Syukur Nikmat
Utbah bin Khazwan seorang sahabat Rasulullah, pada masa khulafaurrasyidin menjabat sebagai gubernur Basrah. Suatu saat, di depan rakyatnya ia berkotbah "Amma ba'du". Sesungguhnya dunia telah mengingatkan kepada mu akan sifatnya yang habis dan rusak, serta berjalan terus dengan cepat. Tiada sisa daripadanya kecuali sebagai sisa minuman dalam cerek yang dituangkan pemiliknya. Dan kami bakal kembali daripadanya ketempat yang tiada habisnya. Maka kembalilah kamu dengan sebaik-baiknya bekal yang ada padamu. Telah dikabarkan bahwa kalau sebuah batu dilemparkan ke dalam jahanam maka menyelam hingga 70 tahun belum sampai ke dasarnya. Demi Allah, neraka itu akan dipenuhi. Apakah kamu heran? juga dikabarkan kepada kami bahwa jarak di antara dua ambang pintu surga seluas perjalanan 40 tahun, Tetapi akan terjadi pada suatu hari ia akan sesak berjejalan orang.
Dahulu, ketika kami masih bertujuh dari 7 orang bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak kami mendapat makanan kecuali daun-daun pohon sehingga luka bibir-bibir kami. Dan saya membelah selembar kain untuk kami pakai sarung dengan Sa'ad bin Malik. Tetapi kini tiada seorang di antara kami melainkan sudah menjadi Gubernur di suatu daerah. Dan saya berlindung kepada Allah, jangan sampai saya memandang diri saya besar, padahal dalam pandangan Allah kecil. Allah berfirman:
Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, – QS. Ali Imran:140
Utbah bin Khazwan nampak menyadari arti pergiliran nasib yang menimpa kehidupan manusia. Dia merasakan kesengsaraan yang menimpa perintis-perintis awal dakwah Islam di Makkah, baik berupa pemboikotan umum, kaum kafir Quraisy dan penyiksaan terhadap sahabat yang lemah. Utbah juga tetap mengenang saat-saat ekonomi mereka tergencet, kekurangan berbagai kebutuhan sandang maupun pangan sehingga dia perlu membagi sepotong kainnya kepada Saad bin Malik. Penderitaan saat itu tak terbayangkan kapan akan berakhir. Jangan lagi membayangkan kenikmatan-kenikmatan duniawi yang dapat dipetik, sebagai buah keimanan mereka kepada Allah dan kesetiaan kepada Islam.
Namun, Allah telah menjalankan skenario-Nya menurut kehendaknya. Mendadak peluang kemenangan Islam menjadi suatu yang membayang di depan mata. Setapak demi setapak kaum muslimin melangkah. Dalam kesengsaraan mereka tetap merekrut masa menyebarkan fikrah Islam ke mana-mana sampai akhirnya Penduduk Madinah (dahulu bernama Yatsrib) berbondong-bondong memeluk ajaran itu.
Hijrahnya kaum muslimin ke Madinah membuat posisi mereka menjadi kokoh, karena kini mereka memiliki basis teritorial yang jelas. Disanalah kekuatan kaum muslimin dibangun secara Paripurna sebagai suatu kaum yang berdaulat. Pertempuran demi pertempuran pecah mengiringi dakwah yang semakin meluas dan pada akhirnya kekuatan Islam tak terbendung lagi... menjebol tembok kota Makkah yang memang telah kehilangan sendi-sendinya. Kaum muslimin mensyukuri kemenanganya dengan gema takbir.
Sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam gerakan islam tiada surut, bahkan makin merebak ke berbagai negeri tetangganya. Satu persatu wilayah jatuh dan penduduknya menyatakan tunduk kepada ajaran Ilahi ini. Kaum muslimin menjadi suatu komunitas yang lengkap dari berbagai suku bangsa, warna kulit, bahasa dan ragam-ragam lainnya. Kerajaan Persia juga akhirnya tunduk total setelah rajanya melarikan diri ke negeri Cina. Saat itulah Utbah mendapat kepercayaan memimpin kota Basrah.
Kenikmatan memang melenakan. Tidak sedikit manusia yang terjebak dengan ujian yang satu ini. Firman Allah :
Siapa yang ingin pembalasan segera di dunia maka Kami (Allah) dapat menyegerakan bagi siapa yang dikehendaki. Kemudian Kami masukkan dia ke neraka jahanam dalam kehinaan dan terusir jauh dari rahmat. – QS. Al-Isra:18
Kebahagiaan yang "segera" dan sudah dirasakan "optimal" oleh manusia di dunia sebenarnya adalah awal dari Allah di akhirat, bagi mereka yang terlalaikan...
Kenikmatan sering membuat manusia melupakan sejarah hidupnya sendiri. Mereka lupa betapa dahulu mereka bersusah payah mempertahankan eksistensinya. Betapa kehidupan ta'awun (saling bahu-membahu) telah membuat mereka tetap bertahan dan tiada merasakan penderitaan. Betapa pertolongan-pertolongan Allah lewat malaikat dan kaum muslimin saudara perjuangannya, meskipun demikian sederhana, terasa menjadi begitu berarti. Kenikmatan bisa membuat manusia buta, Lupa bahwa ia dibesarkan bukan oleh dirinya sendiri.
Qorun menyatakan :
Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka. – QS. Al-Qasas:78
Kenikmatan sering pula membuat manusia lupa misinya semula. Bertahun-tahun mereka menderita, bertahan dengan prinsip yang dijunjung tinggi. Berjuang memeras keringat dan mengucurkan darah. Sekian lama mereka menapak tangga-tangga keberhasilan sedikit demi sedikit, dengan harap-harap cemas dan seribu do'a, Namun ketika ia telah sampai di puncak meraih kenikmatan dan posisi yang tinggi, Ia lupa untuk apa sebenarnya ia bersusah payah mendaki selama ini. Ia hanya mengumbar nafsu pribadinya dengan kekuasaan dan kekuatan yang ada, melupakan hukum-hukum Allah... Melupakan tangan-tangan manusia lain (jamaah) yang telah ikut bergetar dan berlumur darah dalam menopang ke tempat yang mulia.
Kenikmatan membuat seseorang menjadi besar kepala menganggap dirinya yang terhebat, terkuat paling banyak memberi jasa. Jadilah manusia manusia lain kecil dalam pandangannya. Remeh dalam perhitungannya, Dan tak perlu dihargai pendapat-pendapatnya.
Utbah Bin Khazwan menyadari ancaman-ancaman ini, Ia berkata "Saya berlindung kepada Allah jangan sampai saya dalam pandangan diri saya besar padahal dalam pandangan Allah kecil..." Ia tetap berusaha mengingat masa-masa sulit yang ia alami dan kaum muslimin bertahun-tahun sebelumnya .Dia juga mengingatkan dirinya sendiri bahwa esensi kehidupan yang sesungguhnya adalah dalam rangka mencapai surga yang penuh kenikmatan yang kekal dan tidak semu. Sebaliknya ancaman senantiasa membayang dibalik nikmat-nikmat yang ada. Neraka jahannam yang dalamnya melebihi perjalanan jatuhnya batu selama 70 tahun.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun telah mencontohkan agar manusia jangan sampai melupakan misi hidup yang sebenarnya hanya karena kepentingan-kepentingan pribadinya yang parsial dan dangkal. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah mengalami Mi'raj, suatu kenikmatan yang tiada taranya. Beliau bisa berjumpa dengan para nabi yang salih seperti Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa Alaihissalam. Sepanjang perjalanan beliau ditemani malaikat Jibril, malaikat yang senantiasa dirindukan kedatangannya di dunia untuk membawa wahyu-wahyu suci. Beliau bisa menyaksikan surga, dan bahkan akhirnya menghadap Allah untuk menerima perintah shalat.
Seorang Sufi berkata : "Kalau aku mi'raj, pasti aku tak akan kembali ke dunia ini lagi..." Tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kembali dan beliau menyembuhkan diri lagi dengan problema-problema umat yang menyesakkan dada nya dan mengancam keselamatan nyawanya. Karena itulah misi sebenarnya yang memang harus diembannya.
Disadur dari majalah Sabili No.15/Th. IV Ramadhan 1412H