Serangan Darat Zionis Israel Timbulkan Banyak Dampak, tetapi Sedikit Keberhasilan

Serangan gabungan Zionis Israel dengan senjata yang kuat terhadap Gaza dimulai hari Jumat, 27 Oktober 2023 malam. Berlanjut hingga Sabtu. Namun, masih belum jelas apakah ini adalah langkah pertama dari pernyataan yang telah Israel umumkan sebelumnya atau sekadar upaya menguji perlawanan Palestina.

Militer Israel melancarkan dua serangan darat terbatas pada Rabu dan Kamis malam. Zionis Israel merilis video serangan tersebut untuk mengeksploitasi serangan itu sebagai propaganda. Pada kedua kesempatan tersebut, mereka akhirnya kembali ke Israel sebelum fajar.

Serangan yang masih berlangsung sampai saat ini, tampaknya bukanlah serangan yang bersifat “Besar”. Namun, ini merupakan kelanjutan dari dua serangan sebelumnya ke Gaza, yang mungkin merupakan awal dari serangan besar-besaran. Dilansir dari laman Aljazeera.com, Laporan hari Sabtu dari Gaza mungkin merupakan laporan terakhir yang dibuat melalui jaringan seluler dan internet, karena pasukan Zionis Israel menghantam infrastruktur telekomunikasi publik, dan Gaza saat ini hampir mengalami pemadaman komunikasi total. Satu-satunya cara menyampaikan informasi kepada dunia adalah dengan menggunakan beberapa telepon satelit yang tersisa. Namun, telepon satelit juga dapat menjadi sasaran kapan saja.

Kemampuan pesawat peperangan elektronik khusus Angkatan Udara Israel dapat mendeteksi setiap perangkat yang bertukar data dengan satelit komunikasi orbit rendah, dan dengan seketika mampu mengarahkan rudal dari udara ke darat untuk mematikan perangkat tersebut. Teknik semacam ini bukanlah hal baru. Teknik ini pertama kali digunakan oleh Rusia tahun 1996 untuk membunuh Presiden Chechnya, Dzhokhar Dudaev, saat ia menggunakan telepon satelit. Zionis Israel sudah sangat berpengalaman dan memiliki catatan panjang mengenai pembunuhan yang ditargetkan menggunakan telepon untuk mengidentifikasi sekaligus menemukan lokasi target. Salah satu korban pertama dari teknik ini adalah pemimpin Hamas, Yahya Ayyash, yang syahid pada tahun sama dengan Dzhokhar Dudaev.

Baca Juga : Kemerdekaan Palestina adalah Harga Mati

Namun, penghancuran titik-titik komunikasi dan penggunaan tindakan balasan dengan memanfaatkan media elektronik untuk memblokir jalur-jalur publik tidak akan menggoyahkan pejuang Hamas, karena mereka juga sudah sangat berpengalaman mengetahui taktik dan kemampuan Zionis Israel. Sumber-sumber Palestina mengklaim bahwa Hamas memasang infrastruktur komunikasi yang “Israel-proof” di jaringan terowongan yang luas di bawah Jalur Gaza. Mereka diduga memasang kabel sepanjang puluhan kilometer dengan pelindung elektromagnetik yang kuat untuk mencegah deteksi dan intersepsi sinyal.

Dipasang di terowongan-terowongan paling modern, terletak jauh lebih dalam, terowongan-terowongan itu hampir sepenuhnya aman dari pengintaian Zionis Israel. Kabel memancarkan radiasi elektromagnetik dalam jumlah minimum, dan kedalamannya praktis mencegah deteksi dan intersepsi sinyal. Sarana komunikasi yang baru dan aman ini mungkin menjelaskan bagaimana Hamas berhasil merahasiakan rencananya dalam serangan 7 Oktober yang lalu.

Pada Sabtu, 28 Oktober 2023, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengakui, pasukannya secara khusus menargetkan terowongan tersebut. Israel mengklaim telah menyerang lebih dari 150 sasaran bawah tanah. Klaim ini tidak bisa ditanggapi serius, karena banyak bangunan yang menyembunyikan pintu masuk terowongan.

Sejak Hamas pertama kali memulai peperangan bawah tanah, terowongan-terowongannya telah berkembang dari galian primitif sedalam beberapa meter menjadi struktur berlapis beton yang canggih dan dirancang dengan baik. Dilaporkan bahwa terowongan ini berada di kedalaman 20 meter di bawah permukaan tanah.

Ada alasan mengapa Hamas melakukan perjalanan sedalam ini, di mana hal ini sudah barang pasti membutuhkan upaya teknis dan penggunaan tenaga kerja yang besar. Tujuannya adalah untuk melewati penghalang perbatasan Israel, termasuk tembok beton tinggi yang membentang dan ditanam sedalam delapan meter di bawah permukaan. Menggali lebih dalam memberi Hamas keuntungan tambahan, karena terowongan mereka menjadi kebal terhadap pemboman Israel.

Bom besi biasa yang jatuh tanpa arah atau dipandu laser memiliki daya tembus yang buruk. Apa pun yang lebih dalam dari satu meter relatif aman. Untuk menghancurkan target yang tersembunyi jauh di bawah tanah, diperlukan amunisi khusus, dan hal ini sudah sangat diperhitungkan dengan matang oleh Hamas.

Bom yang dibekali roket awalnya dikembangkan untuk menembus beton landasan pacu bandara yang tebal dan kuat, dan diharapkan mampu meledakkan tanah lunak di bawahnya, sehingga permukaan beraspal akan mencuat ke atas dan membuatnya tidak dapat digunakan lagi untuk pesawat landing. Zionis Israel berpikir, bom itu dapat digunakan untuk menyerang terowongan dan bunker bawah tanah. Akan tetapi di Gaza, kemanjuran bom tersebut dipertanyakan karena terowongan jarang digali di tanah terbuka, di mana hal itu memungkinkan sebuah bom mampu menembusnya.

Setelah melalui begitu banyak pemboman, Hamas dengan hati-hati menempatkan fasilitas bawah tanahnya dan sangat detail dalam menghitung segala kemungkinannya. Terowongannya bisa saja meluas ke bawah bangunan. Lapisan-lapisan beton yang melindungi terowongan ini sulit ditembus oleh persenjataan yang lebih besar, karena bom dan roket biasanya meledak ketika menabrak sesuatu yang keras. Mungkin mampu menembus lapisan beton pertama, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk menembus lapisan beton berikutnya.

Zionis Israel tak kalah cerdas dan mengatasi hal tersebut dengan membuat hulu ledak tandem, dimana dalam sebuah bom, muatan peledak yang pertama akan meledak ketika proyektil menghantam lapisan beton paling atas, kemudian muatan peledak berikutnya akan menembus lempengan yang berada tepat di bawahnya. Sayangnya, sebagian besar hulu ledak semacam itu hanya dirancang untuk menghacurkan dua target. Beberapa mungkin mampu menghancurkan tiga target. Tetapi sejauh ini tidak ada yang bisa menembus tiga atau empat lapisan beton sekaligus. Jika bangunan tersebut terkena ledakan konvensional sebelumnya dan berubah menjadi lapisan puing-puing yang berserakan, bagi Hamas hal ini menjadi lebih menantang.

Baca Juga : Menjawab Syubhat Jihad Palestina, Mereka dalam Keadaan Lemah

Ada jenis “bom penghancur bunker” khusus yang dirancang untuk menghancurkan bunker bawah tanah yang terbesar dan tersulit. Namun, bom tersebut tentu saja tidak akan membawa perubahan besar dalam konflik ini. Ledakannya dirancang untuk menghancurkan bunker dengan langit-langit beton yang sangat besar. Penetrator sejenis ini rencananya digunakan untuk menembus bunker mantan pemimpin Irak, Saddam Hussein. Namun, bagi Zionis Israel hal tersebut akan menjadi solusi yang sangat tidak praktis dan sangat mahal. Meski pun teknologi Israel lebih unggul, peluang Israel untuk mendeteksi secara akurat terowongan Hamas masih sangat kecil. Membuang ribuan bom yang masing-masing bernilai jutaan rupiah tidak dapat diabaikan, mengingat biaya perang pastilah tidak murah dan kemenangan tidak bisa ditentukan dengan kuatnya persenjataan.

Dilansir dari laman Businessinsider.com, pada tahun 2009 Zionis Israel telah membeli bom GBU-28 seberat 2.268 kg dalam jumlah yang dirahasiakan. Beberapa laporan menyebutkan, bom ini telah digunakan pada perang Gaza antara tahun 2008 – 2009. Sayangnya, bom tersebut kini membuat perbedaan strategis karena kondisi penggunaannya jauh dari ideal. Irak mungkin memiliki puluhan bunker komando utama yang lokasinya diketahui secara umum, sementara Hamas memiliki fasilitas yang lebih kecil, karena sebagian besar tersembunyi di bawah bangunan yang dalamnya mencapai puluhan meter.

Kita harus melihat bagaimana eskalasi serta situasi ke depan akan berkembang, apakah akan mengarah pada invasi di berbagai lini dengan menggunakan setidaknya 30.000 tentara darat atau akan mereda yang berakhir pada gencatan senjata. Ingat bahwa “Operasi Badai Al Aqsa” dipicu oleh beberapa hal, salah satunya adalah keterangan dari juru bicara Hamas, Khaled Qadomi, yang mengatakan bahwa serangan ini merupakan respons terhadap semua kekejaman yang diterima oleh warga Palestina selama beberapa decade. Dan beberapa pengamat mengatakan, serangan itu dipicu oleh sikap negara-negara Arab yang mencoba menormalisasi hubungan dengan Zionis Israel.

Kesimpulan dari serangan yang terjadi selama empat hari terakhir menunjukkan, tidak ada hal yang ditunjukkan oleh Zionis Israel berkembang menjadi inisiatif strategis berskala besar untuk memenangkan perang di lapangan.

(Sumber: Aljazeera.com)