Sosialisasi SEMA No. 2 Tahun 2023 : Perkawinan Antar-Umat yang Berbeda Agama Tidak Sah Secara Hukum
Kamis, 16 November 2023 Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mengadakan sosialisasi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2023 tentang petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan, dengan mengundang Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H, L.LM Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung RI sebagai pembicara acara inti.
Acara ini dihadiri juga oleh Wakil Ketua Umum MUI KH. Dr. Marsudi Syuhud, ada pula Wakil Ketua MPR, H. Yandri Susanto, S.PT yang sekaligus membuka acara tersebut. Menurut Ketua Panitia, Dr. H. Ikhsan Abdullah, S.H, M.H kegiatan ini dihadiri oleh 78 Ormas keislaman yang tergabung dalam MUI dan pengurus MUI Kabupaten/Kota se-Jabodetabek, Subang, Purwakarta, dan Karawang.
Dalam pembukaannya, H. Yandri Susanto, S.PT menyebutkan gagasan awal diadakannya sosialisasi ini, bermula dari acara focus group discussion (FGD)mengenai SEMA No. 2 Tahun 2023 di MUI Pusat.
“Ini bermula ketika saya menghadiri FGD tentang SEMA No. 2 Tahun 2023 di MUI Pusat. Dari diskusi itu saya bilang kepada Pak Ikhsan; kelihatannya tidak cukup sekedar FGD seperti ini. Kalau mau gaungnya lebih cepat terdengar ke seluruh nusantara, maka saya siap melaksanan ini di gedung MPR/DPR.” Ujarnya.
Secara pribadi Yandri memiliki keresahan mengenai masalah ini, karena banyak pihak yang ingin melaksanakan pernikahan di luar hukum agama dan hukum positif.
“Saya memiliki concern atas hal ini karena saya resah. Ternyata walaupun UU Perkawinan No. 1 Tahun 74 beberapa kali dijudicial review di Mahkamah Konstitusi masih banyak pihak yang melakukan pernikahan di luar hukum agama maupun positif. Yang kita perjuangkan ini tidak gampang, selalu saja ada perlawanan. Bahkan akan ada narasi-narasi yang jika itu tidak kita luruskan, bisa berakibat yang salah kelihatannya benar, yang benar bisa terlihat salah.” Lanjut Yandri.
Baca Juga : Perkawinan Beda Agama Melanggar Hak Asasi Manusia
Selanjutnya nikah beda agama ini masif aktif dikampanyekan oleh kaum liberal sampai sekarang. “Di Indonesia ini banyak kaum liberal, yang beranggapan nikah beda agama itu masih boleh dan sah. Kalau menurut saya, orang yang nikah beda agama itu, itu bukan nikah. Itu kumpul kebo, zina sepanjang masa!” Tegasnya.
Sebagai penutup Yandri mengajak Ormas Islam untuk saling menghargai satu sama lain dan jangan saling menjatuhkan. “Saya mohon kepada ormas-ormas Islam perbedaan organisasi itu jangan jadikan perpecahan buat kita, perbedaan organisasi jangan dijadikan ajang untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Bersatu saja kita ini belum tentu kuat menghadapi hal-hal semacam ini, apalagi di antara kita ada saling memfitnah, menjatuhkan, atau saling meniadakan. Perbedaan itu rahmat Allah, sudah sunnatullah tidak bisa dihindari maka mari saling menghargai, saling menghormati.” Tutup Yandri.
Selanjutnya dilanjutkan dengan diskusi mengenai SEMA No. 2 Tahun 2023 yang dipimpin langsung oleh Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H, L.LM. Beliau menjelaskan mengenai latar belakang lahirnya SEMA ini karena terdapat beberapa permohonan dari masyarakat tentang penetapan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama ke pengadilan. Untuk menghindari penetapan yang berbeda maka perlu petunjuk langsung dari MA, hal ini berdasarkan UU No. 14/1985 Jo. UU No. 5/2004 Jo. UU No. 3/2009 tentang MA yang berbunyi pada Pasal 32 ayat 4:
“Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya.”
Selanjutnya dalam pembahasan di Pokja (Kelompok Kerja) yang terdiri dari semua perwakilan agama berpandangan bahwa agama melarang kawin antar umat beda agama. Terdapat celah bagi kaum yang gigih mengkampanyekan nikah beda agama yakni UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada penjelasan pasal 35 huruf a berbunyi :
“Yang dimaksud dengan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.”
Untuk mencegah celah itu dimanfaaatkan kembali, dan terdapat doktrin hukum: Norma atau pasal dalam UU lebih kuat daripada penjelasan. Atas dasar itu RAPIM MA lebih berpedoman pada norma UU yang telah dikuatkan putusan MK, daripada bunyi penjelasan UU yang bukan suatu norma.
Berikut isi dari SEMA No. 2 Tahun 2023 tersebut :
- Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.