Mengenang Keluarga Syuhada Dr. Neezar Rayyan (Bagian 2)
DR. Neezar Abdul Kader Mohammed Rayyan (6 Maret 1959 – 1 Januari 2009), atau biasa orang mengenalnya dengan nama Neezar Rayyan rahimahallah adalah seorang akademisi yang menjadi salah satu komandan militer senior Hamas yang tewas Bersama dengan anggota keluarganya saat agresi militer Israel 2009.
Oh, Usamah kecil, ternyata rudal tak bisa membedakan keduanya!
Sepertinya ayah melindungi kepala Usamah dengan kedua tangannya dan melindungi kakinya dengan kaki beliau!
Namun tangan beliau yang besarpun tak mampu menahan dua pecahan bom sehingga menembus dahinya, maka keluarlah darah darinya.
Disamping beliau ada jasad Aayah, putri beliau, sangat cantik bagai bulan purnama. Belum genap 12 tahun, belum memakai jilbab. Saya berkata,
"Allah meridaimu wahai Aayah, saudariku."
Tepat di sebelahnya adalah Ibunda Aayah. Jilbabnya telah menutupi wajahnya. Demi Allah dengan tanganku sendiri saya buka wajahnya agar saya tahu siapa dia.
Dan wajahnya seakan bercahaya sedang pipinya sangat lembut seperti ia sedang tidur. Saya hanya bisa mengatakan,
"Semoga Allah merahmatimu wahai ibunda."
Dalam dekapannya ada jasad As'ad usia satu tahun, belum disapih dari susu ibunya….bahkan dari darahnya!
Baca Juga : Mengenang Keluarga Syuhada Dr. Neezar Rayyan (Bagian 1)
Di bagian teras rumah nampak ada beberapa jasad anak-anak. Dan sebenarnya jasad-jasad di tempat ini lebih banyak dari pada yang saya temukan dan yang belum dibawa ke rumah sakit. Saya pun berkata kepada orang-orang,
"Antarkan saya ke Rumah Sakit."
Ternyata di sana ada beberapa jasad yang belum saya ketahui. Saya berdiri di depan kamar mayat, sedang jasad-jasad tak henti-hentinya berdatangan. Semuanya adalah jasad orang-orang yang saya cintai!
Dari kejauhan saya melihat orang-orang sedang membawa sesosok jasad. Mereka berjalan menuju ke arah saya, yaitu kamar mayat. Saya berkata dalam hati,
"Pasti itu jasad ibu saya. Demi Allah ternyata benar jasad ibu saya. Saya masih bertanya-tanya dalam hati kenapa saya tidak meninggalkan beliau di rumahku saja, bagaimana bisa ia tetap tinggal di rumah ayah?"
Saat mereka sampai di kamar mayat, saya berkata,
"Saya ingin tahu siapa itu…?"
Ya Rabbi.. betul beliau adalah ibu saya. Masih mengenakan baju panjangnya, jilbab. Baju panjangnya masih melapisi gamisnya, masih memakai celana panjangnya juga!
Saya hanya berkata,
"Semoga Allah merahmati ibu. Allah telah menutupi ibu baik di dunia maupun di akhirat, saat ibu hidup dan ibu mati."
Setiap kejadian aneh dan mengherankan, dan juga kejadian yang tidak dapat dipercaya yang dilalui dan dirasakan oleh manusia sepertinya tidak mungkin terjadi sebagaimana yang saya alami saat ini, sampai saya pun berkata dalam hati,
"Mungkinkah hal seperti ini terjadi di dunia?"
Saya telah mencari di antara para korban yang masih hidup..dan itu tidak ada. Akhirnya saya bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar,
"Saya ingin bertemu Bilal!"
Baca Juga : Kisah Keluarga As-Syahid DR. Nezar Rayyan
Sepanjang hidup saya, saya telah mengira bahwa saya lebih kuat dan tabah dari Bilal. Semoga Allah mengampuni saya. Dan yang pasti, saat musibahlah akan terlihat kemuliaan jiwa seseorang. Sungguh saya melihatnya…ia lebih berjiwa besar dari pada saya. Dan ia lebih kuat dari bayangan saya sebelumnya.
Ia memelukku seperti ayah. Ia berkata kepada saya sedang air matanya telah membuatnya tercekat,
"Orang laki-laki itu dilihat dari sikapnya. Dan semasa hidupnya, sikap ayah adalah sikap seorang lelaki, ia pun meninggal sebagai lelaki!"
Akan tetapi saat dibukakan pintu kamar mayat di depannya, ia pun terpaku dan gemetar kakinya. Lalu ia terduduk di depan pintu, tidak kuat lagi berdiri!
Lalu saya melihat Muhammad. Di balik badannya yang besar, saya tidak melihatnya saat itu kecuali seperti anak yatim kecil.
Saya kembali merasa demam. Ada rasa nyeri di hati. Ya, hati yang ada di dalam dada ini. Tapi hanya saat itu saja…akhirnya saya tahu arti dari Firman Allah Azza wa Jalla,
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa." – Al-Qashash : 10
Duhai Rabbi, hamba mengerti maksud ayat itu, Allahlah yang telah membuat saya mengerti.
Setelah itu orang-orang membawa saya ke rumah kakek, Abu Ziyad rahimahullah. Jarak satu meter dari pintu gerbang apartemen di mana keluarga kakek saya tinggal. Semua keluarganya telah berkumpul untuk menantikan kabar. Saat mereka melihat saya, serempak mereka bertanya,
"Bagaimana kabarnya Baraa?"
Saya hanya menjawab,
"Semua keluarga saya meninggal."
Karena masih belum percaya, mereka bertanya lagi,
"Apa maksudmu..?"
Dan saya kembali menegaskan,
"Semua keluarga saya..semuanya..semuanya!"
Mereka mengulang pertanyaan yang sama untuk yang kesekian kalinya,
"Maksudmu….?"
Akhirnya saya jawab,
"Ayahanda meninggal!, ibunda meninggal!, Ghassan meninggal!, Abud meninggal!...siapa lagi yang kalian ketahui..?”
Mereka seakan tidak percaya dengan apa yang saya katakan. Akhirnya mereka saling berbisik,
"Dia sedang meracau…"
Malam harinya saya berbicara di stasitun TV Al-Jazeerah. Saya berkata kepada orang-orang,
"Kita ini hidup di dunia apa…dan kita dapat berharap menjadi umat apa…sampai darah-darah kami harus ditumpahkan dengan cara seperti ini..?"
Dan jawabannya adalah,
"Kita akan hidup di dunia hak-hak asasi manusia…dan kita berharap menjadi umat yang dikatakan oleh Nabi kita, "Tidak boleh darah seorang muslim pun ditumpahkan!"
---
Diterjemahkan dari akun Facebook Baraa Neezar Rayyan