Outlook Zakat 4.0: Inovasi Digital untuk Keadilan dan Pengentasan Kemiskinan
Jurnalis Filantropi Indonesia (Jufi) bekerja sama dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) mengadakan acara Outlook Zakat 4.0 dengan tema “Inovasi Digital untuk Keadilan dan Pengentasan Kemiskinan”. Acara yang digelar di Kampus UIA, Jumat (31/1/2025), itu menghadirkan pembicara kunci Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), DR. Hj. Syifa Fauzia, M.Arts. BKMT sendiri memiliki 2 jutaan anggota di seluruh Indonesia.
Di kesempatan itu, Syifa menyampaikan pengalaman susksesnya menampung zakat untuk Palestina selama 2 kali. Pertama ketika berlangsung masa konflik berhasil terkumpul Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) sebesar 1,8 Milyar Rupiah. Kedua ketika berkunjung ke pengungsiannya dengan membawa ZIS dari jamaah BKMT, sebesar 2,2 Milyar Rupiah.
“Itulah fungsi zakat untuk pemberdayaan dan kemaslahatan umat,” kata putri kelima dari Pemrakarsa dan Ketua Umum BKMT pertama, Tuti Alawiyah (almh), itu.
Potensi zakat di Indonesia per tahun mencapai 350 triliun Rupiah, baru terserap 12% yaitu sekitar 32 triliun Rupiah saja. Maka, perkembangan teknologi harus dimanfaatkan untuk memercepat distribusi zakat. Demikian dikatakan Wakil Dekan Fakultas Agama Islam UIA, Mahfuz, ME, MSi.
“Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan zakat adalah distribusi yang belum merata. Dengan inovasi digital, kita bisa memastikan zakat lebih tepat sasaran dan sampai ke mustahik dengan lebih cepat,” ungkap Mahfuz.
Baca Juga :
Sedangkan Kepala Operasional Layanan Amal Amaliah Astra, Winarsih, mengatakan, berdasarkan pengalaman dia, kolaborasi antara perusahaan dengan lembaga zakat dapat memercepat adopsi digitalisasi zakat. “Kami di Astra telah mengembangkan berbagai platform digital untuk memudahkan masyarakat dalam berzakat. Dengan pemanfaatan teknologi, donasi bisa dilakukan lebih transparan, cepat, dan akuntabel,” jelas Winarsih.
Menurut Winarsih, sinergi antara sektor swasta dengan lembaga amil zakat perlu terus diperkuat untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam menyalurkan zakatnya melalui platform digital. Berdasarkan pengalamannya juga, Winarsih mengembangkan dan menyalurkan zakat dalam model lain, lebih pada pemberdayaan. Para mustahiq (penerima zakat) diberdayakan skill-nya dengan pelatihan-pelatihan, agar berikutnya mereka menjadi Muzakki.
“Membina mereka dari Mustahiq menjadi Muzakki,” ujarnya.