Pelajaran dari Kisah-Kisah Nabi Ibrahim

Di dalam suasana Idul Adha, para da'i & penceramah biasanya membawakan kisah-kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim As memang sangat dimuliakan bahkan oleh 3 agama (Islam, Nasrani, dan Yahudi). Begitu banyak kisah-kisah tentang beliau. Tanpa banyak kata, kami akan paparkan pelajaran-pelajaran penting dari ringkasan kisah-kisah hidup Nabi Ibrahim.

Ibrahim bukan Yahudi, Nasrani, atau pun Musyrikin, ia adalah Muslim. Ada beberapa ayat yang menceritakan beliau pernah mengamati bintang, bulan, dan matahari, lalu membantah sendiri bahwa mereka bukan Tuhan. Banyak dari kita yang menganggap Nabi Ibrahim awalnya mencari Tuhan, lalu menganggap bintang, bulan, dan matahari sebagai Tuhan, lalu akhirnya sadar dan menyembah Allah.

Padahal, posisi Nabi Ibrahim kala itu bukan sedang berpikir untuk mencari Tuhan tetapi sedang berdebat dengan kaumnya, sebagaimana dikatakan Ibnu Katsir. Nabi Ibrahim sedang berdebat dengan penyembah bintang, bulan, dan matahari. Sebab, Nabi Ibrahim bukanlah seorang Musyrik, berdasarkan ayat:

مَا كَانَ اِبۡرٰهِيۡمُ يَهُوۡدِيًّا وَّلَا نَصۡرَانِيًّا وَّ لٰكِنۡ كَانَ حَنِيۡفًا مُّسۡلِمًا ؕ وَمَا كَانَ مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ‏

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang hanif lagi berserah diri (muslim). Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik” – QS. Ali Imran:67

Ayat itu sekaligus membantah klaim Yahudi dan Nasrani bahwa Ibrahim adalah penganut agama mereka. Agama Yahudi dan Nasrani itu datang jauh setelah Ibrahim. Ada pun Islam, sekalipun datang paling akhir, tetapi memiliki ajaran yang sama dengan ajaran (Millah) Ibrahim, yakni Tauhid.

Iman di atas akal dan perasaan. Sebagaimana perintah penyembelihan Nabi Ismail. Jika ditimbang dengan akal, bagaimana bisa Tuhan yang maha kuasa, maha kaya, maka pengasih dan penyayang, minta kurban manusia? Begitu pun jika ditimbang dengan perasaan, maka Ismail ini anak kesayangan Nabi Ibrahim. Lantas, hati orangtua mana yang tidak sedih jika diperintah menyembelih anak kesayangan? Namun, semua itu dikalahkan dengan ketaatan kepada perintah Allah. Perintah Allah di atas akal dan perasaan. Dan ternyata, hasil ketaatannya itu berakhir indah. Allah tidak butuh kurban manusia. Allah maha penyayang. Maka, Ismail pun digantikan dengan hewan sembelihan. Sebab, Allah hanya menguji iman Nabi Ibrahim.

Baca juga: Lukisan Raja Charles dan Sejarah Berdarah Kerajaan Inggris

Debat lintas agama dianjurkan. Sebagaimana kita tahu, Nabi Ibrahim mendebat penyembah bintang, bulan, matahari, dan penyembah patung. Bahkan ayahnya sendiri, yang produsen patung, beliau ajak diskusi. Nabi Ibrahim mampu melemparkan hujjah-hujjah simpel tetapi tak terbantahkan, dari mulai mengajak berpikir bahwa bintang, bulan, dan matahari tak pantas jadi Tuhan karena kadang terbit dan kadang hilang, sampai mendebat penyembah patung dengan pernyataan simple, “Tanya saja patung itu siapa pelaku penghancuran patung-patung lainnya”. Hingga mendebat raja yang mengaku Tuhan, yang akan kami paparkan di poin selanjutnya.

Allah menilai di mana kita berpihak. Aisyah berkata, Rasulullah menceritakan bahwa ketika Nabi Ibrahim dibakar, hewan-hewan berusaha memadamkan api kecuali cicak. Cicak malah ingin menambah besar apinya. Maka dari itu, Rasulullah memerintahkan untuk membunuh cicak (HR Ibnu Majah).

Pelajaran dari hadits ini adalah, hewan-hewan lain tak mampu memadamkan api yang membakar Ibrahim, tetapi paling tidak, mereka berada di pihak yang benar.

Agama bukan hanya soal yang enak-enak saja, tetapi juga pengorbanan. Rasulullah bersabda, Ibrahim diperintah Khitan (sunat) di usia 80 tahun. Beliau sunat menggunakan kapak (HR Bukhari).

Bagaimana kalau di zaman itu yang diperintah berkhitan adalah kita, di mana ketika itu belum ada obat pereda nyeri, alat bedah dan fasilitas medis yang safety? Apakah kita akan menaati perintah Allah itu? Inilah salah satu esensi beragama, yakni pengorbanan (Sacrifice).

Karomah wali itu ada. Di dalam hadits diceritakan, Sarah istri Ibrahim ketika di Mesir hendak dicabuli oleh raja Mesir. Maka, beliau berdoa kepada Allah dan raja itu pun tidak bisa menyentuhnya. Begitu pula kisah Hajar istri kedua Ibrahim yang mendapat karomah berupa air zam-zam ketika beliau sedang diuji di gurun bersama bayinya, Ismail.

Menaati suami yang ingin menjalankan Syariat. Hajar ketika diperintah tinggal di gurun bersama bayinya, Ismail, beliau menaati Ibrahim karena Ibrahim berkata bahwa itu adalah perintah Allah. Tidak ada bantahan sedikit pun. Bahkan tidak ada ragu atau curiga di hati Hajar. Ia meyakini bahwa Allah tidak akan meninggalkan dia.

Haram membuka rahasia suami. Pernah suatu ketika, Nabi Ibrahim datang ke rumah Ismail dan istrinya, Ismail tidak ada di rumah. istrinya tidak mengenali siapa yang datang. Tetapi kemudian sang istri curhat bahwa dia dan suami lagi susah. Ibrahim pun pulang dan menitipkan pesan untuk Ismail agar mengganti palang pintu. Ismail pun datang dan istrinya bercerita. Maka, Ismail pun tahu bahwa yang datang adalah Ibrahim yang berpesan agar Ismail menceraikan istrinya karena istrinya membuka rahasia kepada orang yang tidak ia kenal.

Baca juga: Jembatan Qantharah Setelah Jembatan Shirath

Mendebat pemimpin zalim adalah jihad. Seperti yang kita tahu, Nabi Ibrahim mendebat Raja Namrud yang mengaku Tuhan. Di dalam debat itu, Nabi Ibrahim mematahkan argumen Namrud dengan satu kalimat saja. Tadinya, Namrud berkata, “Saya punya dua terpidana mati, yang satu saya biarkan hidup, yang satu saya biarkan mati. Karena saya adalah Tuhan yang maha mencabut nyawa dan maha menghidupkan”. Lalu Nabi Ibrahim dengan cerdas menjawab, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat. Maka terdiamlah orang Kafir itu”. (QS Al-Baqarah: 258)

Demikianlah ringkasan kisah Nabi Ibrahim dan hikmahnya. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua. Wallahu a'lam bishowab.