Rumah, Ma’isyah dan Anak

Mendidik anak dalam skala yang lebih luas tak hanya masalah apa dan bagaimananya. Di luar itu masih banyak hal lain yang harus ada untuk menunjang terbentuknya generasi penerus yang berkualitas. Masalah suplai gizi, sarana pengembang kreativitas anak yang beraneka rupa, kesehatan, rekreasi bekal pengetahuan, suasana dan kondisi rumah turut berperan juga. Dilihat dari kacamata ekonomi, dalam hitungan tertentu, mendidik anak sering identik dengan biaya yang cukup lumayan.

Sunnatullah menggariskan bahwa pengembangan kepribadian seorang anak haruslah berimbang antara fikriyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Orang tua dituntut mampu memenuhi kebutuhan ini. Allah Ta’ala berfirman: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf…”(QS.2:223).

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Satu dinar kau dermakan dalam perjuangan fisabilillah dan satu dinar kau pergunakan memerdekakan sahaya, dan satu dinar kau sedekahkan pada orang miskin, dan satu dinar yang kau belanjakan untuk keluargamu, yang terbesar pahalanya ialah yang kau belanjakan untuk keluargamu”. (HR. Muslim)

Program yang ideal dari para orang tua muslim untuk mendidik anak, kadang harus kandas karena kurangnya dukungan sarana dan dana. Bagaimanapun anak tak hanya butuh masukan ruh seperti pelajaran sholat, qiroah, doa, akhlak dan aqidah. Mereka juga butuh masukan yang membuat daya pikirnya mampu berkembang optimal. Dan makanan untuk akal itu erat terkait dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki orang tua, terutama ibu. Seorang ibu haruslah memahami tahapan-tahapan perkembangan psikologis dan intelektual seorang anak. Tahu pula kiat melarang yang tidak mematikan kreativitas. Pengetahuan tersebut bisa didapatkan seorang ibu dari berbagai sumber.

Hal yang lain adalah masalah rumah tempat tinggal dan berkembang sang anak. Bagi seorang anak yang frekuensi keluar rumahnya amat sedikit, lingkungan rumah amat menentukan kualitas dirinya. Termasuk dalam pembahasan masalah rumah ini adalah menyangkut kondisi fisik dan suasana rumah. Rumah yang lapang dengan ventilasi udara dan pembagian ruangan yang sesuai membantu anak mengembangkan diri dengan baik. Rasulullah bersabda: “Empat hal yang membawa kebahagian, yaitu perempuan shalehah, rumah yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang enak”. (HR. Ibnu Hibban). Bahkan dalam Al Quran Allah juga menyinggung fungsi rumah sebagai sumber ketenangan yang otomatis menjadi tempat berkembang yang amat baik bagi sang anak. “Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat ketenangan”. (QS.16:80)

Rumah bagi seorang anak tidak hanya tempat berteduh, tapi sekaligus tambatan hati yang akan terkenang dan berpengaruh kuat dalam dirinya. Beragam contoh keputusan besar yang harus diambil seorang pemimpin banyak dipengaruhi suasana masa kanak-kanak. Ruangan yang lapang membuat anak bebas dan kreatif bergerak. Sementara jumlah perputaran udara dan sinar matahari yang cukup, membantu terbentuknya tubuh yang sehat. Lingkungan rumah yang baik juga erat hubungannya dengan anak. Sebagai makhluk sosial, sang anak mau tidak mau akan berinteraksi dengan tetangga sekitar. Mencari rumah dengan persyaratan seperti ini memang bukan hal yang mudah. Tapi bukan berarti sulit dan tak mungkin.

Jadi, mendidik anak sebenarnya identik dengan sarana dan dana. Artinya, ma’isyah orang tua dalam beberapa hal turut menentukan keberhasilan dalam mendidik anak. Sayangnya banyak diantara kita salah memahami hadits Rasul tentang perlunya zuhud terhadap dunia. Abu Hurairah ra. berkata, Bersabda Rasulullah SAW: “Dunia bagaikan penjara bagi orang-orang muslim dan surga bagi orang-orang kafir” (HR. Muslim). Hadits ini shahih, tapi kita harus memahaminya dalam konteks yang tepat. Penjara bagi seorang muslim di sini tidak identik bahwa seorang muslim harus hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Tapi sesuai dengan do’a Abu Bakar, “Ya Allah jadikanlah kami kaum yang memegang dunia ini dengan tangan kami, bukan dengan hati kami”. Dengan pemahaman seperti ini insya Allah kita dapat mendayagunakan sarana dan dana yang ada dengan proporsional tepat guna dan fungsional, sesuai kebutuhan.

Konsekuensinya, halal bahkan wajib bagi kita untuk mencari ma’isyah yang mencukupi standar hidup kita. Bukan berarti kita materialistis. Tapi banyak peluang usaha yang sebenarnya dapat kita manfaatkan. Sekarang ini alhamdulillah berkembang image di kalangan umat islam untuk membeli kepada sesama muslim. Banyak bidang usaha yang selama ini dipegang oleh non islam yang harus dipenuhi oleh umat Islam sendiri. Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Ma’isyah yang cukup besar juga merupakan sarana untuk beribadah dalam banyak hal. Sekali lagi jangan terjadi konsep kita yang ideal tentang mendidik anak harus kandas karena lemahnya etos kerja kita. Investasi dalam berbagai bidang memang mahal, tapi investasi dalam mendidik anak tak hanya mendapat balasan dari Allah sebagai sebaik-baik sedekah tapi juga cadangan doa yang makbul dari anak shaleh. Semoga Allah memberikan kepada kita anak-anak yang qurrota a’yun. Wallahu a’lam bish shawab.

Disadur dari majalah Sabili Edisi No. 07/Th. V 20 November-5 Desember 1992