Sebutan atau Panggilan Allah kepada Manusia di dalam Al-Qur'an

Di dalam Al Qur’an terdapat beberapa sebutan atau istilah untuk manusia, semisal al-basyar, al-insaan, bani Adam, dan an-naas. Jika dilihat dan dibaca pada terjemahan bahasa Indonesianya, semua istilah tersebut hanya diartikan sebagai manusia, tanpa membedakan atau merinci dari makna asli bahasa Al Qur’an-nya. Sedangkan tentunya Allah ﷻ memakai istilah yang berbeda-beda itu karena masing-masing mempunyai makna atau penekanan tertentu.

Penulis mencoba memahami makna-makna tersebut dengan melihat konteks penggunaan kata (istilah) tersebut pada Al Qur’an. Berikut ini adalalah kesimpulan dari penulis (yang mungkin keliru, dan terbuka untuk dikoreksi):

Al-basyar

Kata al-basyar ini umumnya dipahami sebagai “manusia biasa” atau “manusia pada umumnya”. Misalnya pada dialog antara (para) Rasul Allah dan kaumnya yang ingkar dalam QS. Yasin:15

قَالُوْا مَآ اَنْتُمْ اِلَّا بَشَرٌ مِّثْلُنَاۙ

“Mereka (penduduk negeri) menjawab, ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami (basyarun mitslunaa)’…”

Di sana mereka maksudkan bahwa Rasul yang menemui mereka hanyalah manusia biasa (basyar) seperti halnya mereka, yang jika dikaitkan dengan QS. Al Furqan:7 bahwa ia membutuhkan makan dan berjalan seperti halnya manusia umumnya, kemudian pada QS. Al Baqarah:47 bahwa manusia (basyar) umumnya dilahirkan dari perkawinan. Kesimpulannya, kata al-basyar ini lebih menekankan arti manusia sebagai makhluk biologis (fisiologis) yang makan, berjalan, dan berkembang biak melalui perkawinan. Maka, tidak ada keistimewaan yang bisa ditawarkan manusia sebagai al-basyar.

Hanya Pencegah Kerusakan yang Akan Selamat
Jika tidak ada kegiatan amar makruf dan nahyu mungkar, sehingga maksiat merajalela, maka azab Allah juga akan menimpa mereka yang bertakwa tetapi tidak mau mencegah kemungkaran itu.

Al-insaan

Kata ini lebih menekankan manusia sebagai makhluk yang berakal, karena penyebutan al-insaan ini umumnya dikaitkan dengan pemanfaatan potensi akal (‘aql) berupa pendengaran, penglihatan, dan hati nurani (sama’, bashar, fuad) untuk tafakkur, tadzakkur, dan tasyakkur (QS. Al Insan:2-3 dan QS. Maryam:67).

اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًااِنَّا هَدَيْنٰهُ السَّبِيْلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوْرًا

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan al-insaan dari setetes mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) sehingga menjadikannya dapat mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan (yang lurus); ada yang bersyukur dan ada pula yang sangat kufur” – QS. Al Insan:2-3

Al-insaan inilah yang mempunyai kemampuan/keistimewaan untuk:

  • Menerima pengajaran (ilmu): QS. Al Alaq:5
  • Mengamati/mencermati dan menganalisa: QS. Abasa:24-32 dan QS. At Tariq:5-7
  • Menerima amanah/taklif ibadah (QS. Az Zariyat:56 dan QS. Al Ahzab:72) dengan kemampuan memilih untuk Menerima (beriman) atau ingkar (menolak): QS. Al Insan:2-3

Kata al-insaan bisa bermakna tunggal, atau bermakna jenis (golongan) yang biasanya disebut dengan al-insa (tapa huruf nun di akhir). Al-insaan sebagai jenis dengan maksud keseluruhan manusia (jamak) dalam Qur'an disebut dengan ma'asyar al-insi, QS. Al An'am:130 dan QS. Ar Rahman:33. Secara bahasa, kata jamak dari kata "insaan" adalah "anaasiinun" atau "anaasiyyu" (QS. Al Furqan:49).

Siapa Pasangan Kita di Surga?
Di surga kelak juga kita akan bertemu dengan keluarga, suami/istri, saudara, dan teman tercinta, apabila mereka masuk surga juga. Tentang bertemunya suami-istri di surga inilah yang sering menimbulkan pertanyaan.

An-naas

Kata an-naas ini sangat banyak digunakan dalam panggilan atau seruan kepada manusia secara jamak. Dan jika dicermati dari konteks penggunaanya, kata an-naas ini lebih menekankan manusia sebagai masyarakat sosial dan terstruktur. Terdapat hubungan sosial dan struktur kekuasaan (masyarakat sosio-politik), bukan sekadar kumpulan al-insaan pada suatu tempat atau peristiwa (event) yang tanpa hubungan sosial dan tanpa kepemimpinan.

Kemungkinan, kata an-naas ini sangat erat kaitannya dengan kata al-unaas (kelompok/komunitas masyarakat) yang dapat berupa:

  • Suku/kabilah (QS. Al baqarah:60). Dikatakan terstruktur karena setiap suku/kabilah mempunyai kepala/pimpinan suku/kabilah (naqiib, QS. Al Ma'idah:17).
  • Keluarga (QS. Al A'raf:82). Nabi Luth dan keluarganya disebut "unaas". Keluarga adalah struktur sosial terkecil yang memiliki pemimpin/kepala keluarga.
  • Umat (QS. Al Isra:71). Ummat adalah struktur masyarakat yang lebih besar yang mempunyai imaam (pemimpin).
يَوْمَ نَدْعُوْا كُلَّ اُنَاسٍۢ بِاِمَامِهِمْۚ

“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya…”

Kewajiban Ibadah bagi An-naas

Manusia diwajibkan beribadah (mengabdi) kepada Allah ﷻ tidak hanya sebatas individu (al-insaan) tetapi juga beribadah dalam suatu masyarakat sosio-politik (an-naas) QS. Al Baqarah:21.

Salafus Shalih Pantang Inferior
Jika ada orang yang mengaku-aku pengikut salaf tetapi mentalnya inferior, maka dia tak mengerti manhaj salaf dalam hal izzah dan harga diri Islam.

Rasul diutus oleh Allah ﷻ kepada an-nnas (QS. Al A'raf:158) agar bertaqwa kepada Allah ﷻ semata dan taat kepada kepemimpinan Rasul-Nya (QS. Asy Syuara:108, 110, 126, 131, 144, 150, 163, 179).

فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِۚ

“Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”

Di dalam konteks an-naas, ketaqwaan adalah ukuran kemuliaan (QS. Al Hujurat:13). Peran para Rasul Allah adalah memerbaiki struktur dan hubungan sosial masyarakat dengan berpedoman (tahkim) kepada kitabullah (QS. Sad:26, QS. Al Ma'idah:48-49) di dalam sistem yang benar (ad-dien al-haq) (QS. At Taubah:33, QS. Al Fath:28, QS. As Saff:9, QS. Ali Imran:19, QS. Ali Imran:85).

Umumnya, para Rasul Allah berhadapan dengan kekuasaan (pemimpin tertinggi) dari suatu struktur sosial masyarakat.

  • Nabi Nuh, Hud, Shalih, dan Syu’aib vs al-mala'u (para tokoh/pemuka kaumnya)
  • Nabi Ibrahim vs Namudz
  • Nabi Musa vs Fir'aun

Para Rasul umumnya diutus ke “ibukota” suatu negeri (ummul-quro), sebab di sanalah merupakan pusat kekuasaan (sosio-politik) dari suatu masyarakat/bangsa/kaum (QS. Asy Syura:7 dan QS. Al Qasas:59).

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرٰى حَتّٰى يَبْعَثَ فِيْٓ اُمِّهَا رَسُوْلًا يَّتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِنَاۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِى الْقُرٰىٓ اِلَّا وَاَهْلُهَا ظٰلِمُوْنَ

“Dan Rabb-mu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang rasul di ibukotanya yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. Tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk) negeri-negeri, kecuali penduduknya dalam keadaan zalim” (QS. Al Qasas:59).

Wallahu a'lam bishawwab.