Politik kok Identitas?
Muhammad Rifqi S.M. (Alumni Pelatihan Jurnalistik sabili.id batch 1)
Saat Rakernas Partai Ummat, 13 Februari 2023, Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, menegaskan, partai mereka mengusung politik identitas "Islam”. “Kami akan secara lantang mengatakan, 'Ya, kami Partai Ummat dan kami adalah politik identitas'," ucapnya.
Apa yang dimaksud politik identitas? Di tengah derasnya sentimen terhadap politik identitas, jagad media sosial dibuat gempar beberapa minggu ini dengan munculnya wacana salah satu partai yang mengusung politik identitas, kenapa justru Partai Ummat mengusung politik identitas "Islam"?
Pengertian Politik Identitas
Buku "Politik Identitas Etnis" (2002) karya Abdillah mendefinisikan politik identitas sebagai politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul kesamaan atas dasar persamaan-persamaan tertentu, mulai dari etnis, agama, hingga jenis kelamin.
Buku "Stanford Encyclopedia of Philosophy" (2007) karya Cressida Heyes berpendapat, politik identitas adalah suatu jenis aktivitas politik yang dikaji secara teoritik berdasarkan pada pengalaman-pengalaman persamaan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh golongan tertentu.
Sedangkan dari halaman Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. M. Arskal Salim GP, mengatakan, politik identitas biasanya dimanfaatkan oleh kelompok minoritas maupun marjinal dalam upaya melawan ketidakadilan atau ketimpangan sistem. Dalam menyuarakan aspirasi kelompok pengusung politik identitas, distingsi seperti kesukuan, gender, dan agama ditunjukkan secara eksplisit dan intensif.
Politik Identitas Bukan Masalah
Ya, benar. Politik identitas memang bukan masalah. Yang masalah adalah politik kebencian (Politics of Resentment). Karena setiap yang berkecimpung di dunia politik pasti akan membawa identitas, entah itu nasionalis, agamis, bahkan dulu komunis. Maka, politik kebencian harus ditendang jauh-jauh dari politik negeri kita tercinta ini. Jangan sampai hadir fenomena politik, ketika identitasnya atau kelompoknya berbeda maka ingin menghilangkan.
Francis Fukuyama dalam bukunya "Identity" mengatakan, tantangan utama demokrasi hari ini adalah tumbuh suburnya politik kebencian akibat penetrasi internet dan media sosial. Politik kebencian terjadi ketika narasi-narasi identitas dibumbui oleh narasi reward and punishment. Contohnya, jika tidak memilih Partai X atau Kandidat Y, maka dapat dikatakan cebong atau kampret.
Politik Identitas Hari Ini
Walaupun banyak narasi negatif terhadap politik identitas, penulis mengamati, sebenarnya setiap kali menghadapi pemilu, partai-partai yang ada di Indonesia justru selalu menggunakan politik identitas, walaupun tanpa sadar, bahkan menolak menggunakan istilah politik identitas itu sendiri. Contohnya, ketika mendekati pemilu, penulis melihat banyak partai yang datang ke pesantren-pesantren dengan dalih silaturahim. Bukankah hal itu juga dinamakan politik identitas? Kalau mengelak dengan mengatakan "hanya silaturahim", kenapa silaturahim selalu dilakukan ketika mendekati waktu pemilu?
Pada hari ini politik identitas selalu dilabelkan pada tokoh-tokoh Islam. Padahal, agama lain juga melakukan hal yang sama. Bahkan politik kesukuan juga merupakan politik identitas, misalnya harus orang Jawa, harus orang Sunda, harus orang Sumatera, dan lainnya.
Dalam hal politik identitas, kita harus paham bahwa politik identitas itu alamiah, sebagaimana pendapat Francis Fukayama dalam buku "The Origin of Political Order". Dan politik identitas ini merupakan suatu konsekuensi dari sifat manusia yang berkelompok “politik”. Konteks identitas yang dibawa ini bersifat luas, mulai dari identitas agama, ras, suku, kelompok kerja, dan seterusnya.
Entah kenapa isu politik identitas ini sengaja ditiupkan terus oleh kelompok tertentu yang ketakutan kalah. Inilah politik adu domba sesama anak bangsa yang tidak produktif dan justru merusak semangat demokrasi. Munculnya isu politik identitas ini juga tidak lepas dari upaya untuk mendiskreditkan kelompok tertentu, karena isu politik identitas dinilai sangat ampuh untuk melumpuhkan dan membuat rival politik tumbang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas, mulai dari suku, ras, agama, dan lainnya. Khusus di Indonesia sendiri, politik identitas kerap mengerucut kepada dua kelompok, yaitu nasionalis dan agamis. Artinya, apa yang dikatakan oleh Ketua Umum Partai Ummat di atas sudah tepat. Sebagai partai Islam, memang sudah seharusnya Partai Ummat mengusung identitas Islam.
Sama halnya dengan partai nasionalis yang memang seharusnya mengusung identitas Nasionalis. Mau identitas Nasionalis atau Agamis, silahkan. Itu sah-sah saja selama tidak menggunakan kekerasan. Jangan sampai ketika ingin meraih kekuasaan memakai politik kebencian (Politics of Resentment) karena akan membuat keretakan sesama anak bangsa dan akan merusak persatuan Indonesia.