Pebisnis Muslim, Hindari Enam Hal Ini
Libur Lebaran telah berakhir. Kini saatnya kembali bekerja. Rata-rata orang kantor sudah masuk kerja pada hari Selasa, 16 April 2024. Namun, ada juga yang sudah masuk kerja sejak Senin, 15 April 2024. Dan tanggalnya bisa bervariasi pula bagi yang kerjanya di toko, di proyek bangunan, dan sebagainya.
Di hari pertama kerja setelah liburan, karena masih dalam suasana Lebaran, biasanya tempat kerja memulai hari awalnya dengan halal bi halal. Saling bermaafan dan sebagainya. Intinya, hari pertama kesibukan mungkin masih belum terasa. Namun, di hari-hari berikutnya, biasanya kondisi akan normal lagi.
Bekerja, jika diniatkan sebagai ibadah, maka akan menuai pahala dan berkah. Baik ia sebagai atasan ataupun karyawan. Jika ingin diniatkan sebagai ibadah, tentu saja kerja harus sejalan dengan rambu-rambu syariat. Untuk kali ini, kami khusus membuat list untuk atasan Muslim, tentang larangan apa saja dalam syariat yang harus dijauhi oleh seorang atasan. Apa saja itu?
1. Sibuk di Waktu Adzan
Shalat adalah rukun Islam yang kedua, dimana sebaiknya ditunaikan tepat pada waktunya. Sebab, manusia diciptakan untuk beribadah, menyembah kepada Allah Swt. Jadi, shalat ketika waktunya datang haruslah menjadi prioritas utama. Celakanya, banyak atasan sering kali menunda waktu shalat dengan alasan masih ada urusan dengan customer atau klien, atau masih meeting dengan staf. Ketahuilah, menunda manunaikan shalat berarti mengundang ketidak berkahan, karena membuat Nabi murka.
Nabi bersabda, “Sungguh, ingin rasa hatiku membakar tempat (laki-laki) yang tidak ke masjid ketika adzan” – HR. Bukhari
Baca juga: Membaca Gerak Politik Mr. Erdogan di Gaza
2. Menyuntik Modal dengan Dana Riba
“Pemakan harta Riba akan ditempatkan di sungai darah dengan disuapi batu-batu” – HR. Bukhari
Di zaman sekarang, mudah sekali mencari tambahan modal. Iklan-iklan dipasang di berbagai media sosial, yang menawarkan pinjaman dengan berbagai iming-iming, tetapi esensinya sama: Riba. Dan banyak para pengusaha yang tidak sabaran, ingin bisnisnya berkembang, dan mereka merasa harus menyuntik modal perusahaan dengan jalan pintas. Padahal, menyuntik modal dengan dana riba ini tidak diperbolehkan dalam Islam.
3. Membuat Iklan yang Mengandung Gimmick Kebohongan
Banyak sekali orang di zaman digital ini yang berlomba-lomba untuk membuat konten menarik agar menaikkan jumlah penjualan. Sayangnya, terkadang kontennya itu berisi kebohongan (Pengelabuan). Tahukah Anda bahwa cara itu sangat dimurkai Nabi? Dahulu, Nabi pernah lewat di sebuah booth penjual makanan, lalu Nabi merogoh makanan di sana dan menemukan makanan basah yang ditutup-tutupi bagian basahnya.
Nabi lalu bertanya ke penjual, “Mengapa ditutupi?” Pedagang itu menjawab, “Kalau kelihatan, mana ada yang mau beli?” Lalu Nabi bersabda, “Barangsiapa menipu, bukan golonganku”.
“Siapa menipu, bukan golonganku. Pengelabuan tempatnya di neraka” – HR. Ibnu Majah
4. Telat Bayar Pekerja
“Bayarlah pekerjamu sebelum kering keringatnya” – HR. Ibnu Majah
Ini kadang menjadi keluhan karyawan, dimana mereka yang harus datang setiap hari tepat waktu, menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tetapi soal gaji ditunda-tunda. Ketahuilah, karyawan adalah manusia biasa yang punya kebutuhan sehari-hari yang tidak bisa ditunda. Terkadang kita tidak adil. Meminta karyawan semuanya harus tepat waktu, tetapi di sisi lain kita tunda-tunda hak mereka.
Baca juga: Mencintai Islam, Mencintai Indonesia
5. Berlebihan Membebani Pekerja
“Jangan kau bebani pekerjamu terlalu berat, tetapi kalau memang harus, bantulah kerjaan mereka” – HR. Muslim
Hadits di atas sebenarnya ditujukan kepada budak. Kita dilarang membebani budak terlalu berat. Tetapi coba kita renungkan, budak itu tidak digaji, hanya diberi makan dan tempat tinggal. Kalau terhadap budak saja, Islam melarang membebani mereka secara berlebihan, maka terhadap karyawan tentu lebih dilarang lagi. Sebab, karyawan statusnya adalah orang merdeka. Jadi, dalam bekerja statusnya seperti jual-beli antar pedagang dan pembeli, dimana masing-masing pihak harus ada saling ridha (suka sama suka). Bukan satu pihak suka tetapi pihak lain merasa tertekan.
6. Tidak Memperhatikan Mental Health Karyawan
“Anas bin malik berkata, ‘Aku bekerja pada Rasulullah 10 tahun dan tidak pernah beliau komplain terhadap apa yang aku (lupa) kerjakan’” – HR. Muslim
Rasulullah saw memiliki kesempurnaan akhlak, dimana beliau bisa bersabar dan memaklumi karyawannya yang sebagai manusia kadang lupa terhadap suatu pekerjaan. Anas bin Malik mental health-nya sangat terjaga selama 10 tahun bekerja untuk Rasulullah.
Mungkin kita tidak bisa seperti beliau yang tidak pernah komplain ke karyawan, mengingat karyawan juga terpaksa harus kita arahkan. Tetapi setidaknya hadits ini bisa menjadi renungan, bahwa hendaknya kita memperhatikan mental health karyawan. Sebab, ia juga manusia, bukan robot.
Kesimpulan
Marilah kita memperbaiki cara mengelola perusahaan kita, agar selalu diberkahi Allah Swt. Sebab, sesungguhnya Dia-lah yang maha kaya, sumber rezeki kita. Janganlah seperti kaum Kapitalis yang berbahagia di atas dosa dan kezaliman terhadap pihak lain, Naudzubillahi min dzalik.
Wallahu a'lam bishowab.