Safar Bulan Sial
Islam tidak membenarkan adanya kesialan. Karena di dalam Islam, semua hari, bulan, dan tahun itu baik. Justru keyakinan merasa sial (tasya’um) adalah kebiasaan Jahiliah, di mana Islam datang untuk menghapusnya, termasuk merasa sial di Bulan Safar. Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak boleh ada ‘adwa, thiyarah, hamah, dan shafar. Larilah dari kusta sebagaimana kamu lari dari singa” – Shahih al-Bukhari hadis no. 5707
Di dalam hadis ini, Rasulullah saw. melarang kita dari 4 hal. Syekh Musthafa Dib al-Bugha menjelaskan tentang makna dari ke-4 hal tersebut.
‘Adwa
Yang dimaksud dengan tidak boleh ada ‘adwa di sini adalah:
“(Tidak ada ‘adwa) yang bisa memberikan pengaruh dengan sendirinya, akan tetapi pengaruh itu atas takdir Allah Azza wa Jalla. Makna ‘adwa adalah penularan penyakit dari penderita kepada orang lain. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa itu adalah kalimat berita yang maknanya adalah larangan, yaitu tidak boleh seseorang menjadi sebab penularan penyakit terhadap orang lain.” – Shahih al-Bukhari, 7/126
Thiyarah
Yang dimaksud dengan tidak boleh ada thiyarah adalah:
“(tidak boleh ada thiyarah) adalah larangan terhadap tathayyur, yaitu tasya’um (merasa sial).” – Shahih al-Bukhari, 7/126
Hamah
Yang dimaksud dengan tidak boleh ada hamah adalah:
(Hamah) adalah kepala dan nama burung yang terbang di malam hari di mana dahulu orang-orang (jahiliah) merasa sial dengan (kehadiran) burung tersebut. Ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa dahulu mereka meyakini bahwa ruh orang yang terbunuh apabila tidak dibalaskan dendamnya maka dia akan menjadi burung yang akan berkata “beri aku minum, beri aku minum” (gentayangan-red) hingga dibalaskan dendamnya kemudian dia pun terbang.” – Shahih al-Bukhari, 7/126
Baca Juga : Fitnah Dunia
Shafar
Yang dimaksud dengan tidak boleh ada shafar adalah:
“Shafar (atau dalam Bahasa Indonesia: Safar) adalah bulan yang sudah dikenal di mana mereka (orang-orang jahiliah) dahulu merasa sial dengan kedatangan bulan tersebut, maka Islam melarang hal yang demikian.” – Shahih al-Bukhari, 7/126
Jadi, keyakinan merasa sial di bulan Safar adalah tradisi jahiliah yang harus dihilangkan, begitu pula keyakinan merasa sial di hari rabu terakhir bulan Safar. Di dalam Fatawa al-Syabakah al-Islamiyyah yang diketuai oleh Syekh Abdullah al-Faqih al-Syinqithi disebutkan bahwa:
“Merasa sial dengan Hari Rabu dan dengan Bulan Safar termasuk perkara-perkara yang telah dikenal oleh orang-orang jahiliah, kemudian Islam menghilangkannya dan menjadikannya termasuk bagian dari kesyirikan.”
(https://www.islamweb.net/ar/fatwa/72345/التشاؤم-بيوم-الأربعاء-الأخير-من-شهر-صفر-من-أمور-الجاهلية)
Komisi Fatwa Mesir juga menjelaskan hal yang serupa, yaitu:
“Di antara perkara yang tergolong ke dalam tathayyur yang dilarang secara syariat adalah: keyakinan merasa sial terhadap sebagian bulan, seperti seseorang meyakini bahwa hari tertentu atau bulan tertentu disifati dengan bulan atau hari yang membawa kepayahan, kesusahan, dan kesulitan, atau pertolongan pada hari atau bulan tersebut tidak ada, ataupun khurafat semacamnya yang tidak memiliki sandaran yang valid ……. Keyakinan merasa sial terhadap Bulan Safar -yang merupakan satu di antara bulan-bulan hijriah yang diyakini sebagai bulan yang banyak mengandung musibah dan bencana- termasuk perkara yang dilarang oleh nas hadis.”
(https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/17470/حكم-التشاوم-من-شهر-صفر-وغيره-من-الايام-او-الشهور)