Polda Metro Jaya Tangani Peristiwa di Hotel Kemang, Din Syamsudin Nyatakan Siap Beri Kesaksian

Polda Metro Jaya telah menetapkan tiga orang tersangka pelaku dalam kasus pembubaran paksa diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/9/2024). Tersangka ketiga yaitu MR alias RD ditangkap jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Selasa (1/10/2024) kemarin. Demikian dikatakan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (2/10/2024).

Selain penetapan dan penangkapan tiga tersangka tersebut, Kombes Pol Ade Ary mengatakan, sampai saat ini Bidang Propam Polda Metro Jaya pun telah memeriksa 30 Anggota POLRI untuk mendalami SOP (standard operating procedure) pengamanan yang dilakukan. Menurut Ade Ary, 30 Anggota Polisi yang diperiksa itu adalah personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Selatan, dan Polsek Mampang Prapatan.

Terkait audit atau evaluasi internal perkembangan pemeriksaan oleh Bid Propam Polda Metro Jaya, sampai dengan saat ini ada 30 Anggota POLRI yang dilakukan pemeriksaan,” katanya.

Bidang Propam Polda Metro Jaya juga meminta keterangan dari enam orang warga sipil dalam rangka mendalami dugaan pelanggaran SOP dalam peristiwa tersebut. “Warga masyarakat ada enam yang dilakukan pemeriksaan oleh Propam, antara lain pelaku tindak pidana pada insiden itu, kemudian ada manajemen Hotel Grand Kemang dan sekuriti Hotel Grand Kemang,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sekelompok orang tak dikenal membubarkan paksa diskusi yang diadakan oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2024). Aksi pembubaran paksa itu diiringi perusakan sejumlah fasilitas penyelenggaraan diskusi disertai bentakan dan makian yang terlontar. Diskusi FTA bertajuk “Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional” yang antara lain dihadiri tokoh-tokoh nasional semisal Refly Harun, Din Syamsudin, Said Didu, dan Marwan Batubara, tersebut akhirnya batal dilaksanakan karena terjadinya kericuhan akibat aksi pembubaran paksa itu.

Sejumlah Tokoh Nasional Diskusikan “Jelang 20 Oktober 2024”
Sejumlah tokoh nasional hadir dalam acara diskusi publik yang mengangkat tema besar “Jelang 20 Oktober 2024?”, di Aljazera Signature Restaurant & Lounge, Jakarta Pusat, 1 Oktober 2024.

Buntut peristiwa itu, Polisi telah menangkap enam orang pelaku. Tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 170 KUHP juncto Pasal 406 KUHP serta Pasal 170 KUHP juncto Pasal 351 KUHP.

Kabid Humas Polda Metro Jaya pun sempat menyatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk memanggil sejumlah tokoh guna memberikan kesaksian atas peristiwa yang dialami Forum Tanah Air saat menyelenggarakan diskusi Silaturahmi Kebangsaan itu. Menanggapi pernyataan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Prof. Dr. H. Din Syamsudin menyatakan, para tokoh yang diundang sebagai pembicara dan menyaksikan langsung kejadian brutal tersebut menyatakan siap datang jika dipanggil Kepolisian untuk memberikan kesaksian.

Saya sebagai salah seorang narasumber yang diundang ke silaturahmi organisasi diaspora Indonesia di lima benua tersebut menyatakan siap bersaksi. Kesempatan itu akan saya manfaatkan untuk menjelaskan bagaimana para pelaku kebrutalan itu memasuki ruangan dan mengobrak-abrik panggung dan ruangan. Dari mereka, ada yang ditengarai sebagai preman dan ada yang memakai masker,” tutur Din Syamsudin dalam keterangan pers tertulis yang disampaikannya ke Redaksi Sabili.id, Kamis (3/10/2024).

Menurut Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, jika berkesempatan untuk datang memberikan kesaksian, ia juga akan tegaskan bahwa sejumlah Anggota POLRI yang berada di lokasi saat kejadian berlangsung tampak membiarkan terjadinya perusakan. Bahkan, tegas Mantan Ketua Umum MUI Pusat itu, para Anggota POLRI tersebut terlihat seolah-olah mendukung kelompok perusuh.

Bukti-bukti video betapa perusuh bersikap akrab bahkan mencium tangan seorang polisi adalah kasat mata. Banyak bukti lain yang terekam yang mengindikasikan bahwa polisi tidak melakukan fungsinya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat,” tegasnya.

Luka Mendalam: Kisah Nyata Kekejaman PKI di Indonesia
Peristiwa G30S/PKI menjadi pelajaran berharga bahwa ancaman terhadap Pancasila bisa datang dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memahami sejarah dan nilai-nilai Pancasila agar dapat menjaga keutuhan NKRI.

Pria kelahiran 31 Agustus 1958 itu melanjutkan, ia menyesalkan terjadinya kejadian tersebut. Dan menyayangkan pula sikap aparat kepolisian yang cenderung membiarkan tindakan kekerasan serta penganiayaan oleh sekelompok rakyat atas kelompok rakyat lain.

Kalau Kapolri menyatakan memerintahkan untuk anggotanya tidak menoleransi bentuk-bentuk anarkhisme, maka inilah saatnya untuk dibuktikan. Tidak dalam kata-kata tetapi dalam tindakan nyata. Kami warga masyarakat yang menjadi korban jangan dikorbankan lagi dengan alibi dan dalih yang tidak rasional,” katanya.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menegaskan, POLRI harus menindak tegas para pelaku, yang jumlahnya lebih dari lima orang itu. Termasuk juga menindak para oknum Anggota POLRI yang terlibat atau melakukan pembiaran terjadinya aksi kekerasan itu.

Saya pribadi melarang para simpatisan di daerah-daerah, baik jawara maupun laskar, untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, termasuk mengincar para pelaku yang sudah terungkap di permukaan. Maka, POLRI harus menindak tegas para pelaku (yang jumlahnya lebih dari lima orang), termasuk oknum Anggota POLRI yang terlibat. Jika penangkapan mereka tidak sungguh-sungguh, maka gerakan menggugat POLRI akan berkembang. Saya termasuk yang bersetuju agar Kepolisian Negara direposisi dan fungsi-fungsinya dibatasi. POLRI harus betul-betul berfungsi sebagai pengayom dan pelindung rakyat. Bukan sebaliknya,” tegas Din Syamsudin.