Pengungsian dan Kelaparan di Rafah
Momok kelaparan kini menghantui para pengungsi di Rafah, selatan Jalur Gaza, dekat perbatasan Mesir. Setiap hari, ribuan warga berbondong-bondong datang ke wilayah tersebut, disebabkan agresi Israel yang mengintensifkan serangan mereka di wilayah tengah Jalur Gaza.
Mereka melarikan diri, mengungsi, untuk menyelamatkan nyawa dari agresi tentara penjajah Israel dan pemboman yang membabi buta. Tetapi, di pengungsian ternyata nyawa mereka juga terancam karena kelaparan akibat kekurangan bahan pangan.
Baca juga: Presiden Palestina Tuntut Israel Hentikan Serang dan Bunuh Rakyat Palestina
Tidak sebanding dengan meningkatnya jumlah orang yang mengungsi ke Rafah, kebutuhan pokok yang paling mendasar justru semakin berkurang. Akibatnya, para warga di sana – termasuk banyak anak-anak, perempuan, orang lanjut usia, dan orang sakit – tidak mendapatkan apa pun untuk menunjang kebutuhan hidup mereka. Sebab, makanan yang didistribusikan oleh organisasi-organisasi amal di sana jumlahnya tidak mencukupi.
Meski pun tragedi yang menimpa para pengungsi semakin parah, tidak ada yang bisa meringankan penderitaan mereka. Terutama setelah sejumlah negara donor menahan bantuan kepada Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), disebabkan klaim Israel yang menuduh bahwa 13.000 karyawan lembaga tersebut terlibat dalam serangan Badai Al-Aqsa.
Sejak 7 Oktober 2023, tentara Israel telah melancarkan perang mematikan di Jalur Gaza. Hingga Rabu (31/01/2024), rangkaian serangan tentara Israel itu telah menyebabkan 26.900 orang syahid dan 65.949 orang terluka. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. Data itu menurut pihak berwenang Palestina. Selain itu, serangan militer Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menyebabkan kehancuran yang sangat parah dan menjadi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut PBB.
Sumber: (Al Jazeera)