Menyoal Dugaan Kecurangan, Pernyataan Penolakan Hasil Pilpres 2024 Mencuat

Pernyataan penolakan atas hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 karena dinilai curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), kini mencuat. Salah satunya dinyatakan oleh 135 tokoh pada Rabu (21/2/2024) di Jakarta. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, M. Din Syamsuddin, memimpin pembacaan pernyataan sikap berisi penolakan hasil Pilpres 2024 itu.

“Kami dengan penuh kesadaran dan keyakinan menolak hasil pemungutan dan perhitungan suara pilpres yang sedang berlangsung dan kelanjutannya,” kata Din Syamsuddin.

Din menyebut, kecurangan pada Pemilu 2024 diduga telah terjadi sejak tahapan pemilihan hingga penayangan hasil hitung cepat atau quick count dari Lembaga-lembaga survei, serta real count Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain menilai Pilpres 2024 diwarnai kecurangan, pihaknya juga menilai bahwa jika dilihat dari ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, pelaksanaan Pilpres 2024 telah menyimpang. Pilpres 2024 juga dinilai menyimpang dari etika politik, berdasarkan agama dan budaya bangsa, khususnya terkait prinsip kejujuran dan keadilan.

“Pilpres 2024 mengalami kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Hal demikian ditandai adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih, seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU, yang tidak diselesaikan dengan baik,” tegas Din Syamsuddin.

Hal-hal yang mereka nilai sebagai bentuk kecurangan menurut pandangan para tokoh itu antara lain adalah terjadi berbagai bentuk intimidasi, tekanan, bahkan ancaman, terhadap masyarakat dalam proses pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka juga menyinggung pengerahan aparat pemerintahan untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Tokoh-tokoh itu turut menyoroti keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap pasangan nomor urut 02, hingga pemberian bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang dilakukan menjelang hari pemungutan suara.

Selain itu, mereka juga mempersoalkan indikasi penggelembungan suara untuk pasangan nomor urut 2 di sejumlah TPS (Tempat Pemungutan Suara). Para tokoh itu juga menyinggung soal rekayasa dari data Informasi dan Teknologi (IT) milik KPU.

Baca juga: Menguat, Desakan Audit Forensik IT KPU

“Berdasarkan keterangan para ahli, adanya indikasi rekayasa kecurangan melalui IT KPU yang server-nya berada di luar negeri, dan dirancang (by design) menguntungkan paslon 02,” kata Din.

Terkait dugaan kecurangan pada Pilpres 2024 itu, dua hari sebelumnya muncul pula wacana yang mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pelaksanaan Pemilu 2024. Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Calon Presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo, melontarkan wacana itu dan meminta dua partai pengusungnya yang kini ada di DPR, yaitu PDI-P dan PPP, untuk menggunakan hak angket. Menurut Ganjar, kecurangan dalam Pemilu 2024 sudah dilakukan secara terang-terangan.

“Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu,” kata Ganjar seperti dikutip kompas.com, Senin (19/2/2024).

Ganjar pun mendorong partai-partai pengusung pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, juga menggunakan hak angket terkait kecurangan dalam Pemilu 2024. Menurut dia, jika Partai Nasdem, PKS, PKB, bersama PDI-P dan PPP mengajukan, hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu tersebut dapat digolkan karena didukung lebih dari 50 persen Anggota DPR. Jika wacana hak angket ternyata tidak berhasil, Ganjar menyebut, akan mendorong DPR menggunakan hak interpelasi.

Calon Presiden nomor urut 01, Anies Baswedan, menanggapi wacana itu. Pada Selasa (20/2/2024), dilansir kompas.com, Anies mengatakan, partai koalisi perubahan siap mendukung hak angket yang akan digulirkan untuk menyelidiki kecurangan dalam pemilihan umum. Koalisi perubahan tersebut terdiri dari tiga partai politik yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Anies juga menegaskan, koalisi perubahan tetap solid untuk meneruskan perjuangan yang telah mereka mulai.

“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid. Karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan, maka tiga partai ini siap ikut,” ujarnya.