Menikmati Stigma Teroris
Saat Rusia hendak mengambil tanah Ukraina, seluruh dunia menghujat. Eropa dan Amerika memberikan bantuan peralatan tempur dan pelatihan militer ke Ukraina. Tetapi saat rakyat Palestina merebut tanahnya sendiri yang dirampas oleh penjajah Zionis Israel, dunia memanggil rakyat Palestina dengan sebutan “teroris”. Mengapa demikian?
Kebangkitan dan kemenangan kaum Muslimin tidak boleh ada hutang budi dari peradaban lainnya. Tidak boleh merupakan hasil belas kasihan bangsa lain. Tidak boleh hasil pemberian siapa pun. Tetapi buah pertolongan dari Allah saja. Jangan seperti Zionis Israel yang keberadaannya di Palestina adalah hasil pemberian dan belas kasihan Inggris. Bisakah Zionis Israel membusungkan dada di hadapan masyarakat internasional?
Mengapa Allah mewafatkan Ayah, Ibunda, Kakek, Paman dan Istrinya Rasulullah saw di saat situasi kritis? Padahal, saat itu Rasulullah saw membutuhkan pertolongan? Saat Rasulullah saw mengalami blokade ekonomi oleh Musyrikin Quraisy, mengapa tidak ada perjanjian Hilf al-Fudul saat dahulu penduduk Mekah bersepakat memberangus kezaliman?
Muslimin adalah tanda kemukjizatan Allah di muka bumi. Allah ingin menunjukkan kemahabesaran-Nya melalui tangan kaum muslimin saja. Romawi dan Persia dibebaskan hanya dalam hitungan tahun, padahal mereka telah berperang 600 tahun tanpa ada satu pun pemenang tunggalnya. Seluruh Eropa bersatu di perang Salib, namun bisa ditundukkan dengan seorang Shalahuddin Al-Ayubi saja. Mongol menyerbu bagian dunia dengan cepat dan ganas, namun bisa terhimpit di Ainu Jalut oleh para mantan budak yang dididik oleh penguasa bani Ayyubiyah.
Baca Juga : Kekalahan Yahudi: Tak Bisa Melawan Ketakutannya Sendiri
Perjuangan rakyat Palestina dijuluki teroris oleh sebagian warga dunia, karena mereka tidak tahu lagi padanan kata yang cocok yang dapat digunakan dalam percaturan perang informasi untuk menutupi kebiadaban dan kekejaman mereka sendiri. Dengan memilih kata “teroris” untuk disematkan kepada rakyat Palestina, diharapkan dukungan dan simpati akan menyasar kepada mereka. Tetapi, bisakah kebohongan ini terus berlanjut?
Musyrikin Quraisy pun menerapkan upaya itu juga. Memilih padanan kata yang cocok untuk Rasulullah saw. Kata apa yang dipilih? Penyair, orang gila, ahli sihir. Kata-kata julukan yang memisahkan seseorang dari keluarga dan kabilahnya. Pemilihan kata-kata itu pun hasil musyawarah yang panjang dan alot dengan para pemuka dan intelektual Musyrikin Quraisy ketika itu. Jadi, rumusan “teroris” sekarang merupakan bagian perang informasi yang didesain sempurna dan terstruktur. Bisakah terus bertahan?
Generasi Thufail bin Amr berasal dari Bani ad-Dausi akan selalu muncul di setiap zaman. Generasi yang awalnya tidak tahu tentang perang informasi yang dilancarkan Musyrikin Quraisy pada Rasulullah saw. Generasi yang awalnya dicekoki disinformasi dan hoaks, akhirnya menemukan fakta yang dilihat dan didengarnya sendiri. Menyematkan kata “teroris” pada rakyat Palestina semakin membuat penasaran tentang perjuangan mereka.