Tadabbur Surah Al-Ahzab ayat 22 dan Keadaan Mujahid di Gaza
Mukmin sejati adalah ia yang senantiasa mentadabburi ayat-ayat Al Qur’an dan menjadikannya pedoman menghadapi berbagai problematika hidup dan keumatan. Kali ini, mari kita tadabburi ayat 22 dari surah Al-Ahzab dan kita cocokkan dengan keteguhan para mujahid di Gaza yang saat ini sedang dikepung dari semua sisi, dan bahkan dibiarkan berjuang sendiri oleh para tetangganya yang mengaku seagama. Allah Ta’ala berfirman:
"Ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.’ Benarlah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu justru makin menambah keimanan dan keislaman mereka.”
Ayat ini sebagai kebalikan dari ayat 12 surah Al-Ahzab yang menggambarkan bagaimana orang munafik dan yang di hatinya ada penyakit, sedemikian takut sampai akhirnya berprasangka buruk kepada Allah, bahwa janji Allah dan Rasul itu hanyalah iming-iming belaka. Sebaliknya, orang yang beriman ketika berada dalam posisi sedemikian sulit dan hampir tak punya harapan itu malah semakin kuat imannya dengan mengatakan, “Nah ini dia yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya, sungguh benar janji itu”.
Mereka bukannya takut atau menyerah, malah bertambah yakin akan janji Allah dan pasrah akan apa pun keputusan Allah. Yang seperti ini tak akan bisa dirasakan, kecuali oleh wali Allah dan orang yang telah ditarbiyah dengan tarbiyah ruhiyyah yang mencapai derajat taqwa.
Baca Juga : Menjawab Syubhat di Gaza Tanpa Waliyyul Amri
Justru ketika melihat musuh sebegitu besar, maka mental mereka semakin menggila, karena tawakkal mereka kepada Allah menjadi penuh. Bukannya takut mati, malah mereka berharap mati. Seakan mereka telah melihat para bidadari melambaikan tangan, menanti. Bagaimana tidak? Rasulullah saw sendiri telah menjanjikan,
“Namun jika kalian bertemu dengan mereka (musuh dalam peperangan), maka bersabarlah (pantang mundur), dan ketahuilah pada saat itu surga berada di bawah kilatan pedang.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Janji Apa yang Dimaksud Itu?
Para ulama tafsir, misalnya Ath-Thabari dalam tafsirnya, ketika menafsirkan ayat ini menjelaskan bahwa janji yang dimaksud itu adalah firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 214 (silakan baca sendiri). Di mana setelah sedemikian berat ujian menimpa, sampai mereka bertanya-tanya “kapan nih pertolongan Allah datangnya?”, maka di saat itulah pertolongan Allah itu amat dekat adanya.
Keadaan ini juga yang dialami oleh para tantara Thalut, sebagaimana yang Allah ceritakan dalam surah Al-Baqarah ayat 249, ketika banyak teman mereka mengatakan,
“Tak ada kekuatan bagi kita hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” – QS. Al-Baqarah: 249
Seakan-akan mereka mengatakan, “Habislah kita. Tak mungkin kita bisa mengalahkan Jalut dan tentaranya”. Rasa pesimis dan kalah sebelum bertanding pun lantas menghantui mereka. Tetapi beda dengan bala tentara pilihan. Mereka malah opitimis sembari berkata dengan yakin, betapa banyak kejadian bahwa yang sedikit bisa mengalahkan yang banyak dengan izin Allah. Inilah ucapan yang keluar dari mulut orang yang berharap pertemuan dengan Allah, dan mulut mereka pun tak henti berucap:
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami, dan menangkanlah kami atas kaum yang kafir.” – QS. Al-Baqarah: 250
Orang lemah iman karena jarang mentadabburi Al Qur’an dan jauh dari medan ribath, sehingga hatinya sudah terpaut dengan jual beli dan mengikuti ekor sapi serta penuh ghill (kedengkian dan sentimen) kepada orang di luar kelompoknya, tak akan bisa berpikir seoptimis itu. Mereka akan menyerah dan bahkan menyalahkan, “Mengapa tidak lari saja? Nyawa lebih penting daripada mempertahankan tanah”. Padahal, mempertahankan tanah itu adalah perintah Allah yang dengannya diwajibkan jihad.
Baca Juga : Jihad Palestina dan Mispersepsi Maksud Pertolongan Allah di Surah Muhammad Ayat 7
Betullah ayat terakhir surah Al-Ankabut, bahwa orang yang berjihad itu akan diberikan banyak jalan oleh Allah yang tak pernah terpikirkan oleh mereka yang tak berjihad.
Kita berharap, ayat inilah yang ada di hati Abu Ubaidah, Abu Hamzah, dan kawan-kawan saat ini. Sehingga, mereka meneruskan tradisi salafus shalih, yaitu selalu mengangkat derajat Islam melawan kuffar musuh Allah.