Strategi Perang Ekonomi Rasulullah ﷺ
Perang ekonomi, itulah perang terbuka yang pertama kali dideklarasikan oleh kafir Quraisy kepada umat Islam. Umat Islam diblokade secara ekonomi dan pergaulan. Pengumuman pemblokadeannya ditulis, lalu digantungkan di Kabah. Kekayaan Rasulullah saw dan Siti Khadijah habis untuk membeli kebutuhan pokok di pasar gelap, lalu diberikan kepada umat Islam dan kabilah Bani Hasyim. Rasulullah ﷺ dan Sahabatnya harus makan daun-daum kering selama 3 tahun lamanya. Itulah perang ekonomi pertama yang dilancarkan kafir Quraisy.
Perang ekonomi kedua terjadi saat hijrah. Kafir Quraisy merampas seluruh kekayaan umat Islam yang ditinggalkan di Makkah. Suhaib Ar Rumy tatkala berhijrah, dikejar, dihadang, dipaksa dan diancam. Lalu dibiarkan pergi setelah ia menyerahkan seluruh kekayaannya kepada kafir Quraisy. Rasulullah ﷺ mengabadikan peristiwa ini dengan menyebutkan bahwa Suhaib Ar Rumy sudah melakukan perdagangan yang beruntung.
Umat Islam pergi ke Madinah dengan menanggalkan seluruh kekayaannya. Umat Islam pergi ke Madinah tanpa membawa harta sedikit pun karena seluruh kekayaannya telah dirampas. Tak ada yang hilang bila kekayaan lenyap. Karena kekayaan bisa dicari dan didapatkan kembali.
Baca juga: Wacana Boikot Produk Support Musuh dalam Sejarah dan Kaidah Fikih
Bagaimana solusinya?
Rasulullah ﷺ mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Itulah solusi cerdas untuk memecahkan persoalan ekonomi yang dialami muhajirin. Namun ada fakta lain yang mengejutkan soal penguasaan ekonomi di Madinah; perekonomian didominasi Yahudi!
Bagaimana menghancurkan hegemoni kekuasaan ekonomi Yahudi di Madinah yang telah berlangsung lama? Rasulullah mengambil langkah penyatuan hati terlebih dahulu, bukan solusi ekonomi yang didahulukan. Bukankah hancurnya ekonomi suku Aus dan Khadraj karena perseteruan dan pertarungan sesama mereka? Ekonomi dan energinya habis untuk berselisih. Suku Aus bersinergi dengan Yahudi. Suku Khadraj bersinergi juga dengan Yahudi. Lalu Yahudi mengadu domba mereka.
Bukankah ini pula yang terjadi pada umat Islam saat ini? Menghancurkan saudaranya dengan menjalin kerjasama dengan Yahudi seperti Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan sejumlah negara lainnya.
Rasulullah ﷺ membangun masjid, lalu pasar khusus bagi umat Islam. Berbelanja di pasar yang dikelola oleh Umat Islam. Bukankah Yahudi hanya bangsa pendatang? Jumlahnya sedikit. Bila seluruh penduduk Madinah berbelanja di pasar mereka sendiri apa yang terjadi dengan Yahudi? Pasarnya mati. Industrinya mati. Uangnya tak berputar. Lalu Rasulullah saw membangun sistem ekonomi yang halal, menjauhi tipu daya, tata krama bisnis, juga membumihanguskan riba. Rasulullah ﷺ mendorong umat Islam berbisnis.
Baca juga: Geopolitik Palestina, Cermin Geopolitik Muslimin dan Dunia
Di era ini, ada hadist yang berkisah tentang sebuah kapak dan tali yang dibawa ke hutan untuk mencari kayu lalu di jual ke pasar. Kisah Abdurahman bin Auf yang mau menikah setelah beberapa hari terjun di pasar. Ada kisah Utsman bin Affan yang berhasil mengakuisisi industri air minum Yahudi. Inilah strategi perang ekonomi terhadap Yahudi.
Lalu bagaimana perang ekonomi kepada Kafir Quraisy yang telah merampas harta kekayaannya, apakah Rasulullah menggunakan strategi yang sama? Tidak samasekali, posisi kaum muslimin yang telah menguasai Madinah memungkinkan untuk Memotong jalur perdagangan antara Makkah-Syam-Iraq.
Rasulullah ﷺ membuat perjanjian kepada seluruh kabilah yang berada di jalur perdagangan Makkah-Syam-Iraq agar tidak mengijinkan kafilah dagang kafir Quraisy untuk melewati daerahnya. Rasulullah ﷺ juga mengirimkan detasemen militer kecil ke sejumlah wilayah untuk melakukan penghadangan. Detasemen yang pertama dikirim adalah detasemen yang dipimpin oleh Abdullah bin Jashi.
Kekalahan kafir Quraisy saat perang Badar merupakan penghancuran ekonomi Quraisy secara total. Karena Badar adalah jalur perdagangan menuju ke Syam dan Iraq dari Makkah. Dikuasainya Badar berarti penguasaan jalur utama perdagangan. Itulah mengapa perang Badar merupakan perang yang fenomenal. Karena bukan saja menang secara militer tetapi juga ekonomi karena perekonomian Makkah ditopang oleh perdagangan, bukan pertanian dan perkebunan seperti di Madinah.