Puluhan Ribu Pengungsi Peringati Tujuh Tahun Genosida Muslim Rohingya

Puluhan ribu pengungsi Rohingya yang tinggal di berbagai kamp di Bangladesh berkumpul di kawasan Cox's Bazar, pada Ahad (25/8/2024). Massa tersebut berunjuk rasa menuntut kepulangan mereka dengan aman ke Negara Bagian Rakhine di Myanmar. Mereka berkumpul di hari itu juga untuk memperingati tujuh tahun pengusiran massal mereka dari kampung halaman.

Puluhan ribu pengungsi tersebut berkumpul di kamp Kutupalong, distrik Cox's Bazar, dengan membawa spanduk yang menuntut kepulangan ke tanah air mereka, Myanmar. Mereka juga membawa spanduk berisi pesan-pesan harapan, antara lain “Harapan di Tanah Air” dan “Kami adalah Rohingya, Warga Negara Myanmar”. Demikian menurut laporan dari jaringan media Amerika, ABC News.

Tujuh tahun lalu, tepatnya pada 25 Agustus 2017, ratusan ribu pengungsi mulai melintasi perbatasan Bangladesh dengan berjalan kaki. Ada pula yang naik perahu. Mereka ramai-ramai mengungsi akibat pembunuhan acak dan tindakan kekerasan lainnya yang terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Myanmar melancarkan kampanye operasi pembantaian massal setelah serangan kelompok pemberontak yang menargetkan pos penjagaan. Keganasan operasi tersebut memicu kekhawatiran dari berbagai organisasi, termasuk PBB, bahwa militer Myanmar melakukan pembersihan etnis dan genosida.

CEO Telegram Ditangkap, Wujud Kekhawatiran Zionis di Medan Perang Virtual
Dengan hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia, Telegram menjadi aplikasi yang ditakuti zionis Israel. Melalui aplikasi ini, para mujahid Palestina dapat mengungkap kelemahan pasukan Zionis.

Perdana Menteri Bangladesh saat itu, Sheikh Hasina, memerintahkan pasukan penjaga perbatasan untuk membuka perbatasan, sehingga memungkinkan lebih dari 700.000 orang mengungsi ke negara mayoritas Muslim tersebut, dimana sebagian besar telah tinggal di Bangladesh selama beberapa dekade, setelah gelombang-gelombang pengungsian sebelumnya, akibat tindakan keji militer di Myanmar. Bangladesh telah beberapa kali mencoba memulangkan para pengungsi tersebut dan mendesak masyarakat internasional, khususnya PBB, untuk menekan Myanmar agar menyediakan lingkungan yang damai dan aman, sehingga proses pemulangan dapat dimulai.

Sementara itu, pemerintahan baru Bangladesh akan terus mendukung ratusan ribu pengungsi Rohingya di negara tersebut. Hal ini dijanjikan oleh Muhammad Yunus (84 tahun), Perdana Menteri sementara Bangladesh yang baru, dalam pidato publik pertama dia setelah mengambil alih kekuasaan eksekutif.

Yunus adalah pemenang hadiah Nobel Perdamaian pada 2006. Ia lantas menguraikan prioritas agendanya di hadapan para diplomat dan perwakilan PBB, yang salah satunya adalah masalah pengungsi Rohingya.

Pemerintah kami akan terus mendukung pengungsi Rohingya di Bangladesh. Kita memerlukan upaya berkelanjutan dari komunitas internasional untuk operasi kemanusiaan dan pemulangan pengungsi ke Myanmar dengan aman, bermartabat, dan penuh penghormatan terhadap hak-hak mereka,” ujar Yunus.