Sedekah Brutal Apakah Syar’i?

Belakangan ini muncul istilah dan aksi sedekah brutal. Sedekah brutal yang dimaksud dalam hal ini adalah tindakan bersedekah secara besar-besaran atau bahkan menyedekahkan seluruh harta dan aset yang dimilikinya sehingga yang tersisa hanyalah apa ia gunakan untuk sekedar bertahan hidup. Apakah tindakan ini sesuai syar’i?

Membahas masalah ini, ada hadist yang perlu kita simak bersama. Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

كُلُوا، وَاشْرَبُوا، وَتَصَدَّقُوا، وَالْبَسُوا، غَيْرَ مَخِيلَةٍ ، وَلَا سَرَفٍ
"Makan dan minumlah serta bersedekahlah, berpakaianlah tanpa ada kesombongan dan saraf (berlebihan)." – HR. Ahmad, Ibnu Majah da An-Nasa`iy.

Apa itu israf?

Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam kitabnya Al-Mufradaaat fii Gharib Al-Qur`an hal. 407 entri kata (سرف) bahwa saraf atau israf adalah segala hal yang melampaui batas kepatutan baik dalam perbuatan maupun pengeluaran harta. Tapi lebih sering dipakai dalam hal pengeluaran harta (infaq).

Al-Biqa`iy dalam Nazhm Ad-Durar mengatakan israf itu keseringan keluar dari takaran adil. Artinya semua perbuatan yang berlebihan berarti israf termasuk di dalamnya semua dosa karena dia keluar dari batasan yang telah ditetapkan Allah.

Kembali kita bicara israf atau berlebihan dalam hal-hal mubah memang tidak dibolehkan.

Adakah israf dalam sedekah?

Jawabnya pasti ada karena hadits di atas mengatakan jangan berlebihan dalam sedekah bahkan ada ayat Al-Qur`an yang mengisyaratkan hal itu yaitu:

كُلُوْا مِنْ ثَمَرِهٖٓ اِذَآ اَثْمَرَ وَاٰتُوْا حَقَّهٗ يَوْمَ حَصَادِهٖۖ وَلَا تُسْرِفُوْا ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَۙ
“Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” – QS. Al-An'am : 141

Bila kita buka kitab tafsir akan kita temukan misalnya di tafsir Ath-Thabari penafsiran tentang israf dalam bersedekah. Ibnu Juraij meriwayatkan kisah Tsabit bin Qais bin Syammas yang menyedekahkan semua kurmanya lalu sorenya dia sudah tak punya kurma sama sekali bahkan untuk dirinya, maka turunlah ayat ini (وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ).

Kemudian Ibnu Juraij juga bertanya kepada gurunya 'Atha` bin abi Rabah tentang israf, maka jawabannya adalah israf dilarang dalam semua hal.

Jadi israf dalam sedekah adalah ketika orang bersedekah sunnah tapi melupakan kewajiban, sedekah sampai habis semua harta lalu tinggallah dia dan keluarganya malah meminta, atau kewajibanya jadi terbengkalai, misalnya hutang tidak terbayar karena uangnya habis buat sedekah.

Ini didukung firman Allah dalam surah Al-Isra` ayat 29

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.” – QS. Al-Isra:29

Juga firman Allah dalam surah Al-Furqan ayat 67:

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.” – QS. Al-Furqan:67

Lalu bagaimana dengan hadits yang menceritakan bahwa Abu Bakar menyedekahkan semua hartanya dan Rasulullah menerima bahkan memuji?

Jawabnya sebagaimana yang dipahami para ulama yang menjelaskan hadits itu bahwa keadaan Abu Bakar itu adalah orang yang memang sanggup bersabar dan keluarganya pun sanggup bersabar sementara dia masih sehat dan kuat bekerja. Tak ada hutang dan kewajiban apapun yang harus dia bayarkan.

Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (4/321 tahqiq At-Turki) mengatakan,

“Ini adalah kelebihan yang memang dimiliki Abu Bakar Ash-Shiddiq RA lantaran kuatnya keyakinannya dan sempurnanya imannya. Di sisi lain dia juga seorang pedagang yang punya penghasilan karena dia pernah berkata ketika dijadikan khalifah, “Orang-orang sudah tahu bahwa penghasilanku akan sanggup membiayai beban hidup keluargaku.” Atau seperti yang dia katakana radhiyallahu ‘anhu.”

Selain itu, ketika ada sahabat lain seperti Ka’b bin Malik ingin menyedekahkan semua hartanya sebagai bentuk pertobatannya yang tidak ikut dalam perang Tabuk maka Rasulullah melarang dan mengatakan,

أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ مَالِكَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ
“Tahanlah sebagian hartamu, karena itu lebih baik bagimu.”

Juga hadits di mana Rasulullah mencegah Sa’d bin Abi Waqqas menyedekahkan seluruh hartanya sembari bersabda:

“Engkau tinggalkan keluargamu dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada mereka jadi beban orang lain meminta-minta.”

Demikianlah, Islam tidak pernah mengajarkan sedekah brutal tanpa mempertimbangkan maslahat dan kaidah syariat. Pedomannya adalah seperti yang disabdakan Rasulullah:

خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَأبْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang paling afdhal adalah yang berasal dari punggung orang yang kaya, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” – HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah dan juga dari Hakim bin Hizam juga dalam Shahih Muslim.

Maksud punggung orang kaya di sini adalah ketika dia bersedekah dia masih tetap kaya dalam artian masih berkecukupan dan bukan malah jadi orang yang layak disedekahi gara-gara sedekahnya menghabiskan harta. Wallahu a’lam.