Menyelami Hikmah dari Fitnah Kubro di Sekolah Pemikiran Islam

Sekolah Pemikiran Islam (SPI) angkatan 14 telah memasuki pekan kedua belas. Di pekan kedua belas ini, kuliah pada Rabu (13/11/2024) malam mengangkat tema “Fitnah Kubro” yang dibawakan oleh Ahmad Rofiqi Lc, MPd. Di depan puluhan siswa di aula kantor Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Jakarta Selatan, Rofiqi membuka perkuliahan dengan menjelaskan makna fitnah secara bahasa dan karakteristik.

Fitnah secara bahasa berarti membakar agar nampak kualitas baik-buruknya. Bisa berarti juga kekacauan pikiran dan keraguan. Fitnah menciptakan kebingungan antara yang haq dengan yang bathil, dan merupakan ujian serta cobaan bagi muslimin,” kata pendiri Pesantren Tamaddun Jatinangor itu.

Rofiqi lalu menjelaskan garis besar kasus-kasus fitnah besar pada masa sahabat setelah wafatnya Rasululah saw. Ia menekankan konteks bahwa pada saat itu Islam berkembang dengan sangat cepat. Pada zaman Umar bin Khattab, Islam sudah menguasai seluruh Syam (sekarang Jordania, Palestina, Syria, Lebanon, dan sebagian Mesir), sehingga banyak pihak belum siap. Ekspansi pun terus berlanjut ke timur hingga Persia (sekarang Iran dan Irak). Ia beropini bahwa fitnah kubro adalah harga yang harus dibayar atas sebuah ekspansi secepat ini.

Ratusan Pelajar Ikut Pelatihan “Pelajar Siaga Bencana” di Bekasi
Rangkaian materi dalam pelatihan “Pelajar Siaga Bencana” selama tiga hari, 15-17 November 2024, itu disampaikan perwakilan dari BNPB, Kemendikdasmen, Baznas Divisi Kebencanaan, dan Sekolah Relawan.

Rofiqi lalu menjelaskan tiga fitnah kubro di masa Utsman bin Affan. Pertama, isu pembakaran dan politisasi Al Qur’an. Beberapa pihak menuduh kodifikasi yang ia lakukan adalah upaya legitimasi Quraish atas suku lain. Kedua, fitnah nepotisme Bani Umayyah. Padahal, hanya ada dua orang yang berhubungan darah dengan beliau. Ketiga, tuduhan zalim kepada Abu Dzar Al-Ghifari yang diminta kembali ke Madinah dan berselang lama beliau meninggal tanpa ada yang mengurusi jenazahnya.

Lalu Rofiqi menjelaskan dengan rinci kronologi terjadinya fitnah selanjutnya, yaitu Perang Jamal, Perang Shiffin, dan Tragedi Karbala. “Dari berbagai peristiwa akibat fitnah ini, teridentifikasi beberapa golongan yang menyimpang dari Islam, yaitu Syiah, Khawarij dan Murji’ah. Inilah awal mulanya muncul istilah Ahlussunah wal Jama’ah, sebagai pembeda dengan meraka karena mereka pun mengaku sebagai islam,” papar Alumni program studi Al Qur’an Kuliyah Dakwah Islam Tripoli Libya itu pula.

Sebagai penutup, Rofiqi memberikan tiga pesan penting. “Janganlah berputus asa! Seperti pasca fitnah kubro ini, Dinasti Umayyah banyak memberikan kontribusi untuk Islam dan dunia. Lalu berhati-hatilah dalam bersikap dan berpihak di zaman penuh fitnah ini. Maka, bekalilah diri kita dengan ilmu selagi masih muda!” pesan pria kelahiran Madiun itu.

Para murid SPI terlihat menyimak materi kuliah dengan seksama. Syauqi, seorang murid SPI, menyampaikan testimoninya. “Topik ini menarik sekali. Saya jadi lebih memahami duduk permasalahan terkait syahidnya Utsman radhiallahu ‘anhu di kalangan sahabat saat itu. Dan mereka mampu menyelesaikan fitnah dengan bijaksana,” tuturnya.