Merumuskan Formulasi Ekonomi Pancasila yang Lebih Implementatif dan Kontekstual Lewat Diskusi

Sejatinya, sistem Ekonomi Pancasila memiliki akar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Maka, upaya untuk mengontekstualisasikan Ekonomi Pancasila menjadi penting untuk dilakukan. Hal itu menjadi dasar penyelenggaraan diskusi terbatas membahas pentingnya melakukan kontekstualisasi Ekonomi Pancasila yang diadakan oleh Universitas Paramadina bekerja sama dengan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) Jerman untuk Indonesia. Kegiatan yang juga dihadiri para pakar ekonomi, perwakilan pemerintah, serta akademisi itu diadakan di Yogyakarta, 1-2 Desember 2024, dalam rangka menjawab tantangan ekonomi global yang semakin dinamis dan penuh ketidakpastian.

Diskusi dua hari tersebut berhasil merumuskan Pernyataan Bersama yang akan ditindaklanjuti dalam formulasi Ekonomi Pancasila yang lebih implementatif dan kontekstual. Institusi yang terlibat dalam proses formulasi ini di antaranya adalah Universitas Paramadina, Indef, The Habibie Center, Pusat Studi Pancasila UGM, Majelis Ekonomi Muhammadiyah, dan Mubyarto Institute.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pakar dan institusi yang akan ikut serta dalam mengontekstualisasikan dan membumikan Ekonomi Pancasila. Selanjutnya, dijadwalkan pada bulan Maret-April 2025, Universitas Paramadina dan KAS akan mengadakan diskusi dan diseminasi publik di Jakarta untuk memaparkan hasil formulasi tersebut.

Diskusi dua hari itu dimulai dengan penyampaian sambutan oleh Direktur KAS untuk Indonesia, Dr. Denis Suarsana, dan Wakil Rektor Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza. Mereka sama-sama menekankan urgensi evaluasi dan penyusunan rumusan kebijakan untuk implementasi Ekonomi Pancasila.

Pancasila harus menjadi nilai hidup yang bisa diimplementasikan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Handi Risza.

Akademisi dan Peneliti Membahas Rencana PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?
Salah satunya, Universitas Paramadina yang bekerja sama dengan INDEF mengadakan diskusi publik bertema “PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?”

Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gajah Mada (UGM), Agus Wahyudi, Ph.D, tampil sebagai pemantik diskusi. Ia memaparkan dasar filosofi Ekonomi Pancasila, yang memiliki akar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dilanjutkan oleh Prof. Markus Martanner, Ph.D, dari Kennesaw State University Amerika Serikat, yang tampil menyampaikan konsep Social Ecological Market Economy (SEME), yang ia sebut memiliki banyak kesamaan dengan Ekonomi Pancasila.

Di dalam diskusi itu, Guru Besar Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didin Damanhuri, mengatakan, Ekonomi Pancasila adalah model ekonomi khas Indonesia yang harus dianalisis secara historis struktural, melihat bagaimana kesenjangan akibat warisan kolonial membentuk struktur ekonomi Indonesia saat ini. Sedangkan Ekonom Universitas Paramadina, Wijayato Samirin, MPP, mendorong agar konsep Ekonomi Pancasila terus diperkaya dan dibumikan, untuk menjadikan sistem tersebut semakin kontekstual dan relevan.

Di kesempatan itu pula, Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Prof. Dr. Erani Yustika, mengatakan, Ekonomi Pancasila adalah sebuah gagasan yang terus tumbuh dan perlu terus disempurnakan. Umar Juoro MA menambahkan, dengan menyatakan bahwa tujuan penting dari kajian ini adalah bagaimana agar Ekonomi Pancasila ini dapat diterapkan di lapangan, baik dalam regulasi maupun kelembagaan.

Ekonom Universitas Gadjah Mada, Dr. Revrisond Baswir, menyatakan, Ekonomi Pancasila ialah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada kesatuan nilai dan prinsip Pancasila, struktur serta proses ekonomi yang meletakkan kedaulatan rakyat sebagai pengendali ekonomi. Sehingga, kata Ekonom Senior yang juga co-founder Indef, Dr. Fadhil Hasan, Ekonomi Pancasila sebagai sebuah sistem ekonomi harus bisa memberikan alternatif dalam kebijakan fiskal dan moneter nasional. Dan Rektor Universitas Widya Mataram, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, mengharapkan agar Ekonomi Pancasila itu juga dapat dikembangkan di dalam sebuah praktik ekonomi komunitas dan kemudian dieskalasi lebih luas.

SPI Menelaah Nativisasi sebagai Wacana Kolonial Menghapus Islam dalam Sejarah Indonesia
Ahli sejarah Nusantara, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, S.S, M.Hum, menjelaskan tentang nativisasi sebagai wacana Belanda dalam penghapusan peran Islam dalam sejarah Indonesia dalam Perkuliahan SPI Angkatan 14.

Di akhir diskusi, para ekonom menyampaikan lima pernyataan bersama. Isinya menekankan bahwa Ekonomi Pancasila adalah solusi ideal dalam menjawab tantangan global sekaligus mewujudkan cita-cita nasional Indonesia. Berikut ini lima pernyataan bersama tersebut:

  1. Dunia semakin multipolar dan diwarnai dengan ketidakpastian ekonomi serta dinamika geopolitik global. Indonesia tidak boleh terombang-ambing dalam ketidakpastian tersebut.
  2. Indonesia sebagai negara bangsa perlu terus berupaya memanfaatkan setiap peluang untuk menghadirkan kesejahteraan yang berkeadilan bagi rakyat.
  3. Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Kesatuan Nasional, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
  4. Menjalankan Ekonomi Pancasila merupakan pilihan ideal untuk menjawab tantangan global sekaligus mewujudkan cita-cita nasional.
  5. Ekonomi Pancasila perlu dijalankan secara komprehensif dalam berbagai kebijakan ekonomi, meliputi kebijakan fiskal, moneter, persaingan usaha, kemitraan, perdagangan, dan ketenagakerjaan.