Sukses ala-ala Kapitalis
“Sukses!” Dari pengusaha, karyawan, pedagang, sampai orang awam, semua mendoktrin kata "sukses" dalam pikiran mereka. Begitu kuatnya doktrin itu hingga seolah menjadi tujuan utama hidup. Padahal, kata ini rancu dari segi istilah (terminologi), yang dapat menyebabkan rancunya arah tujuan hidup, terutama dilihat dari sudut pandang Islam.
Definisi Sukses.
Berdasarkan Etimologi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sukses diartikan sebagai "berhasil, beruntung". Dari segi istilah (terminologi), kata sukses ini adalah kata tunggal yang tidak lengkap, butuh kalimat penjelas, misalnya "sukses dagang dengan omset jutaan", "sukses masuk kampus favorit", "sukses jadi penulis", dan lain-lain. Anehnya, banyak orang ingin menjadi orang sukses tetapi dia tidak bisa menjelaskan maksudnya sukses itu apa, arahnya ke mana, dan sebagainya.
Ada stereotip yang terlanjur populer di Masyarakat. Kata "sukses" identik dengan orang jutawan, milyarder, trilyuner (uang, kekayaan, popularitas). Search saja di google dengan kata kunci "orang sukses", akan muncul hotlist nama orang-orang terkaya dan ternama, atau muncul artikel motivasi dengan gambar ilustrasi orang kantoran pakai kemeja, berdasi sambil tersenyum lebar dan mengepalkan tangan. Inilah gambaran "orang sukses" di Masyarakat.
Kalau dilihat dari sisi ini, pemahaman sukses itu jelas bertentangan dengan way of life-nya Islam. Menjadikan materi sebagai tujuan hidup diistilahkan dengan "Hubud Dunya" atau "Abdu Dinar" (budak Dinar, budak uang).
Rasulullah bersabda,
"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah” – HR. Bukhari
Padahal, tujuan hidup seorang muslim hanya satu, yaitu Ibadah. Ibadah di sini sering diartikan hanya ritual saja. Padahal, ibadah akar katanya dari Abdu (abdi, budak). Ibadah adalah pengabdian. Artinya, meniatkan setiap gerak langkah kita sebagai bentuk ketaatan.
Kalau kerja diniatkan ibadah, apakah mungkin kita korupsi? Malu pasti hati ini. Kalau makan kita niatkan ibadah, mungkinkah kita makan makanan yang haram? Tidak.
Itulah yang harus ditanam di kepala kita sebagai Muslim. Bukan cita-cita sukses finansial semata.
Selain itu, sukses kan maknanya banyak. Kalau sukses dikesankan sebagai sukses finansial dengan punya perusahaan, lantas bagaimana dengan yang bekerja sebagai tentara, bidan, guru, buruh, dan lain-lain? Apakah mereka tidak sukses karena tidak memiliki perusahaan?
Dan juga, roda kehidupan kan berputar. Hari ini mungkin seseorang sedang menikmati sukses finansial, tetapi siapa yang menjamin besok kondisinya masih sama? Bisa saja dalam waktu sejam usaha seseorang terkena masalah dan usahanya bangkrut. Saat itu terjadi, status dia menjadi apa? Orang sukses, orang gagal, atau orang sukses yang sedang tidak sukses? Rancu, kan?
Efek revolusi Industri dan Kapitalisme.
Revolusi Industri pertama terjadi pada periode antara tahun 1750-1850. Di masa itu terjadi perubahan secara besar-besaran di bidang teknologi Industri. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika, Jepang, dan ke seluruh dunia. Dilatar belakangi sains dan teknologi yang semakin canggih, manusia mampu meningkatkan hasil produksi hingga berkali-kali lipat.
Revolusi Industri mengubah total cara hidup manusia sampai sekarang. Dari yang tadinya bertani, melaut, perdagangan tradisional, menjadi industri sentris. Mulai banyak yang pindah ke kota-kota besar mencari kehidupan dengan bekerja di pabrik.
Memang betul, dampak positif revolusi Industri adalah melimpahnya produk kebutuhan hidup, majunya teknologi yang memudahkan kehidupan, dan sebagainya. Tetapi revolusi Industri juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah Kapitalisme.
Kapitalisme menimbulkan persaingan bebas. Persaingan bebas di masyarakat cenderung membuat manusia berlomba-lomba dan berambisi untuk meraup kesuksesan finansial, melupakan kesehatan, teman, keluarga, lingkungan, norma, adab, bahkan agama.
Maka jelas, stereotip "orang sukses" yang populer di masyarakat adalah efek kapitalisme yang membuat manusia memperbudak dirinya kepada uang. Hendaknya kita kembali luruskan niat, yaitu "Shalatku, penghambaanku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah".
Wallahu a'lam bishowab.