Stunting dan Pengajian

Penulis: Dr. Chairani Hasibuan, Sp. PD

Stunting is the impaired growth and development that children experience from poor nutrition, repeated infection, and inadequate psychosocial stimulation.

Antara tahun 1999 sampai 2002 saya menjadi Kepala Puskesmas di salah satu kecamatan di Provinsi Banten. Dalam peta BPS, kecamatan itu termasuk daerah tertinggal.

Salah satu masalah yang saya hadapi adalah sekitar 375 anak yg mengalami wasting and stunting syndrome. Dengan pertumbuhan yang tidak sesuai usia, perkembangan kecerdasan anak akan terganggu. Karena itu saya berkonsentrasi penuh berupaya menyelesaikan persoalan ini. Sesuai definisi stunting and wasting, seluruh anak berasal dari keluarga sangat miskin sekali. Berikutnya, >50% ibu mereka  TKW di luar negeri. Anak ditinggal bersama orang tua dan suami sehingga tidak telaten mengurusnya. Bahkan beberapa suami menikah lagi sehingga abai mengurus anak.

Masalah lain adalah rendahnya tingkat pendidikan para ibu. Tidak ada yang tamat SMP, mostly hanya tamat SD bahkan tak sekolah. Akibatnya, pengetahuan mereka sangat minim, termasuk pengetahuan mengolah makanan dari lingkungan sekitar.

Masalah berikutnya soal transportasi dimana sebagian besar anak yang wasting and stunting itu tinggal di gunung. Jalannya masih tanah sehingga amat sulit menjangkau Puskesmas maupun Posyandu. Buntutnya, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak jadi sulit dan sering terlewat.

Dengan temuan itu,  kami membuat program khusus bekerja sama dengan pengajian ibu-ibu PKK yang dipimpin ibu Camat. Kami aktif mendampingi keluarga yang anaknya stunting, mengajari mereka memasak kudapan dari lingkungan sekitar. Kami secara proaktif mendatangi setiap rumah tiap bulannya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak berdasarkan KMS.

Sementara ibu Camat memimpin ibu-ibu pengajian mengajari keluarga 375 anak tersebut mendongeng dan bercerita, sebagai bentuk stimulasi psikososial untuk merangsang perkembangan mental anak. Alhamdulillah, selama 6 bulan crash program dilakukan, “hanya” 2 anak yg meninggal dunia, dengan TBC milier berat karena daya tahannya yang sangat merosot. Sisanya berhasil catch up, bahkan sebagian besar mengalami kenaikan berat badan lebih dari 150% dalam 6 bulan.

Bagi saya, itu kenangan tak terlupakan selama menjabat  Kepala Puskesmas. Sampai sekarangpun kalau berkunjung ke sana, ibu-ibu kader PKK yang aktif pengajian masih mengingat saya. We’ve had amazing experience once anyway.

Jadi kesimpulannya, belum ada temuan yang menyatakan pengajian menjadi faktor resiko stunting. Justru, ibu-ibu pengajianlah yg membantu kami menyelesaikan masalah stunting.