Mitos dan Legenda di Seputar Dakwah Wali Songo, Bukti Islam Diterima Penuh Kerelaan
Pada 1492 Masehi, ada berita duka dari negeri Andalusia bagi seluruh Muslimin di dunia. Negeri Islam yang dibebaskan pada 898 Masehi oleh Thariq bin Ziyad itu runtuh. Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabel dari Castila bersatu menghancurkan Andalusia. Kaum Muslimin dibantai dan terusir dari negerinya setelah 600 tahun berdiri kokoh. Namun, ada berita yang membahagiakan dari sisi dunia yang lain. Apakah itu?
Di Nusantara umumnya, khususnya di tanah Jawa, para Wali Songo berhasil mengislamkan Jawa serta mendirikan Kesultanan Islam Demak. Tidak itu saja. Mereka menebar pengaruh hingga ke Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, sampai Papua. Bersama kesulitan ada kemudahan. Di dalam berita buruk ada berita baik.
Menurut pengembara muslim, Ibnu Batutah, Kerajaan Samudra Pasai itu seperti negeri Andalusia. Oleh sebab itulah, pulau tempat berdirinya Kesultanan Pasai itu diberi nama Andalas. Sekarang Pulau Andalas disebut Sumatera. Di antara Andalusia dan Nusantara, mana yang lebih berharga? Bukankah seluruh bangsa di dunia mencari bahan dan barang dagangan internasional dari Nusantara, bukan Andalusia?
Baca Juga : “Story Telling”, Cara Dakwah yang Terlupakan
Di dalam bukunya, “Preaching of Islam”, Sir Thomas Arnold mengatakan bahwa hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia atau Spanyol berganti dengan tersebarnya Islam dengan megah dan berkembang terus ke Indonesia. Dimulai dari Aceh lalu menjalar ke daerah yang lain. Itu adalah peran para ulama dan saudagar. Khusus untuk tanah Jawa, itu adalah para Wali Songo.
Dakwah Wali Songo sangat berkesan, mendalam, dan pengaruhnya sangat luas. Tidak saja di ranah kekuasaan, tetapi juga pada setiap jiwa dari semua kalangan masyarakat hingga level terbawah. Diterima dengan kerelaan, kesadaran, dan keyakinan yang mendalam. Apa buktinya? Terdapat mitos, dongeng, dan legenda tentang Wali Songo.
Mitos, legenda, dan dongeng di seputar para Wali Songo tidak lahir begitu saja, tetapi lahir dari kenyataan yang dilihat masyarakat. Berdasarkan pengalaman bersama mereka dalam kurun waktu yang Panjang, sejak kedatangan mereka tahun 1404 Masehi. Pesannya selalu didengar, dijaga, dan dipatuhi. Kisah-kisahnya terus disambung dari satu generasi ke generasi lainnya.
Menurut Buya Hamka dalam bukunya, “Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam”, banyaknya variasi legenda tentang masuknya Islam ke Indonesia membuktikan pengaruh pribadi, dengan bekerja sendiri, tidak dengan paksaan, tampak menjalar di seluruh Indonesia. Mereka ulama, tetapi pengaruh dan kemuliaannya melampaui para raja. Oleh sebab itu, mereka digelari Sunan. Mereka diberi gelar bukan saat masih hidup, tetapi setelah wafatnya.