MUI: Ada Kurikulum Tersembunyi di Pesantren Al-Zaytun
Setelah sekian lama tak ada kabar, Pesantren Al-Zaytun kembali bikin heboh, dengan beredarnya video jamaah pria dan wanita bercampur bahkan sejajar saat sholat Idul Fitri 1444 H. Kejadiab tersebut sampai saat ini masih menuai berbagai komentar negatif. Apa pasal?
Sebenarnya Tim peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sejak 2002 lalu, sudah mencium bau penyimpangan di Pesantren itu.
Setelah melakukan riset terkait Pondok Pesantren (Ponpes) atau Ma’had Al-Zaytun (MAZ), Indramayu Jawa Barat, anggota Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yakub menyampaikan MUI pernah membentuk tim untuk meneliti adanya gerakan NII KW IX yang dikaitkan dengan MAZ. Dari penelitian tersebut dikaji tiga hal.
“Kami mengkaji tiga aspek yaitu, profil NII KW IX dan ajaran di dalamnya, profil MAZ dan kegiatan kurikulum yang diajarkan, serta menggali kemungkinan adanya hubungan antara NII KW IX dengan MAZ,” kata Aminuddin, yang juga merupakan sekretaris tim peneliti MUI dalam kajian tersebut.
Dari keterangan yang dihimpun MUI Digital, Jumat (28/4/2023), penelitian di atas menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, NII KW IX adalah salah satu gerakan sempalan dari gerakan NII yang dipimpin oleh Panji Gumilang alias Abdul Salam alias Prawoto.
Terdapat penyimpangan ajaran dari syariat Islam di dalam NII KW IX di antaranya dosa jamaah bisa ditebus dengan uang, keharusan untuk mendahulukan ajaran NII dibandingkan dengan shalat, dan ajaran terkait hijrah.
Kedua, terkait Profil MAZ dan kurikulumnya belum ditemukan adanya penyimpangan.
Kendati demikian, tim peneliti mendapatkan laporan bahwa terdapat kurikulum tersembunyi (hidden). Selain itu, informasi lain yang didapat adalah adanya perbedaan antara santri orang dalam dan santri orang luar.
Dalam artian ini, ada santri yang direkrut dari NII KW IX atau para tokohnya langsung. Ada juga santri yang direkrut secara umum dan terbuka.
“Terhadap hal ini kami belum mendapatkan bukti empirik, sebab sifatnya hidden dan konfidensial. Kami juga belum mendapatkan bukti terdapat penyimpangan dalam kurikulum yang diajarkan di MAZ,” kata Aminuddin.
Ketiga, terdapat hubungan signifikan antara gerakan NII KW IX dengan MAZ di luar kegiatan pesantren. Hubungan tersebut setidaknya pada tiga aspek berikut:
Aspek kepemimpinan. Indikasi adanya kaitan antara keduanya sebab pemimpin MAZ, guru-guru, maupun karyawan di dalamnya terlibat dalam gerakan NII KW IX. Mereka ada yang menjabat sebagai pemimpin dan anggota di NII KW IX.
Hubungan aliran dana, hasil penelitian mengungkap terdapat aliran dana yang cukup signifikan dari gerakan NII KW IX kepada MAZ yang dihimpun dari dana hijrah, baiat, penebusan dosa, beserta sumber dana lainnya.
Hubungan antara NII KW IX dengan kelahiran MAZ secara historis tidak bisa dilepaskan dan merupakan satu bagian di dalamnya. “Demikian kesimpulan dari penelitian yang kami lakukan selama beberapa bulan yang dilakukan secara intens baik di dalam ataupun di luar MAZ,” bebernya.
Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri di MAZ yang viral beberapa waktu lalu, Aminuddin menyampaikan apa yang dipraktikkan MAZ telah menyimpang dari syariat Islam, khususnya hadits Nabi Muhammad SAW terkait tata cara shalat jamaah.
“Menurut saya MUI perlu memberikan pembinaan dan penjelasan kepada masyarakat atas kekeliruan tata cara shalat berjamaah yang dilakukan di MAZ belakangan ini.
Diharapkan pembinaan tersebut adalah agar MAZ tidak mengulangi hal yang serupa lagi,” ujar nya lagi.