Pondok dan Perkembangan Peradaban

Di Indonesia banyak sekali sebutan “pondok”. Terutama di lingkungan pesantren. Orang mengira istilah pondok berasal dari bahasa Indonesia. Padahal, istilah pondok itu asalnya dari bahasa Arab.

Di Jeddah banyak sekali pondok, tetapi namanya fundûq. Misalnya fundûq Hilton, fundûq Holiday, fundûq Regent, dan sebagainya. Yang dimaksud fundûq ini adalah hotel. Memang, hotel itu sendiri pada mulanya adalah penginapan, sama dengan fundûq. Fundûq itu sendiri bukan bahasa Arab asli, melainkan berasal dari bahasa Yunani-Bizantium yang artinya memang penginapan.

Ketika para kiai dulu mendirikan apa yang disebut pondok, sebenarnya mereka mendirikan tempat penginapan bagi santri yang ingin belajar. Dari fundûq inilah, muncul bentuk modern yang sekarang disebut hotel, yang dari segi tradisinya merupakan kelanjutan dari kebudayaan Islam, yang muncul akibat anjuran dari agama, agar orang itu suka berpindah, melakukan pengembaraan.

Di dalam Al Qur’an ada celaan kepada orang yang tidak mau pindah karena mengeluh bahwa nanti ia tidak bisa berbuat sesuatu secara bebas. Maka, Tuhan mengatakan, mengapa kamu tidak pindah? Apakah bumi ini begitu sempitnya, padahal bumi itu luas sekali?

Kasus Brandoville dan Empat macam intimidasi di tempat kerja
Kasus intimidasi di dunia kerja (industri) sangat banyak terjadi. Bahkan bisa jadi di tiap tempat kerja ada intimidasi. Intimidasi juga bertingkat-tingkat, dari yang masih rendah sampai ke tingkat membahayakan.

Inilah motivasi terdalam mengapa umat Islam dulu itu selalu berpindah-pindah, berdagang, dan sebagainya, sambil berdakwah. Sebab, pada waktu itu tidak ada “batas” negara yang tegas, lagi pula tidak ada paspor atau pun visa, maka budaya berpindah menjadi demikian bebasnya.  Di dalam perjalanan berpindah-pindah, dalam berniaga itu, tempat mereka menginap ialah masjid. Masjid menjadi tempat penginapan gratis.

Lama-kelamaan, dari masjid ini dibuatlah ruang khusus untuk penginapan. Biasanya di pojok masjid, yang mula-mula disebut zâwiyah, tempat para santri tidur. Pada saatnya, zawiyah dipisahkan dari masjid, dan menjadi sebuah bangunan yang belum sepenuhnya independen, tetapi sudah terpisah dari masjid kendati masih bersatu dengan masjid, yang disebut ribath. Lama kelamaan, ribâth ini mulai disebut dalam bahasa Persi — yang dipinjam dari bahasa Yunani melalui bahasa Suryani – dengan funduq.

Dari sini, kelak muncul jaringan di antara penginapan-penginapan, atau yang sekarang kita sebut hotel yang banyak bertebaran di jalur-jalur perdagangan. Orang Islam-lah yang pertama kali membuat jaringan perhotelan ini.

Di Turki, misalnya. Salah satu ciri kerajaan Turki Utsmani ialah banyaknya penginapan. Dari sinilah, nanti, ide jaringan penginapan itu pindah ke Barat, dan menjadi hotel. Seluruh proses budaya ini ada sangkut-pautnya dengan pengembaraan yang banyak diperintahkan dalam Al Qur’an, misalnya, “Katakanlah, Muhammad, mengembaralah kamu di bumi dan perhatikan bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran” – QS. An Naml:69

Dari sini, kelihatan bahwa salah satu hasil yang dapat diharapkan dari pengembaraan ialah mengambil pelajaran dari budaya-budaya lain; mengambil pelajaran dari bangsa-bangsa lain, yang kelak menjadi ciri peradaban Islam, yang secara maksimal mencoba mengumpulkan perkembangan terbaik dari peradaban-peradaban sekitar Islam. Peradaban yang berkembang melalui semangat Islam ini lalu disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Timur dan Barat.