Penggerudukan Kompleks Al-Aqsa oleh Israel Sang Provokator

Didampingi lebih dari 2.000 orang warga Israel, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, menggeruduk dan merangsek masuk ke kompleks Al-Aqsa pada Selasa (13/8/2024) pagi. Di bawah perlindungan Kepolisian Israel, mereka melaksanakan ibadah-ibadah dalam rangka memperingati perayaan penghancuran Solomon’s Temple (Kuil Sulaiman) di Kompleks Masjid Al-Aqsa.

Seorang pejabat di Lembaga Wakaf Islam Palestina menggambarkan hal itu sebagai tindakan yang “provokatif”. Berbagai Badan internasional, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Prancis, juga mengecam tindakan Menteri Keamanan Nasional Negara Ibrani itu. Mereka menganggapnya sebagai “provokasi yang menjengkelkan”.

Kami akan mengalahkan Hamas, pihak Israel tidak perlu melakukan negosiasi apa pun dengan mereka di Doha ataupun Kairo, ujar Ben Gvir memprovokasi.

Di kompleks Al-Aqsa tersebut terdapat masjid tersuci ketiga dalam Islam dan simbol identitas nasional Palestina. Selain itu, di sana juga terdapat tempat yang merupakan tempat tersuci bagi umat Yahudi, dihormati sebagai lokasi kuil kuno yang dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 Masehi. Saat ini, meski pun umat Yahudi dan non-Muslim diizinkan mengunjungi Kompleks Masjid Al-Aqsa pada jam-jam tertentu, namun di sana mereka tidak diizinkan untuk berdoa maupun menunjukkan simbol-simbol keagamaan lainnya.

Pasukan Israel menguasai pintu masuk ke Al-Aqsa yang dikelola oleh Departemen Wakaf Islam Yordania. Kementerian Wakaf Yordania pun menganggap, kunjungan kaum Yahudi nasionalis ke Masjid Al-Aqsa sebagai provokasi terhadap perasaan umat Islam. Seorang pejabat di Departemen Wakaf Islam di Al-Quds mengatakan, Sejumlah 2.250 ekstremis Yahudi melakukan doa dan tarian yang provokatif serta mengibarkan bendera Israel selama perangsekan.

Menteri Ben Gvir, alih-alih mempertahankan status quo di masjid dan perjanjian internasional, malah mengawasi operasi Yahudisasi dan mencoba memperkeruh situasi di dalam Masjid Al-Aqsa,” kata pejabat tersebut.

Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas, Penjajah Israel Ketar-Ketir
Israel menentang habis terpilihnya Sinwar. Di mata mereka, ia adalah orang yang paling berbahaya untuk memimpin Hamas. Pengangkatan Sinwar diyakini akan kian mengonsolidasi Hamas di bawah kendalinya.

Bahkan, Kepolisian Israel memberlakukan pembatasan terhadap jumlah jamaah Palestina yang ingin masuk ke Masjid Al-Aqsa. Mereka hanya mengizinkan sejumlah kecil saja.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menganggap bahwa apa yang terjadi pagi itu di Kompleks Al-Aqsa merupakan pengecualian terhadap status quo. Dia berlaku seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

Kecaman Dunia Internasional

Uni Eropa, PBB, dan Amerika Serikat, mengecam pelaksanaan ibadah yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Israel di Masjid Al-Aqsa dan menganggap tindakan tersebut “tidak dapat dibiarkan”. Kementerian Luar Negeri Yordania juga mengutuk penyerbuan Masjid Al-Aqsa yang dilakukan di bawah perlindungan kepolisian penjajah Israel itu.

Keikutsertaan menteri pemerintah Israel dan anggota parlemennya dalam merangsek Kompleks Al-Aqsa adalah ‘pelanggaran secara terang-terangan terhadap hukum internasional’,” jelas Kementerian Luar Negeri Yordania.

Sikap yang sama disuarakan Kementerian Luar Negeri Prancis. Mereka ikut mengecam pelanggaran yang dilakukan penjajah Israel di Kompleks Al-Aqsa. Kementerian Luar Negeri Prancis menganggap, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap status quo sejarah tempat-tempat suci di Al-Quds dan sebuah provokasi yang tidak dapat diterima begitu saja.

Rame-Rame Tolak Wajib Militer di Israel
Pada Senin (5/8/2024) terjadi gejolak penolakan warga Yahudi untuk mengikuti wajib militer di depan kantor perekrutan militer di kota Kiryat Ono, Israel Tengah.

Tindakan provokasi Penjajah Israel di Masjid Al-Aqsa merupakan salah satu dari daftar rentetan pelanggaran yang dilakukan Israel dengan dukungan Amerika, di Jalur Gaza, sejak 7 Oktober 2024 lalu. Hingga saat ini, pembantaian yang mereka lakukan telah menyebabkan lebih dari 132.000 warga Palestina tewas dan terluka. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. Selain itu, lebih dari 10.000 orang hilang di tengah kebengisan pembantaian dan kelaparan yang menusuk.

Sejak tahun 2003, Kepolisian Israel secara sepihak telah mengizinkan warganya masuk tanpa pembatasan ke Masjid Al-Aqsa, meskipun ada protes berulang kali dari Departemen Wakaf Islam.

(Sumber: Anadolu Agency & France 24)