Pernik Jihad di Bulan Ramadhan: Perjanjian Nubia atau Perjanjian Baqth

Islam masuk ke Afrika dan menaklukkan Mesir pada masa Umar bin Khaththab RA. Lalu diangkatlah Amr bin Ash RA sebagai Gubernur Mesir. Di masanya, Islam diperluas sampai ke perbatasan dengan Sudan, daerah yang disebut dengan Nubia atau Naubah. Di sana, telah ada negeri yang menganut Kristen yang disebut negeri Maqurra.

Amr bin Ash ingin menaklukkan negeri ini. Maka, diutuslah ekspedisi pasukan di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi’ Al-Fihri. Pertempuran dengan pasukan Nubia pun berlangsung sengit, dan kali ini pasukan Muslimin harus terhenti karena menghadapi pasukan yang sangat lihai dalam memanah. Banyak pasukan Muslimin yang kena panah di mata sehingga buta.

Ibnu Abdil Hakim dalam kitabnya Futuh Mishr wa Al-Maghrib halaman 215 mengisyaratkan bahwa perang panah mata itu terjadi di era Abdullah bin Sa’d. Sedangkan Al-Baladzuri dalam Futuh Buldan halaman 234 mengisyaratkan itu terjadi di era Amr bin Ash, dan yang pasti Uqbah bin Nafi’ memang di era Amr bin Ash.

Akhirnya, diadakanlah gencatan senjata yang berlaku antara Mesir di bawah Amr bin Ash dengan pemimpin negeri Nubia. Ini berlangsung sampai kemudian di masa Khalifah Utsman bin Affan RA, ketika dia mengganti Amr bin Ash dengan Abdullah bin Sa’id bin Abi Sarh, seorang Shahabi penulis wahyu yang pernah murtad lalu Rasulullah ingin membunuh dia pada penaklukkan Mekah, tetapi dia diamankan oleh Utsman dan Rasulullah menerima pengamanan Utsman ini. Lalu Abdullah bin Abi Sarh masuk Islam lagi dan keislamannya baik sehingga dia dijadikan Gubernur Mesir oleh Utsman yang merupakan saudara sesusunya.

Al-Maqrizi dalam kitab Al-Mawa’izh wa Al-‘Ibar mengatakan, setelah gencatan senjata dengan Amr bin Ash, negeri Naubah ini melanggar perjanjian, sehingga memaksa Abdullah bin Abi Sarh untuk menyerang mereka lagi. Kali ini, karena mengetahui kelihaian mereka dalam memanah, maka Abdullah memersiapkan strategi baru yaitu mengepung ibukota mereka yang bernama Dunqulah, lalu mengebom mereka dengan manjaniq (bola api). Negeri Naubah atau Nubia atau Maqurra belum mengenal jenis senjata ini, sehingga mereka kocar-kacir karenanya. Hal yang membuat raja mereka terpaksa mengajukan gencatan senjata. Akhirnya, ditandatanganilah Perjanjian Naubah atau disebut oleh Al-Maqrizi dengan Perjanjian Baqt pada Ramadhan tahun 31 Hijriyyah.

Isi perjanjian adalah mereka harus menyerahkan budak yang disebut BAQTH kepada Mesir yang telah dikuasai kaum Muslimin, dan imbalannya adalah Mesir mengirim bahan makanan kepada mereka.Tetapi yang lebih penting dalam perjanjian ini adalah bahwa mereka tidak boleh mengusik dakwah dan harus membebaskan orang Islam di negeri mereka untuk membangun masjid.

Dengan bebasnya kaum Muslimin berdagang di negeri Naubah dan membangun masjid, maka dakwah di sana pun marak, sehingga banyak orang Afrika Sudan yang masuk Islam dengan sukarela. Sampai akhirnya, di abad kedelapan Hijriyyah, mereka semua masuk Islam. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal masuknya Islam di pedalaman Afrika tanpa perang, karena dakwah tidak boleh diganggu sampai ke pelosok Sudan dan Afrika Tengah.

Hikmah dari peristiwa perjanjian Naubah atau Baqt ini adalah:

1. Allah maha membolak-balikkan hati. Ada sahabat yang menjadi penulis wahyu lalu murtad tetapi akhirnya masuk Islam lagi karena ditaklukkannya Mekah, lalu setelah itu malah menjadi panglima penyelamat negeri Islam di Afrika. Itulah Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh. Maka, semua hal bisa terjadi selama hayat masih dikandung badan. Jadi, berdoalah kepada Allah meminta husnul khatimah dan jangan putus asa mendoakan mereka yang belum mendapat hidayah agar mendapatkan hidayah.

2. Pentingnya diplomasi, terutama ketika perang senjata tidak terlalu menguntungkan. Itu yang dilakukan Amr bin Ash dengan berunding kepada Kerajaan Maqurra di Naubah, tetapi tetap pulang tidak dalam keadaan kalah.

3. Mengubah strategi perang setelah memelajari kekuatan musuh, seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Abi Sarh yang tahu kelihaian panah pasukan Maqurra, maka dia membombardir kotanya dengan manjaniq.

4. Tujuan dari perang dalam Islam adalah menyebarkan dakwah. Jika dakwah bisa disebarkan tanpa perang, maka itu lebih baik. Terbukti, negeri Sudan dan seterusnya menjadi negeri Muslim bukan karena kerajaan mereka ditaklukkan, tetapi karena dakwah yang diizinkan dengan jaminan keamanan pasukan induk yang ada di Mesir.