Mundurnya Miftah Maulana, Buah Kemenangan Netizen yang Terhormat
Semoga kita masih teringat kisah yang luar biasa tentang seorang tukang roti yang selalu mengerjakan amalan istighfar di zaman Imam Ahmad bin Hambal. Saat ditanya Imam Ahmad mengapa ia selalu mengerjakan amalan istighfar, tukang roti itu menjawab bahwa dengan itu Allah selalu cukupkan rezekinya dan selalu mengabulkan harapannya. Lalu saat ini orang banyak bertanya, apa amalan bapak tukang teh yang sedang viral dan videonya menggemparkan jagad maya karena kasus penghinaan terhadap dirinya?
Dari pengakuan para tetangga, ternyata Pak Sunhaji sang penjual teh ini kerap mengumandangkan adzan di masjid dan membantu orang lain di sekitarnya. Hasil kebaikannya berbuah manis. Keberkahan dan rezeki terus mengalir kepadanya tanpa henti. Sebagaimana Allah Swt menyatakan dalam Surat At Thalaq ayat 2, wa may yattaqillaha yaj al lahu makhroja, yang artinya “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”
Tak disangka, acara Magelang Bershalawat pada 20 November 2024 lalu di Lapangan Drh. Soepardi, Sawitan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu menjadi awal dibukanya rezeki berlimpah bagi seseorang berpenampilan sederhana, penjual es teh keliling, bernama Pak Sunhaji. Mengiringi momen itu, media sosial tentu saja ikut menjadi medan magnet yang cukup besar dalam melakukan transformasi sosial. Lewat media sosial, semua gerak-gerik kita akan terekam publik, apalagi jika kita memang adalah seorang yang dipandang dalam status sosial, apalagi status keagamaan. Semisal dikenal dengan sebutan Kiai, Habib, Gus, dan lain-lain.
Peneliti sosiologi Universitas Indonesia, Ida Ruwaida Noor, mewanti-wanti penyematan gelar “Gus” yang secara feodal berpotensi terjadi di kalangan pesantren. Sistem ketidakadilan itu bisa terjadi ketika status atau kedudukan seseorang di masyarakat didasarkan pada keturunan, bukan karena pencapaian. Ucapan seorang Miftah Maulana (MM) kepada seorang penjual es teh beberapa waktu lalu dinilai netizen bukanlah sebuah lelucon atau guyonan biasa. Tetapi sudah mengarah pada penghinaan berbasis dominasi sosial karena status yang disandang MM dengan sebutan “Gus” ini.
Sejak video itu viral, berbagai komentar pedas, parodi, dan meme, menghiasi media sosial, bahkan televisi. Bahkan juga disorot oleh PM Malaysia dan media Singapura. Ujungnya, pada akhirnya, tanggal 6 Desember 2024, Miftah Maulana mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Beragama dan Sarana Keagamaan.
Terlepas dari respon pengunduran dirinya, kejadian ini tentu bisa menjadi tolok ukur sejauh mana masyarakat khususnya netizen melakukan kontrol sosial terhadap berbagai fenomena yang terjadi di negeri ini. Jika hal seperti ini dijalankan, kita akan menyadari bahwa adab sebelum ilmu itu bukan sekadar retorika. Itulah nilai-nilai yang memang diinginkan dalam kesadaran kolektif masyarakat kita.
Maka, ini bukan tentang siapa yang menang dan kalah. Ini tentang bagaimana Allah ingin kita semua melakukan muhasabah (introspeksi). Jangan-jangan kita sebenarnya juga pernah melakukan keburukan yang sama walau dalam persentase yang berbeda. Allah ingin kita menyadari bahwa Allah bisa buka kapan saja aib kita yang selama ini Allah tutup rapat. Allah ingin tunjukkan bagaimana Dia bisa mengubah apa pun sesuai kemauan-Nya, tanpa pernah kita sangka.
Oleh karenanya, bagi para pecinta MM, jangan sampai propaganda bahwa beliau adalah seorang wali yang ingin memberikan keberkahan kepada penjual es teh ini dilanjutkan lagi. Dan terus mencari siapa yang menyebarkan video viral ini pertama kali. Dikhawatirkan, hal ini justru akan memicu resistensi masyarakat yang akhir-akhir ini terus mengulik video-video lama MM saat berceramah di beberapa tempat. Hingga memunculkan usulan dan wacana dari beberapa pihak tentang adanya sertifikasi da'i kepada Presiden. Kembalikan saja kepada kesadaran bahwa ini semua terjadi karena Allah menghendakinya. Dan segala kejadian mari kita maknai sebagai hikmah yang Allah titipkan untuk up grading tiada henti.
Mari kita kumpulkan seluruh keberanian kita untuk mengakui banyak kesalahan diri dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih terbengkalai. Inilah growth mindset yang seharusnya ada. Jangan biarkan diri terus dijajah oleh ranah pemikiran yang sempit. Manusia tentu saja adalah tempat segala kesalahan. Tetapi menjalani kesalahan berulang kali tentu bukan pilihan bijak bagi kita. Yuk, kita kembali kepada tauladan sejati. Yang bahkan candaannya membawa pada pencerahan ilmu dan amal.