Perjalanan Dakwah dari Ujung Kaki kanan Sulawesi Menuju Kepulauan Seribu
Erwin adalah seorang pemuda berusia 20 tahun. Tahun 2021, ia menyelesaikan pendidikan dai dan muballigh di Wahdah Islamiyah Pusat di Makassar, Sulawesi Selatan. Semangat membara di dalam dadanya untuk menjalankan amanah dakwah. Berbekal semangat yang membara itu, Erwin diutus ke Kepulauan Seribu. Tepatnya di Pulau Kelapa.
Perjalanan Panjang Erwin ke Pulau Kelapa dimulai dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia terbang dari Bandara Haluoleo menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng, Jakarta. Dari Cengkareng, Erwin melanjutkan perjalanan dengan kapal dari Pelabuhan Marina Ancol menuju Dermaga Pulau Kelapa.
Setiba di Pulau Kelapa, Erwin menghadapi tantangan baru. Tanpa kenalan dan tempat tinggal tetap di tempat yang baru ia datangi. Ia memutuskan untuk tinggal di masjid selama tiga hari. Sembari bersandar di teras masjid, duduk merenung menatap lautan yang membawanya ke tempat tersebut, Erwin memotivasi diri sendiri. Ia bergumam, “Bahwa Allah Selalu ada di setiap langkah dalam perjalananmu”.
Selama tiga hari tersebut, ia memikirkan tempat tinggal yang layak dan strategis. Setelah tiga hari, Erwin memutuskan untuk menyewa sebuah kamar kontrakan di pulau tersebut.
Selama masa pengabdiannya di Pulau Kelapa, Erwin mendapatkan berbagai pengalaman berharga. Salah satunya adalah bertemu dengan satu kakek buta yang merupakan seorang muadzin di Masjid Jami Al-Falah, Pulau Kelapa. Meski tidak memiliki penglihatan, kakek tersebut dengan tekun melaksanakan shalat lima waktu di masjid. Hal itu memberi Erwin inspirasi dan motivasi dalam menjalankan tugas dakwahnya.
Di saat keuangan sudah menipis, Erwin pun tidak ragu untuk bekerja keras. Ia menjadi kuli angkut material kapal tongkang di dermaga Pulau Kelapa. Lumayan.
Namun, pengalaman bekerja di dermaga ini tidak selalu manis. Suatu hari, Erwin ditipu oleh seorang mandor yang awalnya menjanjikan upah Rp 150.000. Tetapi setelah bekerja, ia hanya dibayar Rp 100.000. Meski pun demikian, Erwin tetap menjaga semangat dan terus bekerja keras.
“Tinggat Kecintaan dan ketakwaan kita kepada Allah itu sangat kuat ketika kita tidak memiliki apa-apa selain Allah subahanahu wata’ala,” ucapnya.
Waktu terus berjalan. Seiring berjalannya waktu, Erwin berhasil mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat. Ia diundang untuk mengisi kajian pemuda di Masjid Jami Al-Falah dan bahkan menggantikan kepala pondok pengajian yang sudah sepuh dan sakit-sakitan. Kontribusi Erwin dalam pendidikan agama pun sangat dihargai oleh Masyarakat di sana.
Puncak dari perjalanan dakwah Erwin adalah ketika ia diundang untuk mengisi khutbah Jumat di Pulau Sabira, pulau terluar dan terjauh di Kepulauan Seribu. Pulau Sabira posisinya lebih dekat ke Lampung daripada Jakarta. Pada hari Rabu, Erwin berangkat ke Pulau Sabira. Lebih awal, karena tidak banyak kapal yang berangkat menuju pulau tersebut.
Saat hari Jumat tiba, Erwin melaksanakan khutbah Jumat dan menjadi imam shalat Jumat di Pulau Sabira. Namun, Ketika hendak kembali, cuaca buruk menghambat perjalanan dia pulang ke Pulau Kelapa. Tidak ada kapal yang berangkat pada hari itu. Paling cepat, baru ada di hari Selasa. Sehingga, Erwin terpaksa tinggal di Pulau Sabira selama satu pekan, dari hari Rabu hingga Selasa.
Namun, meski pun tinggal di pulau yang jauh dan berada dalam kondisi yang tidak nyaman, Erwin menemukan banyak kenangan dan pengalaman yang berharga di sana. Ia merasakan kebaikan dan keramahan orang-orang di Kepulauan Seribu yang selalu membantu dia dalam menjalankan tugas dakwah.
Begitulah. Pengalaman dakwah yang dijalani dan dialami Erwin di Kepulauan Seribu meninggalkan kesan mendalam dalam hidupnya. Kebaikan dan keramahan masyarakat di pulau tersebut menjadi kenangan yang akan selalu dikenang. Erwin berharap agar segala kebaikan yang diterima dan diberikan selama masa tugasnya di Kepulauan Seribu mendapat balasan dari Allah Swt dengan kebaikan yang lebih banyak lagi.
“Ada atau tiadanya kamu, gerbong dakwah terus berjalan menuju jalan kebaikan dan kehidupan yang hakiki.”