita tau bahwa hidup ini bukan perkara dunia saja melainkan ada yang lebih penting lagi, yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi. Maka sudah sewajarnya kita lebih unggul dari mereka karena motivasi kita lebih besar berupa keimanan kepada Allah, para nabi dan rasul, para malaikat, kitab-kitab Allah, hari kiamat, serta qada dan qadar.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (Q.S Al-Maidah: 3)