Syahadah

Sebelum perang Badr dimulai antara Ummat Islam melawan Musyrikin Mekkah. Rasulullah ﷺ memberi komando kepada para sahabatnya dan berkata, “Bersiaplah menuju surga yang luasnya meliputi langit dan bumi!” 

Kemudian seorang sahabat bernama Umair bin Hummam bertanya, “Ya Rasulullah, kita beneran mau ke surga yang luasnya meliputi langit dan bumi?” 

Rasul menjawab, “Ya”. 

Bakhin, bakhin (setuju, setuju),” sahut Umair. 

Mengapa kamu berkata seperti itu?” tanya Rasulullah. 

"Demi Allah, saya ingin menjadi penduduk surga,” jawab Umair. 

"Kamu termasuk penduduk surga," tegas Rasul. 

Selanjutnya, Umair memakan kurma yang ia simpan di sarung panahnya sambil berkata, "Jika aku hidup sampai kurma ini habis, kehidupan ini sungguh sangat panjang". Maka, ia buang seluruh kurma dalam genggamannya dan dia langsung bergabung ke medan jihad yang sedang berkecamuk sampai bertemu syahadah.

Di balik kisah luar biasa di atas, ada sosok guru yang menggembleng serta mentarbiyah Umair, sehingga dia tidak sabar hidup di dunia ‎berlama-lama. Umair adalah salah satu contoh dari sekian ribu mujahid yang terbina di madrasah Muhammad ﷺ, madrasah yang melahirkan generasi yang cinta syahadah dan berkorban demi tegaknya dinullah di muka bumi.

Perang Badar Al-Kubra: Tonggak Kemenangan Islam dari Keterbatasan
Kaum Muslimin berhasil meraiha kemenangan besar dalam Perang Badar. Padahal, pasukan Muslim ketika itu hanya berjumlah 313 orang dengan persenjataan yang terbatas, sementara jumlah pasukan Quraisy sekitar 1.000 orang dengan perlengkapan perang jauh lebih unggul.

Syahadah, yang menjadi cita-cita tertinggi bagi setiap mukmin sejati, adalah awal dari kebahagiaan hakiki yang telah dijanjikan oleh Allah ta'ala. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya dan bergirang hati atas (keadaan) orang-orang yang berada di belakang yang belum menyusul mereka, yaitu bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.“ (QS Ali Imran (3): 169-170).

‎Ayat di atas diturunkan sebagai jawaban atas permintaan para syuhada yang telah gugur di medan jihad. Ketika mereka mendapat kenikmatan dari Allah berupa minuman segar dan buah-buahan yang nikmat, mereka berkata, "Siapakah yang akan memberitahu saudara-saudara kami, bahwa kita hidup di surga yang penuh dengan rizki, sehingga mereka tidak meninggalkan jihad dan tidak berlari dari peperangan?" Kemudian Allah berkata kepada mereka, "Aku yang akan menyampaikannya kepada mereka". Maka turunlah ayat tersebut kepada Rasulullah ﷺ.

‎Banyak sekali ayat dalam Al Qur'an yang Allah turunkan sebagai motivator bagi setiap mukmin untuk bersegera menuju syahadah. Maka, tidak mengherankan jika sahabat Rasul saling berlomba untuk memerolehnya. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak memiliki impian serta angan-angan kecuali hanya syahadah. 

Ketika Umar bin Khattab akan berdakwah ke daerah sebelah timur (Persia, Azerbaijan, dan Isfahan), beliau mendatangi sahabat Nu'man bin Muqorrin di masjid. "Saya akan beri kamu tugas," kata Umar. Nu'man menjawab, "Kalau untuk jadi pegawai negeri, aku menolak. Tetapi kalau untuk perang, aku siap". Umar berkata, "Untuk berperang". Selanjutnya, Nu'man bersama pasukannya berangkat menuju Isfahan dan gugur sebagai syahid.

(Tulisan di atas disadur dari rubrik ibroh majalah Sabili No. 25/11, 17 Dzulqo’dah 1410 H/10 Juni 1990).