Operasi Badai Al-Aqsha dari Gaza Seperti Energi Pembebasan Baitul Maqdis di Era Shalahuddin Ayyubi
Badai Al-Aqsha. Itulah operasi gerakan perlawanan rakyat Palestina pada 7 Oktober 2023. Itu operasi yang menyatukan seluruh faksi perlawanan. Operasi yang menyatukan Gaza, Tepi Barat, serta para pengungsi Palestina yang menyebar di negara-negara Arab dan dunia. Operasi yang menyatukan kaum Muslimin.
Bukan itu saja. Operasi Badai Al-Aqsha telah menjadi fokus perhatian dunia yang mengalahkan isu-isu apa pun yang ada. Operasi Badai Al-Aqsha membuat gerakan perlawanan di Yaman, Libanon, Irak, dan Suriah, berpadu menyerang semua infrastruktur penjajah Israel. Juga melumatkan program normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan penjajah Israel yang dirancang Amerika.
Amerika dan NATO fokus mengerahkan sumber daya mereka ke Gaza. Sejenak mereka melupakan perang Ukraina yang sebelumnya dianggap bisa menjadi cikal bakal Perang Dunia ke-3. Ada apa dengan Operasi Badai Al-Aqsha? Mari kita melihat sejarah.
Imaduddin Zanki, pendiri Bani Zanki di Syam pada era kekhalifahan Abbasiyah, memiliki putra yang bernama Nurudin Zanki. Mereka berdua menghadapi tantangan berupa serbuan Tentara Salib yang membumihanguskan kaum Muslimin di sekitar Baitul Maqdis atau Masjid Al-Aqsha. Juga menguasai Masjid Al-Aqsha.
Imaduddin Zanki dan Nurudin Zanki memahami keterbatasan sumber daya dan infrakstruktur militer Tentara Salib. Bagaimana strategi menghadapi serbuan mereka? Bagaimana satu kesultanan menghadapi serbuan gabungan seluruh kerajaan Eropa?
Lalu apa yang dilakukan? Imaduddin Zanki dan Nurudin Zanki menyerukan jihad pembebasan Masjidil Aqsa. Dengan seruan ini, kaum Muslimin berbondong-bondong datang sebagai sukarelawan pasukan. Menurut Ibnu Katsir, puncak berbondong-bondongnya kaum Muslimin menyambut seruan pembebasan Al-Aqsha terjadi di era Shalahuddin al-Ayyubi.
Baca juga: Mutiara Kata dari Fatwa dan Curhatan Ibnu Taimiyah tentang Jihad di Masanya
Ibnu Katsir menyebut, sambutan Muslimin saat itu seperti sedang menyaksikan para Sahabat yang menyambut seruan jihad Rasulullah saw. Seluruh suku, yang kaya dan miskin, bangsawan dan rakyat jelata, terutama ulama dan sufi, menjadi bagian terbesar dalam pasukan Shalahuddin Al-Ayubi pada setiap pertempuran. Seruan pembebasan Baitul Maqdis atau Madjid Al-Aqsha telah mengerahkan semua sumber daya Muslimin.
Gelora pembebasan Al-Aqsha merata di seluruh masjid. Sebelum shalat, para khatib menggelorakan semangat tersebut. Setelah turun dari mimbar, jamaah shalat kembali menyuarakan semangat pembebasan Al-Aqsha. Seluruh dunia Islam bergema dengan gelora pembebasan Al-Aqsha. Para ulama menulis beragam risalah keutamaan berjihad dan mendorong santrinya menunaikan seruan tersebut. Para mursyid tharqiah pun menempa para saliknya untuk pembebasan Al-Aqsha.
Menurut Ibnu Katsir, Nurudin Zanki telah memerintahkan untuk mengumumkan kepada prajurit, para pejuang, dan para pemuda, yang datang secara sukarela dari berbagai negri dan termasuk orang-orang asing, agar bersiap siaga menghadapi bangsa Eropa, kaum musyrik dan ateis.
Di pertempuran Hithtin, saat Shalahuddin al-Ayyubi meraih kemenangan atas Tentara Salib, seluruh sumber daya diberdayakan. Mereka yang tak memiliki kemampuan tempur, salah satunya ditugaskan untuk membakar jerami kering yang mengelilingi Pasukan Salib, sehingga berkobarlah nyala api dan mengurung dengan panasnya. Kebetulan saat itu angin bertiup ke arah Pasukan Salib, sehingga asap dan api berkumpul menyelimuti Pasukan Salib itu. Hal itu merupakan pukulan yang sangat mematikan bagi Pasukan Salibis. Demikian yang diungkapkan oleh ibnu Al-Katsir.
Sandi Badai Al-Aqsha bukanlah rekayasa baru. Tetapi ia adalah sebuah pemahaman atas energi sejarah kepahlawanan, pengorbanan, dan pertempuran, dari para sultan, panglima perang, dan mujahidin Islam yang telah membebaskan Palestina, khususnya Masjidil Aqsha, sebelumnya. Energinya berasal dari Masjid Al-Aqsha. Sehingga, seluruh jiwa suci terpanggil, berjuang, dan berkorban untuknya.