Pertempuran Aror: Kemenangan Muhammad bin Qasim di Bulan Ramadhan

Pertempuran Aror merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam ekspansi Islam ke anak benua India. Tahun 712 M, dipimpin oleh Muhammad bin Qasim, jenderal muda dari Dinasti Umayyah, pasukan Muslim berhasil mengalahkan Raja Dahir dari Sindh, tepat di bulan Ramadhan tahun 93 H.

Kemenangan ini bukan hanya sekadar penaklukan, tetapi juga menjadi awal dari masuknya Islam ke wilayah yang kini menjadi Pakistan dan India. Dengan strategi brilian, keberanian luar biasa, dan kepemimpinan yang matang meski pun masih berusia 17 tahun, Muhammad bin Qasim mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai salah satu panglima terbaik di masanya.

Latar Belakang: Misi Muhammad bin Qasim

Ekspedisi Muhammad bin Qasim ke Sindh bermula dari insiden perompakan terhadap kapal dagang Muslim yang membawa para janda dan anak-anak pedagang Arab. Kapal ini berlayar dari Sri Lanka menuju Basrah, namun diserang oleh bajak laut yang berada di bawah kekuasaan Raja Dahir.

Gubernur Irak, Al-Hajjaj bin Yusuf, marah atas kejadian ini. Setelah diplomasi gagal, ia mengirim Muhammad bin Qasim dengan pasukan berkekuatan sekitar 6.000 hingga 12.000 tentara untuk menundukkan Sindh dan menegakkan keadilan bagi kaum Muslimin.

Perjalanan dimulai dari Debal (sekarang Karachi, Pakistan), yang ditaklukkan dengan bantuan manjanik (ketapel raksasa). Setelah kemenangan di Debal, Muhammad bin Qasim bergerak ke utara, menargetkan Aror, ibu kota Sindh dan pusat kekuasaan Raja Dahir.

Pertempuran di Bulan Ramadhan

Saat Muhammad bin Qasim tiba di dekat Aror, pasukan Raja Dahir telah bersiap. Mereka memiliki kekuatan sekitar 20.000 prajurit, dengan gajah perang sebagai senjata utama.

Pertempuran ini berlangsung pada bulan Ramadhan tahun 93 H (Juni-Juli 712 M). Pasukan Muslim yang tengah menjalankan ibadah puasa menganggap perang ini sebagai jihad fi sabilillah, yang semakin meningkatkan semangat juang mereka.

Strategi Brilian Muhammad bin Qasim

Muhammad bin Qasim dengan cerdik memanfaatkan kelemahan gajah perang Raja Dahir. Ia memerintahkan pemanahnya untuk menembakkan panah beracun ke mata gajah. Strategi ini berhasil; gajah-gajah yang terluka mengamuk dan justru berbalik menyerang pasukan Sindh sendiri, menyebabkan kepanikan besar.

Melihat celah ini, Muhammad bin Qasim memimpin serangan frontal dengan pasukan berkuda. Mereka menerobos pertahanan musuh dengan cepat dan langsung menyerang pusat pasukan Raja Dahir.

Kegagalan dan Keangkuhan Raja Dahir

Meski pun tahu pasukannya kalah, Raja Dahir tetap bersikeras bertempur. Bukan karena keberanian, tetapi karena kesombongan dan keengganannya menerima kenyataan. Alih-alih mencari cara untuk menyelamatkan rakyatnya, ia memilih tetap berada di atas gajah perangnya, terisolasi dari pasukannya yang sudah dilanda kepanikan.

Ketidakmampuan dia dalam mengoordinasikan pasukan semakin menambah buruk keadaan. Sementara tentaranya bertempur dalam kekacauan, Raja Dahir hanya berusaha memertahankan dirinya sendiri, tanpa strategi yang jelas. Akhirnya, dalam pertempuran sengit, ia tewas tanpa memberikan perlawanan berarti, meninggalkan pasukannya dalam keadaan tercerai-berai.

Pasukan Pemberani

Meski pun baru berusia 17 tahun, Muhammad bin Qasim menunjukkan kepemimpinan luar biasa. Saat pasukannya hampir kehilangan momentum, ia menunggang kuda ke garis depan, mengibarkan panji Islam, dan meneriakkan takbir dengan lantang. Tindakannya ini membakar semangat pasukannya, yang kemudian melakukan serangan habis-habisan hingga memenangkan pertempuran.

Salah satu panglima Muhammad bin Qasim, Al-Muhallab bin Abi Sufrah, memimpin sekelompok kecil pasukan berkuda untuk menyelinap ke belakang garis pertahanan musuh. Dengan keberanian luar biasa, mereka langsung menyerang markas Raja Dahir, menyebabkan kebingungan besar di pihak musuh.

Setelah Pertempuran: Awal Pemerintahan Islam di Sindh

Kemenangan di Aror menandai awal pemerintahan Muslim di Sindh. Muhammad bin Qasim memasuki kota dan segera mengatur administrasi di wilayah tersebut.

Sebagaimana pada penaklukan lainnya, pemerintahan Muslim menjunjung tinggi toleransi kepada semua penduduk lokal. Mereka diperbolehkan memertahankan agama dan budaya mereka dengan syarat membayar jizyah (pajak bagi non-Muslim).

Pendekatan ini menarik simpati masyarakat Sindh dan membuka jalan bagi penyebaran Islam secara damai di wilayah tersebut. Setelah mengamankan Aror, Muhammad bin Qasim melanjutkan ekspansinya ke Brahmanabad dan Multan, menjadikan keduanya pusat perkembangan Islam di kawasan itu.

Dampak Pertempuran Aror

Islam mulai berkembang di anak benua India: Kemenangan ini membuka pintu bagi penyebaran Islam di wilayah yang kini menjadi Pakistan dan India.

Pemerintahan Muslim pertama di Sindh: Muhammad bin Qasim mendirikan sistem administrasi yang adil dan toleran.

Akhir Dinasti Brahmana di Sindh: Dengan gugurnya Raja Dahir, kekuasaan Hindu-Buddha di wilayah Sindh mulai melemah dan digantikan oleh pemerintahan Muslim.

Inspirasi bagi generasi mendatang: Keberanian Muhammad bin Qasim yang masih muda menjadi contoh kepemimpinan dalam sejarah Islam.

Disadur dari berbagai sumber