SPI Jakarta: Ghazwul Fikri dan Taktik Perang Pemikiran di Era Modern
Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta menggelar Kursus Singkat angkatan 14 pada Rabu (14/8/2024) malam di Aula Imam al-Ghazali, INSISTS, Jakarta Selatan. Memasuki pertemuan kedua, Kursus Singkat SPI Jakarta membahas topik krusial “Ghazwul Fikri”. Puluhan peserta yang sebelumnya telah lolos seleksi pun terlihat antusias mengikuti kelas yang dipandu oleh Kepala SPI Pusat, Akmal Sjafril.
Pada pertemuan ini, Akmal memaparkan makna Ghazwul Fikri. Akmal menjelaskan, ghazwul fikri berasal dari kata ghazwah dan fikrah. Ghazwah merujuk pada konfrontasi terhadap kezaliman yang membutuhkan kesiapan, perencanaan, serta bertujuan untuk penaklukan di masa depan, sementara fikrah berarti pemikiran.
Pria berdarah Minang itu lalu menjelaskan bahwa pemikiran memiliki kekuatan besar dalam mengendalikan potensi dan sikap manusia. Dan siapa pun yang siap dari segi ilmu, fisik, dan mental, akan mampu memenangkan perang pemikiran ini.
Lebih lanjut, aktivis Indonesia Tanpa Jil (ITJ) itu pun menekankan bahwa perang pemikiran (Ghazwul Fikri) sangat erat kaitannya dengan kata-kata. “Pemikiran berasal dari konsep, dan konsep sendiri terbentuk dari kata-kata. Jadi, pilihan kata yang kita gunakan dapat mencerminkan konsep pemikiran yang kita anut,” jelas Akmal.
Ia juga mengidentifikasi tiga modus utama Ghazwul Fikri yang banyak digunakan di era modern ini. Yaitu melalui media massa, pendidikan, dan hiburan.
Setelah paparan materi yang mendalam, kursus singkat itu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab interaktif yang memungkinkan peserta menggali lebih dalam tentang strategi menghadapi Ghazwul Fikri. Tak hanya itu. Sesi ini juga menjadi ajang untuk memperkuat ukhuwah dan semangat intelektual di antara para peserta.
Salah seorang murid yang hadir, Ari, mengungkapkan testimoninya mengenai pertemuan ini. “Materi malam ini dalem dan daging banget! Ghazwul fikri sekarang bukan cuma tentang food, fun, fashion saja, tetapi ada banyak update terbarunya. Contohnya, Paskibraka yang tidak boleh menggunakan kerudung, itu jelas-jelas pemaksaan tetapi dibilang sukarela. Itu juga ghazwul fikri! Jadi keinget kata-kata Joseph Goebbels, propagandis Nazi, ‘Jika kamu mengucapkan kebohongan besar berulang-ulang, lama kelamaan orang lain akan percaya’, dan inilah yang kita hadapi sekarang,” ungkap Ari dengan penuh semangat.