Pandangan Ulama Dunia Terhadap Deklarasi Khilafah
Dunia Islam dihebohkan dengan deklarasi khilafah yang digaungkan oleh organisasi Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) setelah mereka berhasil menduduki kota Mosul Irak dan merebutnya dari rezim Nuri Al-Maliki. Yang jadi sorotan adalah tuntutan mereka agar umat Islam di seluruh dunia memberikan bai’at dan hanya mengakui mereka sebagai satu-satunya pimpinan tertinggi umat Islam. Ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan, termasuk kalangan ulama dan dai yang selama ini dikenal fokus membela kegiatan jihad di berbagai belahan dunia Islam.
Hampir seluruh ulama terkenal bahkan yang biasa menjadi rujukan ISIS sendiri menolak deklarasi ini dan menyatakannya batil. Dimulai dari Dr. Abdul Aziz Ath-Tharifi, dai muda berusia 38 tahun yang mendunia. Menurutnya, saat ini di Syam kekuatan perang belum bersatu, dan siapa yang mengira bahwa saat ini ada kepemimpinan besar (khilafah) berarti dia jahil (tidak mengerti pemasalahan). Apalagi yang mengatakan ada satu kelompok yang menjadi pimpinan tertinggi maka dia lebih tak mengerti lagi. Ath-Tharifi juga menambahkan bahwa mereka yang mengkafirkan Jabhah Nushrah dan Ahrar Syam lalu memperlakukan mereka atas dasar pengkafiran ini maka mereka dalah Khawarij.
Tokoh lain adalah Syekh Hamidi Al-Ali, ulama salafi tekenal dari Kuwait. “jawaban saya terhadap pengumuman khilafah sama dengan jawaban terhadap pengumuman Daulah (Negara). Baik deklarasi Daulah Irak, maupun Syam semuanya adalah batil.”
Baca juga: Hamas Antara Masjid Dan Al-Qur’an
Salah seorang ulama yang sering menjadi rujukan kelompok jihadis internasional dan kini dipenjara oleh rezim Arab Saudi yakni Syekh Sulaiman bin Nashir Al-Alwan. Beliau mengatakan, “Al-Baghdadi bukanlah khalifah kaum muslimin. Dia hanyalah pemimpin sebuah jamaah. Kalau dia menuntut orang lain membaiatnya dan kalau tidak membaiat akan dia perangi maka itu adalah perbuatan bughat (gerombolan pemberontak) bukan perbuatan orang baik dan pencari kebaikan.”
Tak ketinggalan Abu Muhammad Al-Madisi yang merilis pernyataan resminya menolak deklarasi khilafah ala Al-Baghdadi. Dalam surat terbarunya Al-Maqdisi mengkritik sikap ISIS yang kini telah berubah nama menjadi Islamic State (Negara Islam) yang menolak tahkim syar’i yang diajukan kepada mereka, juga sikap-sikap intolerannya terhadap kelompok perjuangan lain di Syiria.
Demikian pula tokoh jihadis lainnya Abu Qatadah Al-Filisthini yang sebelumnya amat dipuja oleh pendukung Abu Bakar Al-Baghdadi kini menentang pembentukan khilafah sepihak dan perlakuan jamaah ISIS di Syiria.
Sebelumnya, Syekh Abu Basyir Ath-Thurthusyi, seorang ulama jihadis asal Syiria mengatakan, pengumuman khilafah seperti ini hanya akan menambah pertumpahan darah yang haram. “Hari ini belum lagi reda haus mereka, belum kenyang rasa lapar mereka dari darah yang diharamkan. Lalu ada lagi berbagai nama dan julukan klaim sepihak bahwa itu adalah khilafah dan bahwa pemimpinnya adalah khalifah yang mendapat semua hak sebagai khalifah, membunuhi semua yang tidak mau tunduk kepadanya.” Ungkap Ath-Thurthusyi.
Ada lagi ulama mujahid yang berbeda di garis depan jihad Syiria yaitu Dr. Muhammad Al-Muhaisini yang merupakan tokoh penting dalam usaha menyatukan Gerakan ishlah dan tahkimnya. Tapi di saat semua faksi mujahidin Syiria sepakat menerima seruan Al-Muhaisini, ISIS malah menolak dan mengajukan syarat-syarat tak masuk akal, semisal mengkafirkan negeri-negeri yang selama ini telah banyak membantu perjuangan rakyat Syiria.
Baca juga: Sekilas Sejarah Pendudukan Zionis di Palestina
Akhirnya Al-Muhaisini sendiri berlepas diri dari ISIS dan menjadi saksi berbagai penyimpangan yang dilakukan tentara pimpinan Al-Baghdadi ini di Syiria. “Sekarang kita dihadapkan pada deklarasi khilafah yang tak melalui proses penguasaan, tidak pula musyawarah, melainkan berdasarkan metode pemaksaan, bukan metode kenabian.” Papar Al-Muhaisini dalam situs pribadinya. Dia juga menambahkan, “Saya bersaksi bahwa di Syam Al-Baghdadi tidak punya kekuasaan di sebagian besar wilayah seperti Aleppo, Sahil, Homs, Damaskus, Ghouta dan lainnya, bagaimana mungkin ida mendeklarasikan khilafah atas semua ummat. Sungguh demi Allah itu adalah kesalahan fatal dan huru-hara tak berpedoman.”
Penolakan tidak hanya datang dari perorangan tapi juga Lembaga ulama dari berbagai negeri terutama yang bersinggungan langsung dengan aktifitas jihad di Irak dan Syiria. Lembaga Ulama Al Muslimin (Badan Ulama Islam) yang merupakan himpunan ulama sunni Iraq menyeru pihak yang mengumumkan apa yang mereka sebut sebagai khilafah Islamiyah di Iraq dan Syam untuk meralat kembali pengumuman tersebut dan membantu revolusi, dalam rangka mengutamakan maslahat umat dan negara. Himpunan ulama Sunni Iraq menilai pengumuman deklarasi khilafah saat ini belum tepat adanya, karena wilayah tersebut masih dalam wilayah perang. Di sisi lain belum adanya kesiapan secara matang sehingga di khawatirkan menyebabkan kegagalan yang berujung pada sesuatu yang tak diinginkan. Apalagi deklarasi ini terjadi sepihak tanpa persetujuan mayoritas ahlul halli wal aqdi (perwakilan masyarakat), padahal merekalah yang harusnya berbaiat.
Penolakan juga datang dari Persatuan Ulama Muslim Internasional (Al-Ittihad Li Ulama Al-Muslimin) pimpinan Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi. Dalam sebuah pernyataan hari Sabtu (5/7/2014) Al-Ittihad mengatakan bahwa deklarasi ISIS melanggar prinsip-prinsip Islam dan kondisi yang sebenarnya.
Kesemua penolakan ini sebenarnya bermuara pada pandangan syar’i bahwa pendirian khilafah tidaklah sesederhana pendirian imarah atau daulah (Negara). ISIS memang telah menguasai daerah Mosul dan sekitarnya, maka mereka berhak mendirikan imarah dan daulah khusus di daerah yang mereka kuasai saja. Persetujuan ahlul halli wal aqdi di tempat itu berlaku untuk pendirian daulah atau imarah khusus di tempat itu. Sebab, bila persetujuan masyarakat Mosul dibawa untuk memaksa penduduk Syiria atau bahkan Indonesia untuk juga membaiat maka ini sesuatu yang bertentangan dengan akal dan syariat. Bagaimana mungkin kita yang di Indonesia dipaksa mengakui hasil musyawarah ahlul halli wal aqdi daerah Irak yang tidak kita kenal?
Dalam Islam khilafah baru akan diakui jika sudah menguasai sebuah daerah secara de facto dan disepakati oleh para tokoh masyarakat dan ulama yang mewakili kaum muslimin di daerah tersebut. Tujuan pensyariatan (maqashad syar’i) dari keharusan adanya baiat ahlul halli wal aqdi adalah agar tidak terjadi penentangan dari sebagian masyarakat sehingga khilafah bisa tegak denga aman tanpa pergolakan. Maka syariat menghindari segala hal yang memungkinkan terjadinya pertikaian dan lebih mengedepankan persatuan, sesuai kaidah dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih (menolak keburukan lebih diprioritaskan daripada meraih keuntungan)
Anshari Taslim
Disadur dari Majalah Sabiliku Bangkit Edisi 3/TH 01/DZULQAIDAH 1435/AGUSTUS 2014