Peringatan 41 Tahun Tragedi Tanjung Priok: Keluarga Korban Tuntut Penuntasan dan Pengakuan HAM

Memeringati 41 tahun tragedi Tanjung Priok 1984, para korban dan keluarga korban menggelar acara muhasabah, doa bersama, dan silaturahmi di Masjid Al-A’Raf, Jalan Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (12/9/2025). Acara itu digelar sebagai bentuk refleksi dan peneguhan komitmen terhadap keadilan dan kemanusiaan, menyusul belum tuntasnya penyelesaian tragedi kemanusiaan tersebut oleh negara.

Mewakili keluarga korban, Beni Biki menyampaikan bahwa kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenang dan mendoakan seluruh korban yang meninggal dunia dalam peristiwa kelam tersebut. “Selain itu, kami juga menggelar muhasabah dan doa bersama untuk seluruh korban,” kata Beni.

Beni melanjutkan, pihaknya telah mengirim dua surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Rabu (10/9/2025). Surat tersebut berisi harapan agar Presiden memberikan kesempatan audiensi bagi keluarga korban untuk menyampaikan aspirasi penting secara langsung.

Audiensi ini kami harapkan untuk menjalin silaturahmi dengan Presiden sekaligus menyampaikan aspirasi terkait upaya rehabilitasi nama baik para korban serta keturunan mereka,” tambahnya.

Surat Terbuka Keluarga Korban Tragedi Tanjung Priok Kepada Presiden RI
Tepat 41 tahun setelah terjadinya Peristiwa kelam dalam perjalanan bangsa, kasus Tanjung Priok, keluarga korban melayangkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menuntut negara menuntaskan kasus tersebut secara adil

Keluarga korban menekankan bahwa tragedi Tanjung Priok bukan sekadar catatan sejarah, melainkan luka kemanusiaan yang hingga kini belum sembuh. Pemerintah sebelumnya telah mengakui 12 kasus pelanggaran HAM berat, tetapi kasus Tanjung Priok tahun 1984 belum termasuk di dalamnya, meski pun telah direkomendasikan oleh Komnas HAM.

Isi surat terbuka yang mereka kirimkan juga menyinggung permintaan maaf yang pernah disampaikan oleh tokoh-tokoh terkait tragedi tersebut, semisal almarhum Presiden Soeharto dan Jenderal Beny Moerdani. Namun, keluarga korban menilai belum ada penuntasan yang memadai, apalagi pemulihan nama baik dan kompensasi yang layak.

Melalui surat tersebut, keluarga korban menuntut agar tragedi Tanjung Priok diakui secara resmi sebagai kasus pelanggaran HAM berat oleh pemerintah. Selain itu, mereka meminta agar diberikan pemulihan nama baik, kompensasi yang adil, serta langkah konkret untuk menuntaskan kasus ini agar tidak menjadi beban sejarah bagi generasi mendatang.

Kami percaya, di awal masa kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo, momentum ini menjadi kesempatan untuk menorehkan sejarah yang berpihak kepada kebenaran dan keadilan,” tutup pernyataan keluarga korban.

Mengakhiri pernyataannya, Beni menegaskan, "Yang kami butuhkan saat ini bukan lagi janji, melainkan tindakan nyata dari pemerintah."