Stop Kebiasaan Menunda Pekerjaan!
Berhati-hati dan waspadailah kecenderungan menunda pekerjaan. Tidak terlalu bermasalah jika Anda menunda pekerjaan karena ada hal lain yang lebih penting. Namun, menunda pekerjaan tanpa alasan yang jelas adalah situasi mental yang harus Anda waspadai. Sebab, menunda pekerjaan adalah bagian dari bentuk kemalasan.
Banyak orang terjebak dalam situasi ini ketika mereka mendapatkan kenikmatan semu dengan menunda pekerjaannya. Padahal, menunda pekerjaan sesungguhnya hanyalah upaya menggali kecelakaan bagi diri sendiri! Bagaimana tidak celaka? Setiap hari beban pekerjaan akan selalu bertambah karena kebiasaan menunda pekerjaan. Dan di saat tertentu, tumpukan pekerjaan itu akan menjadi bom waktu yang akan melemparkan seseorang pada situasi yang serba sulit.
Para penunda pekerjaan sejatinya adalah orang-orang yang telah memilih ketidak suksesan sebagai takdir kehidupannya. Mungkin dengan menunda pekerjaan, ia merasa lebih nikmat dibandingkan mereka yang berpeluh-peluh menyambar satu pekerjaan dan meraih pekerjaan yang lain. Sayang, kenikmatan yang ia rasakan itu sesungguhnya semu belaka. Di dalam kesendiriannya, ia akan merasa betapa hidupnya tidak berarti dan selalu merasa ia dikejar-kejar tumpukan pekerjaan yang ia buat sendiri. Apakah itu nikmat?
Cobalah berpaling, dan perhatikan apa yang telah dimiliki orang-orang yang terlihat menderita karena giat dalam bekerja? Mereka memiliki keluarga yang tampak lebih terurus, ada banyak hal yang bisa mereka capai dan rasakan setelah lelah bekerja, serta yang paling penting lagi adalah mereka memiliki vitalitas hidup yang tinggi. Pekerjaan memang melelahkan, tetapi imbalannya selalu sepadan dan membuat hidup menjadi lebih bermakna.
Ancaman
Kebiasaan menunda-tunda pekerjaan yang telah berlangsung cukup lama akan berubah menjadi sikap dan kepribadian seseorang. Apabila telah menjadi sikap, kebiasaan menunda-tunda pekerjaan akan mendatangkan berbagai ancaman dan bahaya bagi pribadi bersangkutan. Jika ia seorang karyawan yang bekerja dalam sebuah tim, maka sikap suka menunda pekerjaan itu akan menimbulkan beban bagi anggota tim yang lain dan merusak sistem kerja.
Pada batas waktu tertentu, rekan dalam satu tim barangkali akan memberikan toleransi atas semua penundaan itu. Namun jika terus saja terulang, batas kesabaran dan toleransi itu pada akhirnya akan runtuh juga dan berubah menjadi kemarahan. Pada tingkatan ini, kebiasaan menunda pekerjaan akan menjadi ancaman atau masalah bagi anggota tim, sekaligus berbahaya bagi eksistensi sang penunda pekerjaan di dalam komunitas kerjanya sendiri. Ia akan menjadi pribadi yang menjengkelkan, sumber masalah, dan merusak kinerja tim.
Secara psikologis, sikap menunda pekerjaan juga dinilai banyak pihak sebagai sikap yang tidak sehat. Bagaimana pun, pekerjaan yang ditunda akan menjadi hantu yang selalu membayangi diri dan menguras rasa tanggung jawab. Sehingga, menunda pekerjaan dan bayangan tumpukan pekerjaan akibat penundaan itu akan menggerogoti batin dan kenyamanan psikologis orang yang bersangkutan. Pada gilirannya nanti, situasi ini akan memunculkan depresi, tekanan psikologis, dan ancaman ketidak bahagiaan hidup.
Harga diri pun bisa terancam karena sikap suka menunda pekerjaan. Pertama, ia akan tergantung dan menjadi masalah bagi orang lain dalam satu tim, sehingga orang menjadi tidak respect bahkan tak memiliki rasa hormat sama-sekali. Kedua, jika situasinya telah seperti itu, hilanglah kepercayaan orang atas dirinya. Ia akan dinilai sebagai individu yang lemah dan tidak bisa diandalkan. Karir bisa hancur karenanya.
Perlu Segera Diatasi
Jika Anda atau rekan dekat Anda memiliki kebiasaan menunda pekerjaan, maka ia perlu disadarkan sedini mungkin, bahwa sikap tersebut sungguh sangat tidak baik dan harus segera ditinggalkan. Para penunda pekerjaan sesungguhnya tahu persis, sikapnya itu merupakan kebiasaan buruk yang harus segera dihentikan. Namun, layaknya orang kecanduan, mereka sulit membebaskan diri dari pengaruh candu yang telah menguasai hampir semua mekanisme kontrol di dalam tubuhnya.
Oleh karena itu, penyadaran dan keterlibatan pihak lain akan sangat membantu upaya pembebasan seseorang dari kebiasaan menunda pekerjaan. Tanpa bantuan dan sikap tulus dari rekan sejawat atau kerabat dekat, upaya menghilangkan belitan rasa malas dan suka menunda pekerjaan akan sulit dilakukan. Hal itu terjadi karena sifat masalah tersebut tidak kasat mata dan dalam jangka pendek tidak berdampak langsung kepada yang bersangkutan.
Mengapa masalah remeh-temeh ini perlu segera diatasi? Sebab, biasanya penyakit mental itu mudah sekali menular. Bayangkan saja, jika dalam sebuah tim kerja yang terdiri dari 10 personel yang bekerja di dalam satu ruangan, dua diantara karyawan itu memiliki sikap yang sama dalam kebiasaan menunda pekerjaan. Maka, penularannya kepada rekan yang lain akan mudah sekali terjadi. Celakanya, orang yang suka menunda pekerjaan umumnya pintar menciptakan keisengan dan keasyikan tertentu, sehingga mereka mudah sekali menularkan sikap menunda pekerjaan dan menggantikannya dengan aktifitas-aktifitas yang sama-sekali tidak produktif.
Jika masalah menunda pekerjaan ini tidak segera diatasi dan keburu menjadi budaya tidak resmi perusahaan, tunggulah masa kehancurannya. Listrik, AC, komputer, dan fasilitas lain akan terus aktif dan memakan biaya, namun produktifitasnya nol. Tampak sibuk di depan komputer, ternyata asik main game online.
Sedangkan sikap menunda pekerjaan bertentangan dengan ajaran Islam. Allah azza wa jalla mengungkapkan ketetapan-Nya dalam surat Al-Insyirah ayat 7: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”.
Guna mengatasi masalah ini, Rasulullah Saw memberikan kiat yang sangat efektif. Kiat yang populer disebut sebagai “Ingat lima perkara, sebelum lima perkara” mengacu pada hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas ra: "Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: 1. Waktu mudamu sebelum datang masa tuamu, 2. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, 3. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, 4. Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, 5. Hidupmu sebelum datang matimu."
Jika kita amalkan wasiat Rasulullah Saw tersebut, insya Allah budaya menunda kebaikan dan pekerjaan akan hilang. Jika masih sulit juga mengatasi sikap malas dan masih juga hobi menunda pekerjaan, nasihat keluarga tidak mempan, nasihat teman tidak berpengaruh, maka berlindunglah kepada Allah dengan doa yang diajarkan oleh baginda Nabi Saw, sebagaimana riwayat dari sahabat Anas bin Malik ra: “Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367).
Rajinlah baca doa tersebut. Jangan lupa kuatkan tekad untuk mengubah diri. Mulai dengan perkara-perkara yang kecil, lakukanlah semua kewajiban hidup tanpa menunda-tunda. Ambil prioritas utama, lalu segera selesaikan kewajiban yang lain.