Presiden Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Enam Pejuang
Momen Hari Pahlawan diperingati setiap 10 November biasa diisi penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk tokoh-tokoh pejuang yang telah diusulkan sebelumnya. Tahun ini, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk enam pejuang.
Uniknya, enam pejuang yang tahun ini mendapatkan gelar pahlawan nasional tersebut justru tidak terkait dengan Pertempuran Surabaya yang terjadi pada 10 November 1945 dan melandasi lahirnya Hari Pahlawan. Mereka yang berasal dari berbagai daerah di tanah air tersebut merupakan perintis, pendobrak, dan pejuang kemerdekaan.
“Setiap Hari Pahlawan, kita (Pemerintah Indonesia, Red) menganugerahkan gelar pahlawan kepada para pejuang yang dulu ikut memperjuangkan kemerdekaan negara dan atau ikut mengisi kemerdekaan dengan pengabdian dan perjuangan yang luar biasa jasanya kepada negara,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, seperti dikutip Antara.
Mahfud mengatakan, keenam pejuang yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tersebut adalah Ida Dewa Agung Jambe (Bali), Bataha Santiago (Sulawesi Utara), Mohammad Tabrani Soerjowitjirto (Jawa Timur), Ratu Kalinyamat (Jawa Tengah), KH Abdul Chalim (Jawa Barat), dan KH Ahmad Hanafiah (Lampung). Dia menjelaskan, para pejuang yang ditetapkan pemerintah sebagai Pahlawan Nasional tahun ini telah memenuhi tiga syarat umum, yaitu sudah wafat, sudah berjuang, tidak pernah berkhianat terhadap negara.
Ida Dewa Agung Jambe yang juga dikenal sebagai Raja Klungkung kedua merupakan pejuang yang gugur saat berjuang melawan tentara Kolonial Belanda dalam Perang Puputan Klungkung pada 28 April 1908. Bataha Santiago merupakan Raja Ketiga Manganitu di Sangihe. Sangihe merupakan daerah yang saat ini masuk dalam Provinsi Sulawesi Utara. Bataha juga dikenal sebagai satu-satunya raja di Kepulauan Sangihe yang menolak menanda tangani kerja sama dagang dengan VOC Belanda.
Mohammad Tabrani Soerjowitjirto juga berjuluk Bapak Bahasa Indonesia. Ia merupakan pelopor dan Ketua Kongres Pemuda I pada 1926, yang menjadi cikal bakal Sumpah Pemuda pada 1928. Ia dikenal juga sebagai pencetus pertama istilah Bahasa Indonesia dalam tulisannya berjudul Kasihan yang terbit di Koran Hindia Baroe pada 10 Januari 1926.
Baca Juga : KH Raden Ma’mun Nawawi, Tokoh di Balik Pusat Pelatihan Hizbullah di Cibarusah
Ratu Kalinyamat (nama aslinya Retna Kencana) merupakan satu-satunya perempuan yang menerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Ratu Kalinyamat merupakan penguasa Jepara di masa masuknya Islam ke Pulau Jawa. Ia dikenal sebagai sosok pemberani dan heroik karena beberapa kali ikut terlibat dalam pertempuran menyerang Portugis. Pada 1550, Ratu Kalinyamat membantu Sultan Johor melawan tentara Portugis dengan mengirim 40 kapal perang dan 4.000 pasukan ke Selat Malaka. Tujuan dari pertempuran itu utamanya membebaskan perairan Malaka dari dominasi Portugis. Selain itu, Ratu Kalinyamat juga membantu perjuangan masyarakat Hitu di Ambon untuk melawan Portugis pada 1565. Terakhir, Ratu Kalinyamat kembali mengirim 300 kapal berisi 15.000 pasukan untuk membantu Sultan Aceh berperang melawan penjajah Portugis di Malaka.
KH Abdul Chalim adalah pengurus pertama PBNU. Ia dikenal ikut bergerilya bersama para pejuang lainnya saat perang 10 November 1945. Sedangkan KH Ahmad Hanafiah merupakan tokoh NU dan putra daerah Lampung yang dikenal sebagai pejuang yang memimpin perlawanan atas agresi militer Belanda di Lampung pada 1947.
Proses penganugerahan gelar Pahlawan Nasional tersebut didahului pengkajian oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang dipimpin Kemenko Polhukam. Dewan itulah yang menilai kelayakan seorang tokoh untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah melalui Kementerian Sosial (Kemensos).
“Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 tertanggal 6 November 2023, Presiden menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam orang pejuang mulai dari perintis kemerdekaan sampai dengan pendobrak dan pejuang kemerdekaan langsung secara fisik dan orang-orang yang berjasa dalam NKRI ketika itu,” kata Menkopolhukam.