Semangat untuk Para Pejuang Nafkah
Islam adalah agama yang paripurna. Selain mengulas tentang urusan ibadah ritual, Islam juga mengulas ibadah sosial. Bahkan juga membahas tentang pentingnya bekerja.
Di dalam Islam, bekerja tentu bukan sekadar untuk menjemput rezeki halal, tetapi juga menjadi bentuk amalan yang mengandung unsur kebaikan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Bahkan untuk kepentingan sosial.
Bagi seorang muslim, terutama bagi seorang suami atau ayah, bekerja adalah wajib. Sehingga, mereka yang tidak berusaha bekerja dengan yang halal, mendapat ancaman keras. Mereka dinilai tidak memanfaatkan anugerah yang telah diberikan oleh Allah Swt. Dengan demikian, bekerja dalam bentuk apa pun, selama itu halal, adalah kewajiban.
Di dalam Al Qur’an surat at-Taubah ayat 105, Allah berfirman, “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS. At-Taubah: 105)
Walau ayat tersebut berlaku untuk semua umat Islam, namun secara khusus ayat tersebut juga sangat berkaitan dengan seorang suami atau ayah dalam rumah tangga. Salah satu peranan seorang suami atau ayah dalam rumah tangga adalah pencari nafkah untuk kebutuhan istri dan anaknya. Peranan ini adalah kebaikan yang Allah berkahi.
Baca Juga :
Perihal ini, kita jadi teringat dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang cukup mashur, “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri” (HR Bukhari). Hadits ini menegaskan pentingnya suami atau ayah berikhtiar dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Bagi suami atau ayah, menafkahi adalah sedekah. Mengenai hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya, adalah sedekah” (HR Ibnu Majah).
Intinya, dengan bekerja maka suami atau ayah memiliki peluang untuk mendapatkan rezeki yang halal untuk kebutuhan keluarga kecilnya. Jika ia bekerja, maka hasilnya dapat ia nafkahkan untuk istri dan anaknya. Bahkan bisa membantu orang-orang terdekat, juga tetangganya. Ini merupakan pintu beramal yang sangat mulia dan penuh pahala.
Kondisi ekonomi global dan nasional yang terus tak menentu membutuhkan kerja keras dan ketelatenan seorang suami atau ayah. Ia harus memutar otak untuk menggerakkan roda kehidupan rumah tangga agar tetap berputar. Ia mesti bekerja dengan sungguh-sungguh agar dapur tetap berasap, sehingga perut keluarga kecilnya tetap terisi.
Sebagai seorang suami atau ayah, kita mesti berupaya untuk bekerja keras dan tidak malas-malasan. Bekerja merupakan rangkaian amal kebaikan yang Allah sangat ridhoi dan sukai. Ingat hadits ini, “Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah kepada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR Muslim).
Bekerja merupakan ibadah amaliah yang dijalankan untuk kebutuhan duniawi sekaligus ukhrawi yang Allah ridhoi. Dalam sebuah hadits dijelaskan, bekerja membuat seseorang lebih dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat” (HR Imam Tabrani).
Kita sama-sama mendoakan, mudah-mudahan para suami atau ayah yang sehari-hari bekerja keras dan membanting tulang dalam rangka menjemput rezeki halal, selalu berada dalam bimbingan dan keberkahan dari Allah Swt. Dengan demikian, berbagai kebutuhan rumah tangga atau keluarga kecilnya terpenuhi. Bahkan bisa beribadah dengan tenang dan khusyuk.
Oleh: Syamsudin Kadir (Penulis Buku “Pendidikan Ramadan”)