“Story Telling”, Cara Dakwah yang Terlupakan
Sepertinya, umat Islam di era modern ini belum menemukan metode terbaik untuk mengembalikan peradaban yang Islami. Sehingga, masing-masing lantas menempuh caranya sendiri-sendiri. Ada yang fokus mendakwahkan Aqidah, ada yang fokus di fiqih, begitu juga di akhlak, sedekah, ekonomi syariah, politik Islam, dan sebagainya.
Jelas, semua itu positif. Dan memang sudah seharusnya kita fokus di keahlian kita masing-masing. Pun dalam mendakwahkan Islam, sebaiknya fokus pada memanfaatkan keahlian kita. Akan tetapi, faktanya adalah masih banyak yang belum bisa menjelaskan secara simpel tentang Islam. Akhirnya, terjebak dalam debat kusir, konflik, dan sebagainya.
Mungkin, hal itu terjadi karena belum tahu atau mungkin lupa tentang teknik terbaik dalam menyampaikan sebuah pesan. Apa itu? Story telling atau berkisah. Cara Dakwah Nabi dan Wali Songo (sembilan wali) ketika men-syiar-kan Islam dulu.
Ketika berdakwah di Mekkah, Nabi banyak menceritakan kisah tentang umat-umat terdahulu. Ada pun hukum-hukum syariat baru, banyak turun di Madinah, setelah negara Islam tegak. Saking seringnya Nabi ber-storytelling ketika di Mekkah, sampai-sampai Nabi sempat dijuluki "pendongeng".
Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: ‘Itu dongeng orang-orang dulu’, – QS. Al Muthaffifin:13.
Nabi memulai dakwahnya kepada Khadijah dan Waraqah dengan bercerita, "Waktu malam, di dalam gua, aku didatangi sosok yang menyeruku, 'Iqra!' (bacalah).” Inilah titik nol dakwah Nabi. Titik yang kemudian berkembang menjadi keimanan. Selanjutnya, Nabi menceritakan wahyu-wahyu yang turun, kemudian jadi perintah dan larangan, lalu jadilah ajaran agama yang utuh.
Di dalam agama ini ada syariat, ada akhlak, ada Jihad, yang motivasi untuk melakukannya juga datang dari kisah tentang surga dan neraka. Bahkan, kita mengetahui Rukun Iman dan Rukun Islam dari kisah "Hadits Jibril". Mayoritas ilmu-ilmu Islam juga kita dapati dari kisah. Bahkan, hadits-hadits Nabi mayoritas isinya tentang cerita keseharian Nabi dan sahabatnya.
Di dalam kurun waktu 50 tahun sejak turunnya wahyu pertama, Islam sudah menguasai wilayah Jazirah Arabia, Persia, dan sebagian Romawi Timur (Bizantium). Dahsyatnya sebuah Story telling memotivasi para sahabat. Hampir sama dengan dakwah Nabi, Wali Songo juga hanya butuh waktu sekitar 50 tahun untuk mengubah perilaku warga Pulau Jawa hingga 180 derajat, menjadi Islami dengan teknik Story telling.
Masih ingat pelajaran sejarah di sekolah, dimana katanya sebagian Wali Songo berdakwah dengan cara menyelipkan kisah Islam lewat media wayang, kan? Selain lewat media wayang, Islam di Nusantara memang lebih banyak diajarkan dengan cara dituturkan dan diceritakan oleh para wali dan ulama. Bukan dengan penulisan kitab-kitab seperti di timur tengah.
Tetapi dalam kurun waktu 50 tahun Islam dituturkan secara Story telling di Pulau Jawa, berdirilah kesultanan Demak yang mengislamkan Majapahit, negara Adidaya di Jawa kala itu. Bukan hanya itu. Pajajaran yang juga kerajaan Adidaya di tatar Sunda pun berhasil diislamkan. Dari pengislaman dua kerajaan itu, Islam lantas menyebar lebih masif ke Lampung, Kalimantan, dan sebagainya. Perlahan tetapi pasti, demografi berubah, dari mayoritas pemeluk Hindu-Budha menjadi Islam. Mudah dicerna tetapi langsung masuk ke pikiran. Itulah story telling.
..Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir, – QS Al A’raf:176.
Hari ini, teknik story telling menjadi teknik favorit para influencer dan content creator (kreator konten). Di dalam hitungan bulan saja mereka cuap-cuap di depan kamera atau menulis cerita, mereka sudah dapat ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan followers. Bahkan, netizen yang sekadar curhat (mencurahkan isi hati, red) lewat status di sosmed tentang jalanan yang rusak pun bisa viral hingga didengar Presiden. Itulah dahsyatnya berkisah (story telling).
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal, – QS. Yusuf:111.
Sebuah kisah mampu mengajarkan sesuatu tanpa menggurui, mampu mengungkap fakta tetapi sulit dibantah, mampu menyindir tanpa terlihat nyinyir, langsung meresap ke hati, menyentil akal, menggugah emosi, dan sebagainya. Maka, jangan heran jika Amerika kini menguasai mindset manusia modern, karena mereka punya Holywood!
Manusia modern rela mengeluarkan uang hingga sekitar Rp 50.000 untuk membeli tiket ke bioskop, cuma buat diceritain kisah bohong, yang sebelumnya sudah dikasih tahu bahwa itu kisah fiksi. Rela langganan streaming video per bulan untuk menonton cerita series yang juga fiksi. Setiap hari scroll beranda sosmed yang isinya cerita curhat, nonton YouTube yang isinya story telling.
Itu semua karena manusia senang diceritain dan kurang suka dihakimin. Maka, kalau ada Da'i yang dalam ceramahnya isinya cuma nge-judge (menghakimi, red), jelas orang akan lebih suka pergi ke bioskop, menonton video streaming, atau mantengin YouTube daripada menyimak ceramah Da'i yang seperti itu.
Padahal, Nabi sendiri mengawali dakwah dengan cara dan metode story telling. Teringat kata seorang kreator konten, "Siapa yang menguasai cerita, dia akan menguasai mindset". Wallahu a'lam bishowab.