Sejarah Bicara, Ini Jadinya Jika Pejuang Palestina Menyerahkan Senjata

Isu perlucutan senjata para pejuang Palestina sebagai syarat perdamaian telah lama digaungkan. Pada April 2025, penjajah Israel mengajukan kelanjutan gencatan senjata fase kedua dengan syarat Hamas harus melepaskan senjatanya. Namun, Hamas menolak syarat tersebut.

Tidak berhenti di sana. Di dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB di New York pada 28–30 Juli 2025 isu itu kembali mencuat. Sebanyak 17 negara, Uni Eropa, dan Liga Arab — untuk pertama kalinya — secara resmi mengecam Hamas serta menuntut perlucutan senjata dan pengalihan kendali keamanan kepada Otoritas Palestina sebagai bagian dari rencana negara Palestina yang merdeka dan demiliterisasi.

"Di dalam konteks mengakhiri perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina, dengan keterlibatan dan dukungan internasional, sesuai dengan tujuan suatu Negara Palestina yang berdaulat dan independen," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Kendati demikian, sebuah pertanyaan mencuat. Apakah perlucutan senjata benar-benar menjadi solusi paling tepat untuk mencapai perdamaian antara kedua belah pihak? 

Melalui karyanya, Ibnu Khaldun mengatakan, sejarah akan membentuk pola dan berulang kembali. Maka, mari kita menengok sejarah kembali. Berikut ini adalah akibat penyerahan senjata dari berbagai peristiwa yang telah terjadi di dunia internasional:

Pembantaian Sabra dan Shatila (1982) 

Penyerahan senjata itu terjadi di Beirut, ketika pasukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) ditarik keluar – bersama senjatanya – dari Lebanon setelah invasi penjajah Israel tahun 1982, menyusul tekanan internasional.

Meski pun penarikan tersebut didasarkan pada kesepakatan yang ditengahi oleh utusan AS, Philip Habib, dan berisi jaminan internasional untuk melindungi warga sipil Palestina, namun hasilnya justru menjadi bencana. Pada 31 Agustus 1982, pemimpin PLO Yasser Arafat dan para pejabat organisasi meninggalkan Beirut menuju Tunisia. Beberapa minggu kemudian, terjadilah pembantaian Sabra dan Shatila, di mana sekitar 4.000 warga Palestina dibantai oleh milisi Lebanon dengan dukungan penjajah Israel — ini merupakan salah satu tragedi paling berdarah dalam sejarah Palestina.

Pembantaian Srebrenica (1995) 

Di dalam Perang Bosnia-Herzegovina, ribuan Muslim Bosnia menyerahkan senjata dan diri mereka kepada pasukan Serbia setelah dijanjikan perlindungan oleh PBB. Namun, mereka semua justru dibantai.

Pembantaian di Tikrit (2014) 

Para tokoh suku di Tikrit membujuk sekitar 2.000 tentara Irak di pangkalan militer Speicher untuk menyerahkan senjata mereka dengan janji perlindungan suku. Setelah menyerahkan senjata, mereka justru dibantai oleh ISIS, menjadikannya salah satu pembantaian terbesar dalam sejarah modern.

Maka, maha benar Allah atas segala firman-Nya:

“Hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya. Orang-orang yang kufur ingin agar kamu lengah terhadap senjata dan harta bendamu, lalu mereka menyerbumu secara tiba-tiba … Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir” (Q.S. An-Nisa:102).

(Diolah dari berbagai sumber)


Ketahui kisah epik perjuangan wanita Palestina dalam menjaga dan memerjuangkan tanah yang diberkahi Al Quds dalam e-book eksklusif Sabili.id berjudul “Kepahlawanan Perempuan Palestina untuk Perubahan Dunia”. 

Dapatkan e-book di link berikut : 

https://lynk.id/mediasabili/l5qd6dp9x94z