Ruh Cinta dalam Rumah Tangga

Cinta dalam rumah tangga itu ruh dan semangatnya adalah memberi, bukan menuntut. Layaknya membangun bangunan rumah, tak mungkin kita menuntut untuk bisa tinggal di dalamnya sedang kita tak pernah membangun rumahnya. Ketika kita sudah membangunnya maka tak mungkin juga kita nyaman tinggal di dalamnya bila kita tak pernah mau merawatnya. Sebagaimana juga sama, tak mungkin kita bisa bertahan lama tinggal di dalamnya bila kita selalu acuh dan tak peduli dengan adanya kerusakan tanpa pernah memperbaikinya. Apalagi jika kitalah yang suka merusak dan senang dengan kerusakan di dalamnya. Tapi ada yang jauh lebih mustahil, saat kita menuntut adanya sebuah bangunan rumah yang indah memesona dengan cara bim salabim, alias berkhayal.

Yang pasti, membangun itu perkara berat. Ia membutuhkan modal kuat dan semangat yang dituntut selalu prima. Apa artinya hasrat menggebu hendak membangun rumah tapi modal lemah ditambah semangat yang senantiasa meredup? Begitulah dengan membangun rumah tangga, modal ilmu dan akhlak harus kuat, ditambah semangat yang tak pernah meredup.

Modal ilmu dan akhlak yang kuat akan menjamin bangunan rumah senantiasa terawat dan terjaga, serta selalu bisa memperbaiki jika ada kerusakan. Kita bisa bayangkan betapa sangat berisiko jika rumah yang kita bangun ternyata modalnya pas-pasan. Pondasi rapuh, tiang-tiang rapuh, dinding-dinding rapuh, dan atap pun rapuh. Selanjutnya bagaimana mungkin kita akan mampu melakukan perawatan jika modal kita juga masih pas-pasan? Jika ia tak kita rawat maka bangunan yang sedari awalnya sudah rapuh secepatnya akan rusak dan sebentar saja akan roboh, dan di saat yang sama kita tetap tak mampu memperbaikinya karena sekali lagi, modal kita pas-pasan.

Ada pepatah dari Arab mengatakan,

فاقد الشيء لا يعطي
"Seseorang yang tak memiliki apa-apa, tak akan sanggup memberi apa-apa"

Bahwa seluruh perilaku kita dalam berumah tangga adalah memberi. Bila tak ada yang kita berikan maka rumah tangga tak akan ada wujud rupanya, bahkan meskipun kita punya kemampuan untuk memberi tapi kita tak kunjung mau memberi maka sama juga hasilnya, "nothing". Semua keindahan dan ketenteraman tentang rumah tangga hanyalah khayalan, mimpi di siang bolong.

Baca Juga : Jangan-jangan Kita Adalah Orang Tua Pembunuh

Membangun itu memberi, membina itu memberi, merawat itu memberi, dan memperbaiki itu juga memberi. Sama sekali tak bisa kita hanya menuntut. Maka lihatlah seluruh akhlak yang Islam ajarkan pada kita, semuanya menuntut kita agar memberi, bukan menuntut kita agar meminta. Bahkan esensi dari berkorban dan mengalah adalah memberi, yaitu memberi sesuatu yang teramat mahal dan berat.

Tapi memberi itu perkara sulit dan menyusahkan, sebab memberi itu bertolak belakang dengan sifat dasar manusia yang buruk, yaitu menahan dan menolak untuk memberi. Bukankah tegas sekali Allah sampaikan tentang siapa diri kita dalam Al-quran,

وَّاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًاۙ
"Dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir." – (QS.Al-Ma'arij:21)

Dan yang paling buruknya adalah saat terkumpul dua hal buruk pada diri kita, yaitu kikir dan tak punya apa-apa. Lantas mau membangun apa dengan keadaan kita seperti itu? Bila membangun saja tak bisa maka jangan pernah membentang harapan mampu membina, merawat, dan memperbaiki.